Hoaks Vaksin Ancam Keselamatan Publik, Pakar Kesehatan Dorong Peningkatan Edukasi dan Literasi

Hoaks seputar vaksin masih terus beredar hingga saat ini. Hal tersebut dapat mengancam keselamatan publik. Diperlukan upaya dari berbagai sektor untuk melawan hoaks seputar vaksin.

oleh Alifah Budihasanah diperbarui 30 Apr 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2024, 17:00 WIB
Vaksinasi Meningitis Bagi Para Calon Jamaah Haji
Vaksinasi dilakukan pada kurun waktu 2 hingga 3 minggu sebelum keberangkatan dan digelar tanpa pungutan biaya. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Vaksin memiliki peran yang krusial dalam kehidupan masyarakat, terutama saat dunia menghadapi pandemi hingga akhirnya berada di titik pascapandemi. Saat pandemi COVID-19 pada 2020 lalu, sempat marak beredar hoaks seputar vaksin yang diklaim justru berbahaya bagi kesehatan.

Hoaks tersebut berdampak pada kepercayaan masyarakat, bahkan sebagian dari mereka masih tidak mempercayai vaksin dan justru menjadi kelompok antivaksin.

Menurut studi yang dikutip dari Journal Behavioral of Medicine, jenis hoaks seputar vaksin yang beredar khususnya di media sosial meliputi hoaks mengenai bahan-bahan vaksin, keamanan, efek samping, pengujian vaksin, alternatif selain vaksinasi, efek terhadap sistem kekebalan tubuh, kemanjuran vaksin, informasi terkait vaksin yang disembunyikan, dan keraguan mengenai perlunya vaksinasi. 

"Banyak orang tua yang ragu atau bahkan menolak vaksinasi bagi anak mereka, ini yang berbahaya karena yang jadi taruhan adalah kesehatan dan keselamatan publik. Makanya, perlu diedukasi terus-menerus supaya tidak terjadi kekosongan informasi," tutur Profesor Kesehatan, Masyarakat, dan Perilaku, Suellen Hopfer dikutip dari The Orange County Register, Senin (29/4/2024).

Hopfer menegaskan bahwa dalam melawan hoaks seputar vaksin, diperlukan peran dari berbagai sektor. "Pertama, harus ada regulasi yang kuat dari pemerintah untuk mewajibkan masyarakat melakukan imunisasi," katanya menambahkan.

Kedua adalah intervensi kebijakan di ruang digital. Dalam hal ini, platform media sosial mengemban tanggung jawab dalam menghentikan penyebaran hoaks seputar vaksin, misalnya dengan melakukan take down dan penandaan terhadap konten-konten yang sifatnya menyesatkan.

"Masyarakat juga perlu diajarkan soal literasi digital. Mulai dari siswa sekolah, sampai orang tua mereka perlu mendapatkan edukasi terkait hoaks, dibiasakan untuk berpikir secara ilmiah, serta membekali mereka dengan pengetahuan untuk melindungi diri sendiri dan keluarga," ujar Hopfen.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya