[Warga mengadu] TKI Nasibmu Kini

Ratusan kali di razia, masih saja tidak bisa membuat para TKI yang mengadu nasib demi sesuap nasi di negeri orang ini jera.

oleh Liputan6 diperbarui 29 Jan 2014, 09:36 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2014, 09:36 WIB
140130atki.jpg
Citizen6, Jakarta: Ratusan kali di razia, masih saja tidak bisa membuat para TKI yang mengadu nasib demi sesuap nasi di negeri orang ini jera.

Membuka Facebook dari seorang teman di Malaysia, di sana terpapar wajah-wajah TKI yang di razia. Mereka ada yang lari ke dalam hutan belantara dan mencoba bertahan hidup selama 3 hingga 5 hari lamanya. Ini dilakukan agar tidak ditahan oleh polisi Malaysia dan dipulangkan balik ke Indonesia.

Satu sisi kehidupan di atas menggambarkan kehidupan para TKI kita di luar negeri, khususnya di negeri jiran Malaysia. Kerajaan atau pemerintahan Malaysia sedang bersih-bersih para pendatang tanpa ijin. Atau istilah mereka 'para pendatang haram' yang bukan hanya warga Indonesia saja, tapi juga dari negara-negara lain seperti Banglades, Nepal, Filipina, dan lain-lain.

Kegiatan bersih-bersih ini biasanya dioperasikan oleh Pemerintah Malaysia setelah amnesti diberikan kepada para pendatang tanpa izin ini. Namun, ada hal yang aneh yang terkadang mengganjal, kenapa amnesti itu harus diberikan berulang-ulang dan terkesan "dimainkan" oleh pihak yang berkepentingan.

Sejak tinggal di Kualalumpur Malaysia dari 2011 hingga 2013, setidaknya ada 3 kali pemberian amnesti dari Pemerintahan Malaysia. Tapi mengapa masih saja selalu bertambah para pendatang tanpa izin ini. Sepertinya kebijakan dua pemerintah bertetangga ini tidak mengena dan terkesan mempermainkan keluar masuknya para TKI yang jelas merupakan bentuk eksploitasi halus kepada para TKI. Atau bisa dikatakan suatu pembiaran terjadinya people smuggling.

Razia sebetulnya terjadi hampir setiap hari dan setiap malam terhadap para pendatang haram di Malaysia. Tapi biasanya sasarannya hanya pada kongsi-kongsi tertentu atau tempat-tempat TKI kita tinggal. Razia seperti ini biasanya selesai on the spot, artinya TKI yang didapati tidak punya dokumen sah, tidak sampai dipulangkan ke negeri asal, asalkan bersedia 'damai' dengan memberi 'upeti' pada para polisi yang ikut merazia.

Lebih parah lagi terkadang oknum polisi ini mencegat para TKI kita di tengah jalan sewaktu mereka pulang dari construction site tempat mereka kerja. Di sana mereka harus memberi uang mulai 50 sampai 100 ringgit (IDR 150 ribusampai IDR 300 ribu atau setara hasil kerjanya seharian berpanas-panasan di atas bangunan) untuk bisa dilepaskan.

Biasanya oknum polisi ini cukup mengancam dengan dua kata "ikut balai" yang arti tersiratnya "kasih uang atau kalau nggak kamu saya bawa ke kantor polisi". Lengkaplah penderitaan mereka.

Lalu apa yang telah dilakukan oleh pihak pemerintah kita dalam hal ini yang diwakili oleh kedutaan RI di Kuala Lumpur atau Konjen kita di Johor, Pulau Pinang, dan Sabah Sarawak? Kalau mereka sudah berbuat sesuatu untuk ini, kenapa hal seperti ini masih terjadi hingga saat ini, hingga menjelang berakhirnya pemerintahan SBY yang hampir berumur 10 tahun lamanya. (mar)

Penulis
Gufron AM : Dosen Indonesia School of Technology and Business (ISTB)
Jakarta, gufron.raixxx@gmail.com
Twitter: @GufronRaihan

Baca juga:
Penggerebekan TKI Ilegal Jangan Insidental
TKI Berpengaruh Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi
Jumhur: KJRI Hongkong Buka Pelayanan KTKLN untuk TKI


Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Mulai 7 Januari sampai 7 Februari 2014 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Warga Mengadu". Ada hadiah dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Caranya bisa disimak di sini.




POPULER

Berita Terkini Selengkapnya