Liputan6.com, Jakarta Setiap orangtua tentu menginginkan pendidikan terbaik bagi sang anak, tak terkecuali pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau penyandang disabilitas.
Ada anggapan menyekolahkan ABK sebaiknya di sekolah umum agar ia dapat bersosialisasi dengan baik dengan anak seusianya. Namun, kemampuannya yang terbatas membuat seolah-olah Sekolah Luar Biasa (SLB) satu-satunya pilihan untuk ABK.
Baca Juga
Lantas, apa pertimbangan yang sebaiknya orangtua ABK perlu ketahui sebelum menyekolahkan si Kecil?
Advertisement
Psikolog Klinis Anak & Remaja Ruang Tumbuh (@ruangtumbuh.id), Selly mengatakan, pertama-tama orangtua ABK perlu mengetahui kondisi anaknya.
"Apabila kondisinya middle-moderate mungkin masih bisa diarahkan dan mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah inklusi. Ada guru pendamping (shadow teacher) yang akan membantu," katanya dalam dalam webinar Understanding Children with Special Needs, ditulis Selasa (13/12/2022).
Sementara jika kondisinya cenderung sedang-berat, maka agak sulit mengikuti sekolah reguler. Namun ABK masih dapat diakomodasi di SLB.
"SLB ada swasta dan negeri. Bisa disesuaikan kondisi dan kesanggupan kondisi anak dan keluarga," katanya.
Selly menerangkan, ABK merupakan anak yang memiliki keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional. Hal ini berpengaruh signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
Untuk itu, ABK memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.
Dua Macam ABK
ABK pun ada yang bersifat sementara (temporer) dan menetap (permanen).
ABK sementara itu mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor eksternal. Contoh: anak mengalami kekerasan, trauma atau masalah pengasuhan.
Sedangkan ABK menetap cenderung mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial dan tingkah laku.
Â
Â
Â
Advertisement
Tanggapan Kemensos
Sebelumnya, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Republik Indonesia, Eva Rahmi Kasim, MDS, menyampaikan, anak dengan disabilitas harus bersekolah di sekolah luar biasa (SLB) adalah pemahaman paradigma lama.
Mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2016 serta turunannya, a nak bisa bersekolah di sekolah khusus, tapi bisa juga di sekolah inklusif atau sekolah umum yang didukung dengan layanan untuk anak berkebutuhan khusus (ABK).
Hal ini memberi peluang yang lebih luas untuk anak dengan disabilitas dapat berinteraksi dengan anak non disabilitas.