Tidak Pakai Metode Hisab atau Rukyat, Ini Cara Jemaah An Nadzir Tentukan 1 Ramadhan

Jemaah An Nadzir di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, punya metode tersendiri dalam menentukan 1 Ramadhan, bukan Hisab atau Rukyat. Mereka melihat fenomena alam dan menggunakan metode perhitungan bulan purnama.

oleh Bogi Triyadi diperbarui 22 Mar 2023, 22:24 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2023, 16:31 WIB
Jemaah An-Nadzir (Liputan6.com/Fauzan)
Jemaah An Nadzir di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, punya metode tersendiri dalam menentukan 1 Ramadhan, bukan Hisab atau Rukyat. (Liputan6.com/Fauzan)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama akan menggelar Sidang Isbat Penetapan Awal Ramadhan 1444 Hijriah di Jakarta, Rabu (22/3/2023) sore WIB. "Rangkaian Sidang Isbat Awal Ramadan tahun ini masih digelar secara hybrid, atau gabungan antara daring dan luring," kata Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib seperti dikutip dari website kemenag.go.id.

Selain melibatkan Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, sidang isbat juga mengundang Komisi VIII DPR RI, pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), duta besar negara sahabat, dan perwakilan ormas Islam.

Di Indonesia, penentuan awal Ramadhan kerap jadi pembicaraan publik. Salah-satunya berkaitan dengan perbedaan penetapan 1 Ramadan dan akibat penggunaan metode dan kriteria hilal yang juga berbeda.

Muhammadiyah dikenal menggunakan metode hisab (menghitung peredaran bulan). Sedangkan NU atau Pemerintah melalui Kemenag menggunakan rukyat (melihat peredaran bulan).

Sementara itu, jemaah An Nadzir di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, punya metode tersendiri, bukan hisab atau rukyat. Dalam menentukan 1 Ramadhan, mereka melihat fenomena alam dan menggunakan metode perhitungan bulan purnama.

"Kita tidak punya teropong. Kita berdasarkan ilmu yang diajarkan guru," kata Pimpinan An Nadzir Ustaz Samaruddin Pademmui.

 

 

 

 

Gerimis, Angin Kencang, Petir, dan Air Laut Pasang

Jemaah An Nadzir
Jemaah An Nadzir. (Antara)

Pimpinan An Nadzir Ustaz Samaruddin Pademmui mengatakan pihaknya memperhatikan fenomena alam pada saat pergantian bulan. Hal tersebut ditandai dengan terjadinya gerimis, angin kencang disertai petir dan air laut pasang.

"Itu semua yang dipakai oleh An Nadzir untuk memantau pergantian bulan," papar Samaruddin.

Jemaah An-Nadzir mulai memantau bulan purnama pada 14, 15, serta 16 atau Sya’ban yang bertepatan dengan tanggal 5, 6, dan 7 Maret 2023. Selanjutnya menghitung serta memantau bulan sabit (bulan tua) tiga terakhir, yakni 27, 28, dan 29 Sya’ban.

Dengan memperhatikan jam terbitnya bulan di subuh atau pagi hari, sambil melihat menggunakan kain tipis hitam untuk melihat bayangan bulan bersusun.

"Setiap bulan Jemaah An-Nadzir senantiasa memantau dan menghitung perjalanan bulan Hijriyah, termasuk memperhatikan fenomena alam seperti terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan," kata Samaruddin.

"Pasang surut air laut, sebagai salah satu indikator yang menjadi rujukan dan pertimbangan dalam perhitungan bulan," tambahnya.

Sudah Puasa Ramadhan

Jemaah An-Nadzir Gowa (Eka Hakim)
Jemaah An-Nadzir

Pada Rabu (22/3/2023), matahari sudah terbit di Timur pukul 06.05 WITA. Sementara bulan muncul pukul 06.23 WITA. Sehingga menandakan masuk bulan baru Ramadhan, meskipun masih sulit dilihat secara kasat mata.

"Bulan biasa dilihat dari bayangannya lalu kita konversi ke fenomena alamnya," kata Samaruddin. "Kita juga berkoordinasi dengan jemaah di Kota Palopo, Jakarta, Medan, dan Batam. Karena pada prinsipnya semua jemaah sama dari satu sumber guru yang sama."

Karena itu, Jemaah An-Nadzir Sulawesi Selatan mulai menjalankan ibadah puasa atau menetapkan 1 Ramadhan bertepatan 22 Maret 2023. Penetapan itu berdasarkan perhitungan mereka menggunakan metodologi pasang surut air laut yang terjadi hingga dini hari.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya