Di Era Disrupsi Informasi, Pendidik Wajib Tingkatkan Literasi Digital

Di era disrupsi informasi, pendidik dan guru ditantang untuk cepat beradaptasi dengan dunia yang serba digital dan menggunakan media sosial dengan lebih bijak.

oleh Raihan Alfriansyah diperbarui 11 Okt 2023, 19:30 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2023, 19:30 WIB
Literasi Digital
Literasi digital menjadi semakin penting di era teknologi saat ini. (Foto: Unsplash/Rahul Chakraborty)

Liputan6.com, Jakarta - Di era disrupsi informasi, pendidik dan guru ditantang untuk cepat beradaptasi dengan dunia yang serbadigital dan menggunakan media sosial dengan lebih bijak.

Untuk itu, para pendidik harus memperbanyak pengetahuan digitalnya agar mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat, terutama untuk mencegah banyaknya hoaks yang menggunakan sentimen agama.

Menurut Wibowo Prasetyo, Staf Khusus Menteri Agama mengatakan, pendidik harus mampu mengisi kesenjangan untuk meningkatkan literasi digital masyarakat melalui jangkauan media sosial yang semakin luas, terutama dengan mengurangi hoaks.

Apalagi saat ini kita sedang menghadapi tahun politik. Hoaks terkait agama, politik dan kesehatan menduduki tempat yang penting.

Mengutip data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Wibowo mengatakan hoaks masih ada dan tersebar luas di media sosial. Misalnya pada tahun 2019, terdapat 1.221 hoaks. Kemudian pada tahun 2020 jumlahnya meningkat menjadi 2.298 hoaks. Namun pada tahun 2021, jumlah hoaks turun menjadi 1.888 dan kemudian menjadi 1.698 pada tahun 2022.

“Diperkirakan jumlah hoaks akan kembali meningkat dengan dimulainya tahun politik 2023 dan 2024, di mana pemilihan presiden dan parlemen akan dilaksanakan secara serentak. Isu-isu agama diprediksi akan dipakai sebagai materi hoaks,” ujar Wibowo dilansir laman web resmi Kemenag.

 

Ancam Keutuhan Negara

Maraknya hoaks yang terus berlanjut tentu meresahkan dan meresahkan. Menurutnya, jika masyarakat mempercayai hoaks maka akan mengancam keutuhan wilayah negara.

“Kebanyakan hoaks tujuannya untuk saling adu domba. Kalau hoaks itu menggunakan isu agama, ada risiko konflik antar umat beragama. Kalau tidak diantisipasi, akan menjadi bom penundaan yang akhirnya menghancurkan konstruksi persatuan bangsa dan keutuhan wilayah,” tegasnya.

Wibowo berharap para pendidik atau guru dapat membantu mengurangi potensi negatif tersebut. "Mari kita ambil bagian dalam memberikan narasi-narasi yang ringan, indah, dan menyejukkan. Narasi yang salah atau menyesatkan perlu diluruskan. Terutama membekali para pelajar atau anak-anak yang kurang pengetahuan digitalnya agar tidak terkena dampaknya," jelasnya.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya