Liputan6.com, Jakarta - Black Friday telah menjadi budaya populer masyarakat di Amerika Serikat (AS). Kedatangan Black Friday sudah pasti ditunggu-tunggu. Sebab, Black Friday adalah hari di mana semua toko-toko di AS memberi diskon besar-besaran untuk produk yang dijualnya.
Jaringan toko nasional biasanya menawarkan penawaran spesial hemat uang terbatas untuk berbagai macam barang dalam upaya memikat pembeli ke toko sambil menawarkan penawaran serupa secara online.
Black Friday jatuh pada satu hari setahun sekali. Biasanya diambil dari Jumat setelah pekan Kamis keempat di bulan November atau setelah Hari Thanksgiving. Pada tahun 2023, Black Friday jatuh pada hari ini, Kamis (24/11/2023).
Advertisement
Asal-usul Black Friday
Melansir dari Dictionary, Kamis (24/11/2023), asal-usul Black Friday pasca Thanksgiving terletak pada pengertian hitam yang berarti "ditandai dengan bencana atau kemalangan."
Pada tahun 1950-an, para manajer pabrik pertama kali menyebut hari Jumat setelah Thanksgiving sebagai Black Friday karena begitu banyak pekerja mereka yang memutuskan untuk tidak masuk kerja, sehingga memperpanjang libur akhir pekan.
Sekitar 10 tahun kemudian, Black Friday digunakan oleh polisi lalu lintas Philadelphia untuk menggambarkan hari setelah Thanksgiving karena mereka harus bekerja dalam shift 12 jam dalam lalu lintas yang buruk.
Pengunjung berbondong-bondong ke kota untuk memulai belanja liburan mereka dan, terkadang hari belanja populer ini bertepatan dengan pertandingan sepak bola tahunan Angkatan Darat-Angkatan Laut.
Dalam beberapa tahun, istilah Black Friday telah mengakar di Philadelphia. Para pedagang di kota berusaha menampilkan wajah yang lebih cantik pada hari itu dengan menyebutnya "Big Friday."
Istilah ini populer di kalangan pembeli dan pedagang di Philadelphia, dan dari sana istilah tersebut menyebar ke seluruh negeri.
Sejarah Black Friday
Secara historis, Black Friday memiliki konotasi lain, yang tidak ada hubungannya dengan belanja.
Meskipun banyak orang percaya bahwa istilah Black Friday berakar pada arti hitam yang berarti “menunjukkan keuntungan; tidak menunjukkan kerugian apa pun,” sebenarnya tidak demikian. Warna hitam diasosiasikan dengan hari-hari tekanan ekonomi dibandingkan dengan hari-hari kesuksesan komersial yang pesat.
Black Friday pertama terjadi pada tahun 1869 setelah pemodal Jay Gould dan pengusaha kereta api James Fisk berusaha menyudutkan pasar emas, yang pada akhirnya mengakibatkan kepanikan finansial dan jatuhnya pasar.
Pada hari Jumat, 24 September, intervensi Presiden Ulysses S. Grant menyebabkan rencana mereka gagal. Pasar saham langsung anjlok, membuat ribuan orang Amerika bangkrut.
Kurang lebih 60 tahun kemudian, pada tanggal 29 Oktober 1929, jatuhnya pasar saham lainnya yang disebut sebagai Black Tuesday menandai dimulainya Depresi Hebat.
Advertisement
5 Mitos Black Friday yang Belum Diketahui Dunia
Mengutip dari Washington Post, setidaknya ada 5 mitos yang melekat pada Black Friday. Mitos-mitos ini erat kaitannya dengan ritel atau budaya penduduk Amerika.
1. Penawaran Terbaik dari Seluruh Toko
Sekitar setengah dari populasi orang-orang di Amerika, berbelanja pada akhir pekan setelah Thanksgiving pada tahun lalu.
Dalam sebuah survei, sepertiga konsumen mengatakan bahwa mereka memborong pada Black Friday agar bsa mendapatkan barang-barang mahal dengan harga terjangkau, karena adanya diskon.
Sedangkan spertiga lainnya menyebut bahwa mereka ingin mendapatkan kesempatan untuk menemukan transaksi yang jarang ada setiap saat sepanjang tahun.
Memang benar bahwa beberapa barang dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit pada Black Friday daripada pada hari lainnya.
Ana Serafin Smith dari National Retail Federation mengatakan, pelanggan jarang melihat mesin cuci, mesin pengering, dan televisi layar besar, sehingga item tersebut mendapatkan diskon.
Tapi kesepakatan itu tidak berlaku untuk semua benda yang dijual. Perusahaan menggunakan pendekatan loss leader selama Black Friday. Itu artinya, mereka menjual beberapa barang tertentu dengan kerugian, hanya demi membuat masyarakat masuk ke dalam toko pada Black Friday.
"Anda membeli satu barang murah, lalu Anda membeli lima barang yang tidak Anda butuhkan dengan harga penuh," kata Allen Adamson dari Stern School of Business, sebuah universitas di New York. Adamson menambahkan bahwa pembeli sering salah berasumsi bahwa segala sesuatu sedang diobral.
Penjual menerapkan taktik yang dapat membuat diskon pada saat Black Friday tampak lebih baik, yakni meningkatkan harga reguler dari suatu barang pada hari-hari sebelum penjualan, atau mereka cuma menjual barang-barang dengan kualitas rendah, seperti televisi yang diproduksi khusus untuk Black Friday.