Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tetap ngotot menyelesaikan sengketa lahan di lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah yang masih tersisa 29 hektare (ha). Sebab target pembangunan pembangkit listrik senilai Rp 35 triliun itu dimulai pada Oktober 2014.
Â
Demikian dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa usai Rakor PLTU Batang yang sepi dihadiri para menteri, kecuali dirinya dan Direktur PT PLN (Persero), Nur Pamudji.Â
Dia mengaku, pemerintah tetap optimistis tahap financial closing akan selesai pada bulan kesepuluh ini. "Target financial closing tetap Oktober ini. Harus optimis, harus kerja keras. Kalau tidur saja, ya nggak selesai-selesai," ungkap dia di kantornya, Jakarta, Jumat (25/4/2014).Â
Â
Jika konstruksi digarap tahun ini, kata Hatta, PLTU bakal tersebut bakal selesai pada 2018. "Kira-kira bergeser ke 2018 (rampung)," tuturnya. Â Â Â
Â
Hatta mendesak agar pengembang menyelesaikan ganti rugi lahan yang masih tersisa 29 ha. Caranya melalui berbagai pendekatan, seperti tanggung jawab sosial perusahaan, dan sebagainya. Â
Â
"Ini sudah perpanjangan kedua, dan satu-satunya proyek Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) yang sangat besar investasinya. Baru pertama kali mengembangkan pembangkit listrik 2x1.000 MW dengan teknologi super kritikal, jadi nggak boleh gagal," paparnya.
Â
Dengan PLTU Batang, kata dia, akan memasok kebutuhan listrik di Jawa sampai 30%. Jika proyek ini gagal, Hatta bilang, wilayah Jawa akan mengalami defisit listrik pada 2017-2018.Â
Â
"Jadi harus cepat dibangun. PLN juga sedang mengembangkan proyek lain seperti pembangkit listrik di Jawa Barat, dan sebagainya," tegasnya.Â
Â
Di kesempatan yang sama, Direktur Utama PLN, Nur Pamudji percaya diri jika proyek PLTU Batang terus berlanjut meski ada kendala di ganti rugi lahan. "Masalah lahan sedang dalam proses untuk ditangani, karena ini harus diselesaikan," pungkasnya.Â
Â
Diberitakan sebelumnya, pemancangan tiang pertama (ground breaking) PLTU Batang rencananya akan dilakukan pada tahun 2014 dan menuntaskan masalah keuangan (financial closing) pada Oktober 2013. Sehingga diharapkan 2018 beroperasi atau molor dari rencana semula pada 2017. Â Â
Â
Dalam proyek tersebut, pemerintah pusat menggandeng dua pihak swasta asing dari Jepang J Power dengan investasi 34%, Itochu 30%, dan Adaro sebagai investor lokal dengan investasi 34% serta pelaksana tender BPI.