Liputan6.com, Jakarta Batik tak hanya dilihat sebagai fashion, tetapi juga buah pemikiran dan filosofi. Mendiang Iwan Tirta telah dikenal dalam melestarikan batik Indonesia yang kini diwujudkan Era Soekamto dalam Condrosengkolo.
Dalam filosofi Condrosengkolo, manusia hidup berdampingan dengan alam sehingga penting untuk selalu selaras. Iwan Tirta Private Collection menarasikan keselarasan ini melalui koleksi batik terbarunya.
Menceritakan kisah mengenai keselarasan antara manusia dan alam semesta, Condrosengkolo mengacu pada perhitungan waktu Jawa yang berbasis rotasi bulan. Filosofi ini menggunakan simbolisasi dari angka tahun untuk menggambarkan watak dari tahun tersebut.
Advertisement
Sebanyak 77 looks dikemas apik oleh Creative Director Iwan Tirta Private Collection, Era Soekamto, dalam pertujukan mode yang berlangsung di Jakarta, Rabu (26/4/2017). Pertunjukan bagaikan membawa penonton masuk ke dalam filosofi yang kental dengan budaya Jawa.
Dimulai dari tembang Pangkur Gedong Kuning yang berisi bait-bait puisi tradisional Jawa karya Sunan Kalijaga berisikan mantra penolak bala. Tarian Bedhaya Matah Ati sebagai representasi dua unsur keselarasan yang dikuasai perempuan Jawa.
Kain dengan motif yang didesain Sang Maestro Iwan Tirta disulap menjadi busana-busana bersiluet kekinian. Elemen alam semesta juga menjadi sorotan yang penting dalam fashion show.
Aksara yang didominasi warna-warna biru sebagai perlambangan elemen langit dan dipadukan dengan motif batik Alas-alasan yang tampak seperti rasi bintang. Kombinasi biru dan merah yang mewakili elemen api dan air serasi dengan motif gajah dan naga yang merupakan keseimbangan dalam Dahana-Tirta.
Bawono yang dilambangkan dengan pohon kehidupan hadir dengan warna-warna bumi untuk batik seperti kuning gading, cokelat, dan hitam. Sedangkan Maruta yakni warna-warna cerah seperti ungu, hijau, dan merah.
Didukung dengan lighting dan seni animasi yang atraktif, pertunjukan mode Condrosengkolo menjadi kian menakjubkan.