Mengenal Bahasa Hokkien: Sejarah, Karakteristik, dan Perbedaannya dengan Bahasa Mandarin

Pelajari sejarah, karakteristik unik, dan perbedaan bahasa Hokkien dengan Mandarin. Temukan fakta menarik tentang bahasa Hokkien dan pengaruhnya di Indonesia.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Nov 2024, 07:27 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2024, 07:27 WIB
tiongkok adalah negara
hokkien adalah negara ©Ilustrasi dibuat oleh AI

Liputan6.com, Jakarta Bahasa Hokkien merupakan salah satu cabang dari rumpun bahasa Min Selatan yang berasal dari wilayah Fujian, Tiongkok bagian tenggara. Sejarah bahasa ini dapat ditelusuri hingga lebih dari dua ribu tahun yang lalu, ketika terjadi gelombang migrasi besar-besaran dari utara ke selatan Tiongkok pada masa Dinasti Qin. Para pengungsi dari suku Han yang melarikan diri dari peperangan mulai menetap di wilayah Fujian yang terisolasi, mengembangkan cara komunikasi yang unik dan berbeda dari bahasa-bahasa Tiongkok lainnya.

Perkembangan bahasa Hokkien semakin pesat seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan maritim di kawasan pesisir Fujian pada abad ke-7 hingga ke-13. Pelabuhan-pelabuhan penting seperti Quanzhou (Cuanciu) dan Xiamen (Amoy) menjadi pusat pertukaran budaya dan bahasa, membentuk berbagai dialek Hokkien yang kita kenal saat ini. Seiring berjalannya waktu, para perantau dari Fujian mulai menyebar ke berbagai wilayah di Asia Tenggara, membawa serta bahasa dan budaya mereka.

Di Indonesia sendiri, kehadiran penutur bahasa Hokkien dapat dilacak hingga abad ke-17, ketika banyak pedagang dan perantau Tionghoa mulai menetap di berbagai kota pelabuhan di Nusantara. Mereka membentuk komunitas-komunitas yang kemudian dikenal sebagai peranakan, yang tidak hanya mempertahankan bahasa leluhur mereka tetapi juga mengadaptasinya dengan unsur-unsur lokal, menciptakan varian Hokkien yang unik di setiap daerah.

Karakteristik Unik Bahasa Hokkien

Bahasa Hokkien memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya unik di antara bahasa-bahasa Tionghoa lainnya:

  • Sistem Nada Kompleks: Berbeda dengan bahasa Mandarin yang memiliki 4 nada, Hokkien memiliki sistem 8 nada yang lebih kompleks. Hal ini membuat Hokkien terdengar sangat musikal dan ekspresif bagi telinga yang belum terbiasa.
  • Kosakata Khas: Banyak kata-kata dalam bahasa Hokkien yang tidak ditemukan dalam bahasa Mandarin atau bahasa Tionghoa lainnya. Misalnya, kata "ciak" yang berarti "makan" dalam Hokkien, sementara dalam Mandarin menggunakan kata "chi".
  • Variasi Dialek: Hokkien memiliki banyak variasi dialek yang dapat sangat berbeda satu sama lain. Beberapa dialek utama termasuk Xiamen (Amoy), Quanzhou, Zhangzhou, dan Taiwan Hokkien.
  • Pengaruh Bahasa Asing: Karena sejarah perdagangan maritimnya yang panjang, Hokkien telah menyerap banyak kata serapan dari bahasa-bahasa asing, terutama bahasa Melayu dan bahasa-bahasa Eropa.
  • Sistem Penulisan: Meskipun secara tradisional menggunakan aksara Han, banyak penutur Hokkien modern yang menggunakan sistem romanisasi seperti Pe̍h-ōe-jī (POJ) atau Tâi-lô untuk menuliskan bahasa mereka.

Karakteristik-karakteristik ini tidak hanya membuat Hokkien menjadi bahasa yang kaya dan beragam, tetapi juga mencerminkan sejarah dan budaya masyarakat penuturnya yang telah berinteraksi dengan berbagai bangsa selama berabad-abad.

Perbedaan Utama antara Bahasa Hokkien dan Mandarin

Meskipun keduanya termasuk dalam rumpun bahasa Sinitik, Hokkien dan Mandarin memiliki perbedaan yang signifikan:

  • Sistem Nada: Seperti disebutkan sebelumnya, Hokkien memiliki 8 nada sementara Mandarin hanya memiliki 4 nada. Ini membuat Hokkien lebih sulit dipelajari bagi penutur non-natif.
  • Kosakata: Banyak kata sehari-hari dalam Hokkien yang sangat berbeda dari Mandarin. Misalnya, "saya" dalam Hokkien adalah "goa", sementara dalam Mandarin adalah "wo".
  • Tata Bahasa: Meskipun struktur dasarnya mirip, Hokkien memiliki beberapa perbedaan tata bahasa dengan Mandarin. Contohnya, penggunaan partikel akhir kalimat yang lebih beragam dalam Hokkien.
  • Pengucapan: Hokkien memiliki beberapa bunyi konsonan yang tidak ada dalam Mandarin, seperti bunyi 'b' di awal kata.
  • Variasi Dialek: Hokkien memiliki variasi dialek yang lebih besar dibandingkan dengan Mandarin standar, yang relatif lebih seragam di seluruh Tiongkok.
  • Status Resmi: Mandarin adalah bahasa resmi di Tiongkok dan Taiwan, sementara Hokkien, meskipun banyak digunakan, tidak memiliki status resmi yang sama.

Perbedaan-perbedaan ini membuat seorang penutur Mandarin belum tentu dapat memahami Hokkien, dan sebaliknya. Namun, bagi mereka yang menguasai kedua bahasa, kemampuan ini memberikan wawasan yang unik tentang keragaman budaya dan linguistik Tionghoa.

Peran Bahasa Hokkien di Indonesia

Bahasa Hokkien telah memainkan peran penting dalam membentuk lanskap linguistik dan budaya Indonesia, terutama di kota-kota dengan populasi Tionghoa yang signifikan. Berikut adalah beberapa aspek penting mengenai peran bahasa Hokkien di Indonesia:

  • Bahasa Komunitas: Di beberapa daerah seperti Medan, Pekanbaru, dan Pontianak, Hokkien masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh banyak keluarga Tionghoa-Indonesia.
  • Pengaruh pada Bahasa Indonesia: Banyak kata serapan dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Hokkien. Contohnya termasuk "bakso", "tahu", "cengkih", dan "loteng".
  • Identitas Budaya: Bagi banyak Tionghoa-Indonesia, kemampuan berbahasa Hokkien menjadi penanda identitas budaya yang penting, menghubungkan mereka dengan warisan leluhur.
  • Variasi Lokal: Hokkien di Indonesia telah berkembang menjadi beberapa variasi lokal, seperti Hokkien Medan yang memiliki banyak kata serapan dari bahasa Melayu.
  • Media dan Hiburan: Meskipun penggunaannya dalam media massa terbatas, masih ada program radio dan acara televisi lokal yang menggunakan bahasa Hokkien.
  • Perdagangan: Di beberapa pasar tradisional dan kawasan bisnis, Hokkien masih digunakan sebagai bahasa perdagangan informal.

Meskipun penggunaan bahasa Hokkien di Indonesia telah menurun sejak era Orde Baru, upaya-upaya untuk melestarikan dan menghidupkan kembali bahasa ini terus dilakukan oleh komunitas Tionghoa-Indonesia. Hal ini mencerminkan pentingnya bahasa Hokkien sebagai bagian dari warisan budaya yang kaya dan beragam di Indonesia.

Kosakata Hokkien yang Umum Digunakan di Indonesia

Bahasa Hokkien telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kosakata bahasa Indonesia. Banyak kata-kata yang kita gunakan sehari-hari sebenarnya berasal dari bahasa Hokkien. Berikut adalah beberapa contoh kosakata Hokkien yang umum digunakan di Indonesia:

  • Makanan:
    • Bakso (肉酥 - bah-so): bola daging
    • Tahu (豆腐 - tāu-hū): makanan dari kedelai
    • Kecap (膎汁 - kê-chiap): saus kedelai
    • Mie (麵 - mī): mi
    • Lumpia (潤餅 - lūn-piáⁿ): sejenis makanan yang dibungkus dengan kulit tipis
  • Peralatan dan Benda:
    • Loteng (樓頂 - lâu-téng): ruangan di bagian atas rumah
    • Becak (馬車 - bé-chhia): kendaraan roda tiga
    • Cawan (茶碗 - chá-oáⁿ): mangkuk kecil
    • Kuli (苦力 - khóo-lí): pekerja kasar
    • Teko (茶鍋 - tê-ko): wadah untuk menyimpan teh
  • Istilah Kekerabatan:
    • Engkoh (阿舅 - a-kū): paman
    • Encim (阿嬸 - a-chím): bibi
    • Koko (哥哥 - ko-ko): kakak laki-laki
    • Cici (姊姊 - chí-chí): kakak perempuan
  • Lain-lain:
    • Gua (我 - góa): saya
    • Lu (汝 - lú): kamu
    • Ciak (食 - chia̍h): makan
    • Kongsi (公司 - kong-si): perusahaan atau berbagi
    • Angpau (紅包 - âng-pau): amplop merah berisi uang

Kosakata ini hanyalah sebagian kecil dari banyaknya kata Hokkien yang telah memperkaya bahasa Indonesia. Penggunaan kata-kata ini telah menjadi begitu umum sehingga banyak orang Indonesia mungkin tidak menyadari asal-usulnya dari bahasa Hokkien. Fenomena ini menunjukkan betapa dalamnya pengaruh budaya Tionghoa, khususnya komunitas penutur Hokkien, dalam membentuk bahasa dan budaya Indonesia modern.

Dialek-dialek Utama Bahasa Hokkien

Bahasa Hokkien, sebagai bagian dari kelompok bahasa Min Selatan, memiliki beragam dialek yang berkembang di berbagai wilayah. Meskipun saling dapat dimengerti hingga tingkat tertentu, dialek-dialek ini memiliki karakteristik unik yang mencerminkan sejarah dan perkembangan masing-masing daerah. Berikut adalah beberapa dialek utama bahasa Hokkien:

  • Dialek Xiamen (Amoy):

    Dianggap sebagai standar tidak resmi untuk bahasa Hokkien, dialek ini berasal dari kota pelabuhan Xiamen di Fujian. Banyak sistem romanisasi dan kamus Hokkien didasarkan pada dialek ini. Karakteristik utamanya termasuk pengucapan yang jelas dan intonasi yang relatif datar.

  • Dialek Quanzhou:

    Salah satu dialek tertua dan paling berpengaruh dalam sejarah Hokkien. Quanzhou pernah menjadi pelabuhan terbesar di Tiongkok selama Dinasti Song dan Yuan. Dialek ini memiliki beberapa perbedaan fonologis dengan dialek Xiamen, seperti pengucapan beberapa konsonan dan vokal.

  • Dialek Zhangzhou:

    Memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Hokkien yang dibawa ke luar Tiongkok oleh para perantau. Banyak komunitas Hokkien di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, menggunakan variasi dari dialek ini. Karakteristiknya termasuk beberapa perbedaan tonal dan leksikal dengan dialek Xiamen dan Quanzhou.

  • Hokkien Taiwan:

    Berkembang dari campuran dialek Zhangzhou dan Quanzhou, dengan pengaruh dari bahasa Jepang dan bahasa-bahasa pribumi Taiwan. Memiliki beberapa kata dan ungkapan unik yang tidak ditemukan dalam dialek Hokkien lainnya. Hokkien Taiwan juga telah mengembangkan sistem penulisan romanisasi sendiri yang disebut Tâi-lô.

  • Hokkien Penang:

    Varian yang berkembang di Penang, Malaysia, dan memiliki pengaruh kuat di wilayah Sumatera Utara, Indonesia. Dialek ini memiliki banyak kata serapan dari bahasa Melayu dan bahasa Inggris, mencerminkan sejarah kolonial dan perdagangan di wilayah tersebut.

  • Hokkien Singapura:

    Mirip dengan Hokkien Penang, tetapi dengan lebih banyak pengaruh dari bahasa Inggris dan bahasa Mandarin. Dialek ini telah mengalami standardisasi tertentu melalui penggunaannya di media massa Singapura.

Keberagaman dialek Hokkien ini mencerminkan kekayaan sejarah dan budaya masyarakat penuturnya. Meskipun ada perbedaan, para penutur dialek yang berbeda umumnya masih dapat berkomunikasi satu sama lain, walaupun kadang-kadang memerlukan sedikit penyesuaian. Pemahaman tentang variasi dialek ini penting tidak hanya untuk studi linguistik, tetapi juga untuk memahami dinamika sosial dan budaya komunitas Hokkien di berbagai belahan dunia.

Sistem Penulisan dan Romanisasi Bahasa Hokkien

Bahasa Hokkien, seperti kebanyakan bahasa Tionghoa lainnya, secara tradisional ditulis menggunakan aksara Han (汉字). Namun, karena kompleksitas bahasa lisan Hokkien yang tidak selalu dapat direpresentasikan dengan tepat oleh aksara standar, beberapa sistem penulisan dan romanisasi telah dikembangkan. Berikut adalah penjelasan tentang berbagai sistem yang digunakan:

  • Aksara Han Tradisional:

    Masih digunakan terutama di Taiwan dan oleh beberapa komunitas Hokkien di luar Tiongkok. Namun, banyak kata dalam bahasa Hokkien lisan tidak memiliki karakter Han yang sesuai, sehingga terkadang menggunakan karakter yang diciptakan secara lokal atau kombinasi karakter yang tidak standar.

  • Pe̍h-ōe-jī (POJ):

    Sistem romanisasi yang dikembangkan oleh misionaris Barat pada abad ke-19. POJ sangat populer di Taiwan dan masih digunakan hingga saat ini. Sistem ini mampu merepresentasikan semua bunyi dalam bahasa Hokkien dengan akurat, termasuk 8 nada yang kompleks.

  • Tâi-lô:

    Sistem romanisasi modern yang dikembangkan di Taiwan sebagai penyempurnaan dari POJ. Tâi-lô telah diadopsi sebagai sistem resmi oleh pemerintah Taiwan untuk menuliskan bahasa Hokkien Taiwan.

  • Sistem TLPA (Taiwan Language Phonetic Alphabet):

    Dikembangkan oleh linguis Taiwan, sistem ini menggunakan kombinasi huruf Latin dan simbol fonetik untuk merepresentasikan bunyi-bunyi dalam bahasa Hokkien dengan lebih akurat.

  • Sistem Romanisasi Singapura:

    Digunakan dalam media massa dan pendidikan di Singapura, sistem ini merupakan adaptasi dari sistem romanisasi untuk bahasa Mandarin dengan beberapa modifikasi untuk mengakomodasi bunyi-bunyi khas Hokkien.

  • Penulisan Vernakular:

    Di beberapa komunitas Hokkien, terutama di Indonesia dan Malaysia, sering digunakan sistem penulisan informal menggunakan alfabet Latin yang disesuaikan dengan pengucapan lokal. Sistem ini tidak terstandarisasi dan dapat bervariasi antar individu atau komunitas.

Keberagaman sistem penulisan ini mencerminkan kompleksitas dan variasi dalam bahasa Hokkien, serta konteks sosial-politik di mana bahasa ini digunakan. Meskipun upaya standardisasi terus dilakukan, terutama di Taiwan, tidak ada sistem tunggal yang diterima secara universal oleh semua komunitas penutur Hokkien.

Tantangan dalam penulisan Hokkien juga mencerminkan dilema yang lebih luas dalam pelestarian dan pengembangan bahasa ini di era modern. Di satu sisi, romanisasi memudahkan pembelajaran dan penggunaan bahasa bagi generasi muda dan penutur non-natif. Di sisi lain, penggunaan aksara Han mempertahankan hubungan dengan tradisi literasi Tionghoa yang kaya.

Dalam konteks Indonesia, di mana Hokkien lebih banyak digunakan sebagai bahasa lisan, penulisan sering menggunakan sistem informal yang disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia. Hal ini memudahkan komunikasi tertulis dalam konteks informal, namun juga menimbulkan tantangan dalam standardisasi dan pelestarian bahasa dalam bentuk tertulis.

Upaya Pelestarian dan Revitalisasi Bahasa Hokkien

Meskipun bahasa Hokkien memiliki jutaan penutur di seluruh dunia, bahasa ini menghadapi berbagai tantangan dalam hal pelestarian dan pengembangan, terutama di era globalisasi. Beberapa upaya telah dilakukan untuk melestarikan dan merevitalisasi bahasa Hokkien di berbagai negara:

  • Pendidikan Formal:

    Di Taiwan, bahasa Hokkien (atau Taiwanese) telah dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah sebagai bagian dari program pelestarian bahasa daerah. Beberapa universitas juga menawarkan kursus bahasa Hokkien.

  • Media dan Hiburan:

    Produksi program televisi, radio, dan film dalam bahasa Hokkien, terutama di Taiwan dan Singapura, membantu mempertahankan vitalitas bahasa ini. Di Indonesia, beberapa stasiun radio lokal masih menyiarkan program berbahasa Hokkien.

  • Literatur dan Publikasi:

    Penerbitan buku, majalah, dan materi pembelajaran dalam bahasa Hokkien, baik menggunakan aksara Han maupun sistem romanisasi, membantu memperkaya literatur dalam bahasa ini.

  • Teknologi:

    Pengembangan perangkat lunak pengenalan suara, keyboard, dan aplikasi pembelajaran bahasa Hokkien membantu menjembatani kesenjangan generasi dan memudahkan akses ke bahasa ini di era digital.

  • Komunitas dan Organisasi:

    Berbagai kelompok dan asosiasi di seluruh dunia bekerja untuk mempromosikan dan melestarikan bahasa Hokkien melalui kegiatan budaya, kelas bahasa, dan advokasi.

  • Penelitian Akademis:

    Studi linguistik dan sosiolinguistik tentang bahasa Hokkien membantu dalam dokumentasi dan pemahaman yang lebih baik tentang bahasa ini, mendukung upaya pelestarian.

  • Kebijakan Pemerintah:

    Di beberapa negara seperti Taiwan, ada kebijakan pemerintah yang mendukung penggunaan dan pelestarian bahasa Hokkien sebagai bagian dari warisan budaya.

Di Indonesia, upaya pelestarian bahasa Hokkien menghadapi tantangan unik karena sejarah politik dan sosial yang kompleks. Namun, beberapa inisiatif telah muncul:

  • Komunitas Budaya:

    Beberapa komunitas Tionghoa-Indonesia mengorganisir kelas bahasa Hokkien dan acara budaya untuk mempertahankan penggunaan bahasa ini di kalangan generasi muda.

  • Dokumentasi:

    Upaya untuk mendokumentasikan variasi Hokkien lokal, seperti Hokkien Medan, membantu dalam pelestarian kekayaan linguistik ini.

  • Revitalisasi Melalui Seni:

    Penggunaan bahasa Hokkien dalam pertunjukan seni tradisional dan modern, seperti opera dan musik kontemporer, membantu menjaga relevansi bahasa ini di kalangan generasi muda.

Meskipun menghadapi tantangan, upaya-upaya ini menunjukkan pentingnya bahasa Hokkien sebagai bagian dari warisan budaya yang kaya dan beragam. Pelestarian bahasa ini tidak hanya penting bagi komunitas penuturnya, tetapi juga untuk mempertahankan keragaman linguistik dan budaya dunia.

Kesimpulan

Bahasa Hokkien, dengan sejarahnya yang panjang dan pengaruhnya yang luas, merupakan bagian integral dari warisan budaya Tionghoa dan Asia Tenggara. Dari asal-usulnya di provinsi Fujian hingga penyebarannya ke berbagai belahan dunia, Hokkien telah membuktikan daya tahannya sebagai bahasa yang dinamis dan adaptif.

Karakteristik uniknya, seperti sistem 8 nada dan kosakata khasnya, membedakan Hokkien dari bahasa-bahasa Tionghoa lainnya, termasuk Mandarin. Perbedaan-perbedaan ini tidak hanya menarik dari sudut pandang linguistik, tetapi juga mencerminkan kekayaan sejarah dan pengalaman komunitas penuturnya.

Di Indonesia, pengaruh bahasa Hokkien terlihat jelas dalam banyaknya kata serapan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari bahasa Indonesia sehari-hari. Fenomena ini menunjukkan betapa dalamnya integrasi budaya Tionghoa, khususnya komunitas Hokkien, dalam membentuk identitas budaya Indonesia yang beragam.

Meskipun menghadapi tantangan dalam era globalisasi dan dominasi bahasa-bahasa nasional, upaya-upaya pelestarian dan revitalisasi bahasa Hokkien terus dilakukan. Dari pendidikan formal hingga inisiatif berbasis komunitas, langkah-langkah ini mencerminkan kesadaran akan pentingnya mempertahankan keragaman linguistik dan budaya.

Pada akhirnya, masa depan bahasa Hokkien akan bergantung pada kemampuannya untuk tetap relevan dalam konteks modern, sambil mempertahankan akar budayanya yang kaya. Bagi Indonesia, pelestarian dan pemahaman tentang bahasa Hokkien bukan hanya tentang mempertahankan warisan budaya Tionghoa-Indonesia, tetapi juga tentang menghargai dan merayakan keragaman yang menjadi inti dari identitas nasional kita.

Dengan demikian, studi dan apresiasi terhadap bahasa Hokkien membuka jendela tidak hanya ke dalam sejarah dan budaya Tionghoa, tetapi juga ke dalam narasi yang lebih luas tentang interaksi budaya, migrasi, dan pembentukan identitas di Asia Tenggara dan khususnya Indonesia. Dalam dunia yang semakin terhubung, pemahaman lintas budaya semacam ini menjadi semakin penting, menjadikan pelestarian dan studi bahasa Hokkien sebagai upaya yang tidak hanya berharga secara kultural, tetapi juga relevan secara global.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya