Liputan6.com, Jakarta Vice President Marketing Mobility Shell Indonesia Dian Kusumadewi menilai affordability alias keterjangkauan masih menjadi aspek yang menghambat perubahan perilaku masyarakat Indonesia untuk mulai menggunakan kendaraan listrik.
Seperti diketahui, kendaraan listrik—baik itu mobil maupun motor—kerap kali dipersepsikan sebagai sesuatu yang mahal. Akibatnya, masyarakat cenderung enggan beralih menggunakan produk tersebut, meski diklaim lebih ramah lingkungan.
Baca Juga
"(Tantangan) yang pertama adalah affordability. Kalau kita melihat (di) Indonesia, electric vehicle atau kendaraan listrik itu masih dipersepsikan bahwa investment awalnya mahal. Affordability itu yang menjadi salah satu blocker (untuk beralih ke kendaraan listrik)," ujarnya dalam talkshow Future of Mobility di Sirkuit Mandalika pada Kamis (13/10/2022).
Advertisement
Padahal menurut Dian, jika masyarakat mau menghitung total biaya yang dikeluarkan untuk memiliki kendaraan listrik, harganya justru terbilang bersaing.
"Yang tidak diketahui adalah total cost of ownership. Jadi dari ketahanan, baik itu dalam hal mobilnya, ketahanan recharge-nya, itu sebenarnya membuat cost of ownership dari memiliki mobil atau kendaraan listrik itu kompetitif," sambungnya
Oleh karena itu, dibutuhkan edukasi dan financial modelling yang tepat agar bisa mendorong masyarakat untuk lebih percaya diri beralih menggunakan kendaraan listrik.
"(Untuk mengatasi) ini dibutuhkan edukasi dan financial moderling, yang harusnya bisa mem-boost (perpindahan ke kendaraan listrik," sambung Dian dalam kesempatan yang sama.
Â
Â
Â
Tantangan Lain
Dian memaparkan bahwa persepsi soal harga bukanlah satu-satunya batu sandungan dalam upaya transformasi ke kendaraan listrik. Menurutnya, awareness masyarakat serta edukasi dari berbagai pihak juga diperlukan demi meluruskan persepsi.
Lebih lanjut, akses dan ketersediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) juga menjadi PR besar bagi Tanah Air. Pasalnya hingga kini, jumlah SPKLU masih diragukan mampu mengakomodasi tingginya penggunaan kendaraan listrik.
"Challenge yang ketiga adalah akses. Sudah produksi gitu banyak (kendaraan listrik), tetapi apakah SPKLU-nya cukup. Pasti makin banyak mobil listrik atau kendaraan listrik yang terjual, makin banyak dibutuhkan charging facilities," tutur Dian.
Â
Â
Advertisement
Shell Eco-marathon 2022
Sebagai informasi talkshow Future of Mobility yang dihadiri oleh Dian Kusumadewi selaku Vice President Marketing Mobility Shell Indonesia merupakan bagian dari rangkaian acara Shell Eco-marathon 2022 yang dihelat di Sirkuit Mandalika mulai 11-15 Oktober.
Kompetisi Shell Eco-marathon secara resmi diluncurkan perdana di Prancis pada tahun 1985. Ajang ini menjadi wadah untuk mengeksplorasi aspek desain dan teknologi, mengunakan kemampuan Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM) dalam membuat mobil ultra-hemat energi.
Shell Eco-marathon pertama kali menyambangi Asia pada 2010. Kala itu, perlombaan berlangsung di Malaysia. Perhelatan ini sempat berlangsung online akibat pandemi. Namun sekarang, Shell Eco-marathon kembali dilaksanakan secara offline di Sirkuit Mandalika.
Â
Â
Kategori Pertandingan
Terdapat dua kategori utama perlombaan dalam Shell Eco-Marathon 2022. Kedua kategori yang dimaksud ialah Urban Concept dan Prototype.
Seperti namanya, Urban Concept merupakan kategori yang mengharuskan peserta untuk mendesain kendaraan konvensional roda empat hemat energi, sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat di daerah perkotaan.
Adapun Prototype bersifat lebih futuristik. Kategori ini mendorong tiap-tiap tim untuk memaksimalkan efisiensi sumber energi dengan memerhatikan aspek serta elemen inovatif dalam desain kendaraan.
Â
Â
Advertisement