GenZ Lebih Rentan Terpapar Hoaks? Simak Penjelasannya

Sebuah Survei yang dilakukan Universitas Cambridge menunjukkan bahwa, GenZ dan milenial lebih rentan terhadap berita palsu dibandingkan generasi yang lebih tua. Meskipun mereka menghabiskan lebih banyak waktu di media online dibanding generasi yang lebih tua.

oleh Nabila Lutvia Tanjung diperbarui 28 Apr 2024, 09:20 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2024, 21:00 WIB
Ilustrasi Generasi Z atau Gen Z. Tenaga Kerja
Ilustrasi Generasi Z atau Gen Z (Foto By AI)

Liputan6.com, Jakarta - Laporan yang dibuat oleh University Cambridge, Inggris menyatakan bahwa, survei yang dilakukan menggunakan teknologi ChatGPT yang merupakan tes kuis, untuk melihat seberapa rentanan orang-orang terhadap misinformasi. Ternyata kuis ini memberikan bukti bahwa, betapa rentannya seseorang ditipu oleh berita palsu yang disebarkan di media sosial.

Tes tersebut terbukti berhasil melalui serangkaian eksperimen yang melibatkan lebih dari 8 ribu peserta dan berlangsung selama dua tahun, yang telah diterapkan oleh organisasi YouGov, untuk menentukan seberapa rentan orang-orang terhadap berita palsu.

Menurut Laporan tersebut, menemukan bahwa anak muda lebih rentan terpapar informasi hoaks dibanding orang dewasa yang lebih tua. Laporan ini juga menyatakan bahwa, Semakin banyak waktu yang dihabiskan seseorang di dunia maya untuk mencari hiburan, maka semakin besar mereka terpapar informasi palsu atau hoaks.

"Misinformasi adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi negara-negara demokrasi di era digital. Kami melihat bagaimana kebohongan online menciptakan sistem kepercayaan orang-orang yang terpolarisasi di negara-negara tersebut", ujar Penulis Senior Studi MIST dan Kepala Lab Pengambilan Keputusan Sosial Cambridge Profesor Sander Van Der Linden.

 

Media Sosial Rentan terhadap Informasi Palsu

Penulis Utama MIST Dr. Rakoen Maertens mengatakan, media sosial memiliki khayalak berita yang paling rentan terhadap misinformasi. Terutama kaum muda yang semakin banyak menggunakan media sosial untuk mencari tahu tentang informasi-informasi yang ada di dunia. Tetapi justru saluran-saluran yang ada di media sosial dipenuhi dengan informasi yang salah.

Mempunyai pendekatan terhadap literasi media sangat diperlukan, sehingga kita tidak akan mudah untuk terpapar dan percaya dengan berita-berita yang ada di media sosial.

"Kami ingin menelusuri mengapa sebagaian orang lebih tahan terhadap misinformasi dan apa yang dapat kami pelajari dari mereka," ujar Dr. Maertens.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun , tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya