Waspada, Fanatisme Politik Bisa Bikin Kita Rentan terhadap Hoaks

Maka dari itu hendaknya masyarakat berhati-hati dalam konsumsi konten peserta pemilu 2024.

oleh Anasthasia Yuliana Winata diperbarui 19 Mei 2023, 20:00 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2023, 20:00 WIB
Geliat Konveksi Atribut Parpol Mulai Meningkat Jelang Pemilu 2024
Kesibukan pekerja menyablon atribut partai politik di salah satu kios Blok III Pasar Senen, Jakarta, Rabu (17/5/2023). (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia kembali menyambut tahun demokrasi di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Pasalnya, pemilu 2024 ini mencakup pemilihan sejumlah anggota badan pemerintahan yang akan menjabat untuk periode 2024-2029 mendatang. Mulai dari Presiden, Wakil Presiden,  DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat) Daerah dan Provinsi, hingga DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

Jelang Pemilu 2024, tentunya saat ini masyarakat mulai menentukan kandidat calon pilihannya. Setiap orang pasti memiliki preferensi politik pribadi. Misalnya menyukai tokoh A atau menyukai kinerja partai B dan lainnya. Hal ini sah saja, karena setiap warga negara Indonesia berhak menentukan pilihan dan preferensi pribadinya. 

Dengan internet saat ini tokoh-tokoh politik terlebih peserta pemilu 2024 hadir di media sosial membagikan konten-konten untuk masyarakat. Misalnya seperti konten aktivitas sehari-hari (a day in my life), moment lucu bersama masyarakat, imbauan, games, dan lain-lain.

Hariqo Satria, Pengamat Media Sosial dan CEO Komunikonten dalam Virtual Class Liputan6.com bertema "Hoaks Pemilu Mengancam Persatuan Bangsa", Rabu (17/5), mengatakan, peserta pemilu 2024 tentunya akan membuat konten yang disukai masyarakat.

Maka dari itu hendaknya masyarakat berhati-hati dalam konsumsi konten peserta pemilu 2024. Hal ini agar masyarakat tidak terjerumus dengan fanatisme terhadap peserta pemilu 2024 pilihannya

Pentingnya Menilai Diri Masing-Masing

Fanatisme merupakan obsesi yang dimiliki seseorang atau kagum berlebihan terhadap suatu hal. Misalnya, makanan, ajaran, agama, suku, ras, politik, dan lainnya. Fanatisme umumnya membuat seseorang menjadi egois dan narsisme. Begitupun dengan fanatisme dengan politik

“Kalau kita sudah mulai ada rasa kagum berlebihan fanatik berlebihan terhadap seseorang artinya kita kemungkinan mudah terpapar hoaks, kemungkinan kita tidak objektif dalam menilai  sebuah berita, itu semakin besar,” tutur Hariqo Satria dalam virtual class bertajuk Hoaks Pemilu Mengancam Persatuan Bangsa (17/5/2023).

Selain itu, Hariqo menambahkan bahwa perlu bagi masyarakat untuk menilai diri masing-masing.”Apakah kita punya fanatik kesukaan berlebihan terhadap seseorang, golongan, itu yang kita tanyakan,” jelasnya

Ketika menyadari adanya kesukaan atau kecenderungan terhadap seseorang atau golongan, sadari apakah dosisnya berlebihan atau tidak. Jika dosisnya berlebihan maka seseorang akan sangat mungkin terpapar hoaks. Seseorang yang sangat mungkin terpapar hoaks akan berpotensi besar menjadi salah satu orang yang akan memecah belah Indonesia.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya