Kriminolog: Setiap Korban Kekerasan Seksual Termasuk Anak dan Disabilitas Perlu Mendapat Persamaan Perlakuan

Kriminolog Haniva Hasna menyampaikan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan pada siapa saja termasuk anak-anak dan penyandang disabilitas.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 24 Jan 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2023, 15:00 WIB
FOTO: Kampanye Pencegahan Kekerasan dan Pelecehan Seksual di KRL
Petugas KAI Commuter menandatangani banner kampanye pencegahan tindak kekerasan dan pelecehan seksual di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Rabu (29/6/2022). KAI Commuter melakukan kampanye tersebut untuk menggugah kesadaran masyarakat agar tidak melakukan tindakan kekerasan dan pelecehan seksual di transportasi umum, khususnya KRL. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Kriminolog Haniva Hasna menyampaikan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan pada siapa saja termasuk anak-anak dan penyandang disabilitas.

Korban atau anak yang terindikasi mengalami kekerasan seksual perlu mendapat pendampingan yang tepat. Termasuk pendampingan secara fisik, psikis dan hukum.

Menurut perempuan yang juga pemerhati anak dan keluarga itu, setiap korban perlu mendapat persamaan perlakuan.

“Tanpa melihat kelas sosial, jenis kelamin, disabilitas, bahasa, agama, ras, etnis dan kewarganegaraan,” ujar kriminolog yang karib disapa Iva kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan tertulis belum lama ini.

Hal yang perlu dilakukan adalah memberikan bantuan medis, hingga mendapatkan surat keterangan bahwa korban telah mendapat perlakuan kekerasan. Dengan tanda-tanda yang hanya bisa dijelaskan oleh tim medis sebelum melakukan pelaporan kepada yang berwajib untuk dilakukan visum sesuai perintah.

“Kita sama-sama ketahui bahwa korban perlu mendapat bantuan terkait dengan kondisi fisiknya yang terluka akibat kekerasan yang terjadi.”

Korban juga perlu dirujuk ke tempat perlindungan anak atau badan sosial yang fokus di bidang perlindungan anak. Badan ini biasanya dikelola oleh pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mendapat bantuan dan perlindungan kepada korban.

Saat menangani anak yang terindikasi menjadi korban kekerasan seksual, maka wawancara atau penggalian informasi tidak dapat dilakukan sembarangan.

“Jangan sembarang interview, anak yang terindikasi menjadi korban kekerasan seksual hanya boleh di-interview oleh petugas yang sudah terlatih secara khusus,” kata Iva.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Utamakan Kenyamanan Anak

Korban atau anak yang terindikasi mengalami kekerasan seksual perlu diperlakukan dengan baik. Tidak boleh melakukan hal-hal yang membahayakan sang anak, baik secara fisik maupun psikologis. Seperti berteriak, memaksa untuk bercerita/berbicara, berkata kasar atau menyakiti mereka.

“Utamakan kenyamanan, buat kondisi di mana anak merasa nyaman dan percaya diri untuk menceritakan kisah mereka,” Iva menambahkan.

Anak harus diberikan pengertian bahwa dia sedang dibantu dan dilindungi. Sebaiknya pewawancara juga menunjukkan ketertarikan dalam mendengarkan kisah mereka dan menggunakan teknik-teknik tertentu yang membuat anak tidak merasa diintimidasi.

Tidak melakukan penahanan pada anak, tetapi anak harus ditempatkan di tempat yang aman.

“Semua anak yang terindikasi mendapat kekerasan harus menerima pertolongan, perlindungan, dan dukungan yang sesuai dengan umur mereka.”


Dampak Kekerasan Seksual

Penanganan yang tepat perlu dilakukan karena dampak dari kekerasan seksual tidak main-main.

Banyak dampak berbahaya yang ditimbulkan dari pelecehan seksual pada anak, yaitu dapat berpengaruh pada psikologis, fisik, dan sosialnya, antara lain:

- Anak menjadi pribadi yang tertutup dan tidak percaya diri

- Timbul perasaan bersalah, stres, bahkan depresi

- Timbul ketakutan atau fobia tertentu

- Mengidap gangguan traumatik pasca kejadian (PTSD)

- Susah makan dan tidur, mendapat mimpi buruk

- Terjangkit penyakit menular seksual

- Disfungsi seksual

- Tidak bersosialisasi dengan lingkungan luar

- Mudah merasa takut dan cemas berlebihan

- Prestasi akademik menjadi rendah

- Adanya gangguan psikis, dan bisa menghambat tumbuh-kembang anak

- Di kemudian hari, anak bisa menjadi lebih agresif, berpotensi melakukan tindak kriminal bahkan menjadi calon pelaku kekerasan.


Tergantung pada Frekuensi dan Durasi Kekerasan

Iva menambahkan, dampak yang timbul pada anak tergantung pada frekuensi dan durasi kekerasan yang telah mereka terima.

Semakin sering kekerasan yang diterima, maka trauma yang timbul juga akan semakin besar dan membutuhkan pemulihan jangka panjang.

Untuk mencegah hal-hal mengerikan terjadi pada anak, keluarga terutama orangtua harus berperan aktif dalam mengawasi dan mendidik anak. Anak harus diajarkan batasan-batasan mengenai dirinya.

Pemerintah juga memiliki peran untuk melindungi hak-hak anak dan berkewajiban menangani pelaku.

“Mungkin luka fisik dapat sembuh dalam waktu yang tidak lama. Namun, luka psikis akan terekam oleh anak dalam waktu yang sangat lama. Inilah yang membuat perkembangan fisik dan mental anak juga akan ikut terluka,” kata Iva.

Infografis: Deretan kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan Tahun 2011 (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis: Deretan kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan Tahun 2011 (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya