Kisah Mishal, Penyandang Cerebral Palsy di Makassar yang Giat Lakukan Terapi Meski Ditinggal Orangtua

Almahira Mishall Ramadani adalah anak perempuan berumur lima tahun yang menyandang cerebral palsy (CP) tipe spastic.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 03 Apr 2023, 13:03 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2023, 13:03 WIB
Ilustrasi kursi roda
Kisah Mishal, Penyandang Cerebral Palsy di Makassar yang Giat Lakukan Terapi Meski Ditinggal Orangtua. Ilustrasi kursi roda. Photo by National Cancer Institute on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta Almahira Mishall Ramadani adalah anak perempuan berumur lima tahun yang menyandang cerebral palsy (CP) tipe spastic.

Bocah asal Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan ini lahir di RSUD Sinjai dengan metode sesar pada 15 Juni 2017 dengan berat badan 2,7 kg. Ia sempat mengalami panas tinggi pada umur 10 bulan dan mengharuskannya dirawat di puskesmas selama tiga hari. Begitu demamnya turun, gadis yang akrab disapa Mishal pun dibawa pulang.

Lama setelahnya, nenek Mishal, Minneng, merasa ada yang aneh dengan perkembangan motorik sang cucu. Mishal tidak mengalami perkembangan selayaknya anak-anak seusianya. Dia tidak bisa bergerak bebas, susah payah membolak-balik tubuh saat berbaring, tidak mampu merangkak, otot-otot kaki, leher dan punggungnya sering kejang.

Hingga saat ini, Mishal belum bisa duduk, apalagi berdiri dan berjalan. Kemampuan komunikasi verbalnya pun jauh di bawah anak-anak seusianya. Caranya mengucapkan sesuatu masih sangat terbata-bata dan artikulasinya pun masih kurang jelas. Namun, Mishal mengerti ketika diajak berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal.

Minneng berkisah bahwa begitu Mishal lahir, sang ayah pergi meninggalkan rumah dan keluarga. Ibunya kemudian menikah lagi dan pergi meninggalkan Mishal ketika anak ini berusia dua tahun. Tingga lah gadis disabilitas itu dalam asuhan kakek dan neneknya.

Tak Diperhatikan Orangtua

Menurut pengakuan sang nenek, dia memang tidak memperbolehkan Mishal dibawa lantaran was-was dengan perlakuan yang mungkin akan diterima anak ini nantinya.

“Saya khawatir, anak ini akan jadi beban bagi mereka nanti. Mending kalau bapak tirinya itu bapak yang baik, kalau tidak, kan kasihan. Mengasuh anak seperti ini tidak mudah, butuh perhatian khusus,” kata Minneng mengutip laman resmi Kementerian Sosial, Senin (3/4/2023).

Sejak saat itu, orangtua Mishal tak pernah lagi menjenguknya, kecuali saat pertama kali berangkat ke Makassar untuk menjalani terapi di rumah sakit. Kala itu, sang ibu turut mengantar sampai ke rumah salah seorang kerabat di Makassar. Tiga hari kemudian, sang ibu pulang ke kampung, meninggalkan Mishal bersama sang nenek.

Dapat Bantuan Terapi

Kondisi keluarga Mishal jauh dari kata sejahtera. Sehari-hari mereka hanya mengandalkan hasil kebun seadanya, itu pun harus dibagi dengan orang yang membantu menggarapnya.

Dari tujuh orang yang tinggal serumah dengan Mishal, tak seorang pun yang memiliki pekerjaan tetap. Sang kakek sebagai kepala keluarga pun sudah tidak mampu bekerja akibat gangguan pada saraf tulang belakang.

Dari salah seorang ibu yang juga sedang menemani anaknya (penyandang CP) menjalani terapi di RS, Minneng mendapat informasi tentang Kementerian Sosial.

“Dia bilang, ‘coba saja cari bantuan ke (Kementerian) Sosial. Saya juga ini dibantu dari orang (Kementerian) Sosial’.”

Atas bantuan pemerintah Kabupaten Sinjai, kasus Mishal akhirnya terpantau oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Makassar. Mishal dan neneknya lantas dibawa ke kantor BBPPKS Makassar untuk kemudian menerima layanan residensial. Mishal dan neneknya akan tinggal di asrama dalam lingkungan BBPPKS Makassar selama menjalani terapi.

Setelah Sebulan Jalani Terapi

Sesuai dengan kondisi Mishal, pihak BBPPKS Makassar menganggap bahwa sembari menjalani terapi obat di RS Wahidin, Mishal juga perlu mendapatkan layanan fisioterapi. Oleh karena itu, BBPPKS mengajak Sentra Wirajaya Makassar untuk berkolaborasi.

Mishal tergolong anak yang ceria dan sangat ramah. “Dia suka sekali tertawa. Siapa pun yang panggil, dia pasti senyum,” ungkap Minneng.

Berbeda dengan anak-anak penyandang CP lainnya yang kerap menjerit kesakitan saat otot-ototnya diterapi, Mishal justru lebih sering tertawa lepas saat menjalani fisioterapi, apalagi saat diajak bercanda oleh fisioterapisnya.

Hampir sebulan menjalani fisioterapi, Mishal sudah dapat duduk meski masih perlu ditopang karena otot punggung dan lehernya masih lemah. Tangan kanannya yang dulu kaku kini sudah bisa menggenggam. Kakinya yang selama ini menyilang dan kaku, kini telah bisa digerakkan.

“Alhamdulillah, sekarang sudah banyak perubahan. Berbeda dengan tempat-tempat terapi yang kami datangi sebelumnya,” ujar sang nenek.

Ia pun berharap sang cucu dapat sembuh dan menjalani hidup sebagaimana anak-anak lainnya.

“Anak ini masih bisa ada sampai hari ini, itu artinya Tuhan punya maksud yang terbaik buat dia,” katanya.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya