Liputan6.com, Jakarta - Apakah kamu pernah mendengar istilah traumatic bonding? Dilansir verywillmind.com, traumatic bonding adalah keterikatan yang dirasakan orang yang dilecehkan untuk pelaku mereka, khususnya dalam hubungan dengan pola siklus pelecehan.
Baca Juga
Advertisement
Traumatic bonding tercipta karena siklus pelecehan dan penguatan positif. Setelah setiap keadaan pelecehan, pelaku kekerasan menyatakan cinta, penyesalan, dan sebaliknya mencoba membuat hubungan terasa aman dan hal itu dibutuhkan oleh orang yang dilecehkan.
Traumatic bonding adalah salah satu alasan mengapa meninggalkan situasi yang melecehkan bisa terasa membingungkan dan luar biasa. Ini melibatkan perasaan positif atau kasih sayang yang lebih kepada pelaku, membuat orang yang dilecehkan merasa terikat dan bergantung pada pelaku mereka. Beberapa tanda terjadinya traumatic bonding dalam hubungan, antara lain:
- Mencoba untuk menutupi tindakan pelaku dari orang lain
- Membela pelaku dan menjauhkan diri dari orang-orang yang hendak memberi bantuan
- Keberatan untuk meninggalkan pelaku meskipun sadar telah menjadi korban kekerasan dan pelecehan
- Setuju dengan alasan pelaku melakukan kekerasan, pelecehan, maupun tindakan buruk lain, misalnya karena cemburu
- Menjadi defensif atau marah jika orang lain ikut campur menghentikan tindakan pelaku melakukan kekerasan atau pelecehan
Ikatan ini bisa berkembang kapan saja, dengan jangka waktu yang berbeda pada masing-masing orang, baik hitungan hari, minggu, atau bulan. Meskipun begitu, tidak semua korban kekerasan atau pelecehan akan mengalami traumatic bonding.
Penyebab traumatic bonding
Meski telah menerima perlakuan buruk, korban enggan untuk meninggalkan dan lebih memilih bertahan dengan pelaku pelecehan atau kekerasan. Salah satu faktor yang menjadi penyebab traumatic bonding antara lain keterikatan atau ketergantungan dengan pelaku.
Keterikatan atau ketergantungan dapat membuat orang bertahan dalam hubungan yang tidak sehat. Sebagai contoh, pelaku kekerasan atau pelecehan selama ini adalah orang yang selalu memberi dukungan ketika korban dipusingkan dengan masalah hidup maupun pekerjaan.
Tanpa pelaku, korban merasa tidak bisa mendapatkan ketenangan hati. Kondisi tersebut kemudian memicu traumatic bonding karena korban menganggap hanya pelakulah yang dapat mengerti perasaannya.
Selain keterikatan dan ketergantungan, harapan bahwa pelaku akan berubah serta tidak mengulangi lagi tindakan mereka juga bisa menjadi penyebab traumatic bonding. Usai melakukan tindakan buruk kepada korban, pelaku umumnya akan meminta maaf dan berjanji untuk berubah.
Janji tersebut seringkali disertai dengan tindakan manis yang membuat korban kembali terbuai. Korban percaya bahwa hubungan antara dirinya dengan pelaku akan berjalan seperti yang telah dijanjikan.
Advertisement
Dampak Trauma Bonding
Taukah kamu, dampak terbesar dan terburuk dari traumatic bonding adalah bahwa perasaan positif yang dikembangkan untuk pelaku dan dapat membuat seseorang tetap berada dalam situasi yang kasar. Itu dapat menyebabkan pelecehan terus-menerus, dan kematian bisa jadi kemungkinan paling buruk.
Setelah dipisahkan dari pelaku, seseorang yang memiliki trauma yang melekat pada dirinya dapat mengalami segalanya mulai dari trauma yang berkelanjutan hingga harga diri yang rendah. Satu studi mencatat bahwa dampak pada harga diri berlanjut bahkan enam bulan setelah perpisahan dari pelaku.
Selain itu, efek samping dari ikatan trauma dapat mencakup depresi dan kecemasan. Mengalami traumatic bonding juga dapat meningkatkan kemungkinan siklus pelecehan antargenerasi.
Cara Keluar dari Traumatic Bonding
Cara keluar dari traumatic bonding memang tak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Ikatan yang dalam dengan pelaku seringkali membuat korban enggan untuk berpaling. Berikut beberapa hal yang dapat membantu kamu keluar dari hubungan tidak sehat ini:
1. Fokus pada tindakan buruk pelaku
Korban kekerasan atau pelecehan biasanya memilih bertahan karena terbuai dengan janji-janji yang diberikan oleh pelaku. Untuk dapat keluar dari traumatic bonding, fokus terhadap tindakan buruk yang telah dilakukan pelaku. Cara tersebut bisa membuat kamu lebih mudah untuk keluar dari hubungan yang tidak sehat bersama pelaku.
2. Putuskan hubungan dengan pelaku
Memutuskan hubungan dengan pelaku mungkin akan terasa sangat sulit di awal, tetapi perlu dilakukan demi kebaikan kamu. Hentikan semua komunikasi dengan pelaku. Untuk memutus komunikasi, kamu bisa mengganti nomor atau memblokir semua akun media sosialnya.
3. Berhenti menyalahkan diri sendiri
Menyalahkan diri sendiri atas tindakan pelecehan atau kekerasan yang dilakukan pelaku hanya akan membuat kamu kesulitan keluar dari traumatic bonding. Tanamkan di dalam pikiran bahwa tindakan buruk pelaku terjadi bukan karena kesalahan kamu. Yakinlah, kamu berhak mendapat orang yang lebih baik lagi.
4. Terapkan self-care
Dibanding kembali ke pelaku kekerasan atau pelecehan, terapkan teknik self-care atau perawatan diri untuk menghilangkan stres yang dirasakan. Beberapa aktivitas yang dapat membantu menenangkan pikiran, antara lain meditasi, olahraga, berdoa, serta melakukan hobi.
5. Berkonsultasi dengan ahli
Apabila kamu ingin keluar dari hubungan tidak sehat tersebut namun merasa kesulitan, tak ada salahnya untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Terapis akan mencoba membantu kamu untuk membangun batasan, mengembangkan kemampuan dalam menciptakan hubungan yang sehat, hingga mengatasi trauma.
Advertisement