Liputan6.com, Jakarta Zihar merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam karena dapat merusak hubungan suami istri. Namun masih banyak yang belum memahami dengan baik apa sebenarnya arti zihar, hukumnya, serta konsekuensi yang ditimbulkan. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang zihar dari berbagai aspek agar pembaca dapat memperoleh pemahaman yang komprehensif.
Pengertian Zihar dalam Islam
Secara etimologi, kata zihar berasal dari bahasa Arab "zhahr" yang berarti punggung. Sedangkan secara terminologi syariat, zihar didefinisikan sebagai perbuatan seorang suami yang menyamakan istrinya atau bagian tubuh istrinya dengan perempuan yang haram dinikahi selamanya (mahram), seperti ibu atau saudara perempuan.
Contoh ungkapan zihar yang paling umum adalah seorang suami berkata kepada istrinya: "Kamu bagiku seperti punggung ibuku" atau "Bagiku kamu seperti ibuku". Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa suami mengharamkan istrinya bagi dirinya sebagaimana haramnya menikahi ibu kandung.
Para ulama membagi ungkapan zihar menjadi dua jenis:
- Zihar Sharih (jelas): Ungkapan yang secara tegas menyamakan istri dengan mahram, tanpa perlu niat atau maksud tertentu dari suami. Contohnya "Kamu bagiku seperti punggung ibuku".
- Zihar Kinayah (kiasan): Ungkapan yang masih mengandung makna lain selain zihar, sehingga tergantung pada niat suami. Contohnya "Kamu seperti ibuku". Bisa bermakna zihar jika diniatkan demikian, atau bisa juga bermakna memuliakan istri jika tidak ada niat zihar.
Zihar merupakan salah satu bentuk penghinaan terhadap istri karena menyamakannya dengan mahram yang haram dinikahi. Perbuatan ini sangat dicela dalam Islam karena dapat merusak hubungan suami istri dan bertentangan dengan tujuan pernikahan untuk membina keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Advertisement
Sejarah dan Latar Belakang Zihar
Praktik zihar sudah ada sejak zaman jahiliyah sebelum datangnya Islam. Pada masa itu, zihar merupakan salah satu cara bagi suami untuk menceraikan istrinya. Ketika seorang suami mengatakan ungkapan zihar kepada istrinya, maka otomatis terjadi perceraian dan istri menjadi haram baginya selamanya.
Salah satu peristiwa zihar yang terkenal dan menjadi sebab turunnya ayat Al-Qur'an tentang zihar adalah kasus Khaulah binti Tsa'labah yang dizihar oleh suaminya, Aus bin Shamit. Khaulah kemudian mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW karena merasa dizalimi. Peristiwa inilah yang menjadi latar belakang turunnya ayat-ayat tentang zihar dalam Al-Qur'an surah Al-Mujadilah.
Islam kemudian datang untuk memperbaiki praktik zihar yang merugikan kaum perempuan ini. Zihar tetap diharamkan, namun tidak lagi otomatis menyebabkan perceraian. Islam memberikan kesempatan bagi suami untuk menarik kembali ucapannya dan menebus kesalahannya melalui kafarat zihar. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi institusi pernikahan dan berupaya menjaga keutuhannya.
Hukum Zihar dalam Islam
Para ulama sepakat bahwa zihar hukumnya haram dan termasuk dosa besar dalam Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surah Al-Mujadilah ayat 2:
Â
Artinya: "Orang-orang yang menzihar istrinya di antara kamu (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun." (QS. Al-Mujadilah [58]: 2)
Ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa zihar merupakan perkataan yang mungkar (tercela) dan dusta. Allah SWT mengecam keras perbuatan zihar karena dapat merusak hubungan suami istri dan bertentangan dengan fitrah manusia.
Selain itu, zihar juga bertentangan dengan tujuan pernikahan dalam Islam untuk membina keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Menyamakan istri dengan mahram yang haram dinikahi merupakan bentuk penghinaan yang dapat melukai perasaan istri.
Meski demikian, Islam memberikan jalan keluar bagi suami yang terlanjur melakukan zihar untuk menarik kembali ucapannya dan memperbaiki hubungan dengan istrinya melalui kafarat zihar. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi institusi pernikahan dan berupaya menjaga keutuhannya.
Advertisement
Konsekuensi Melakukan Zihar
Zihar memiliki konsekuensi serius dalam hubungan suami istri, antara lain:
1. Haram Berhubungan Suami Istri
Setelah mengucapkan zihar, suami diharamkan untuk berhubungan intim dengan istrinya sampai ia membayar kafarat zihar. Hal ini berlaku baik untuk hubungan seksual maupun sentuhan-sentuhan yang mengarah ke sana. Larangan ini bertujuan agar suami menyadari keseriusan perbuatannya dan tidak menganggap remeh ucapan zihar.
2. Wajib Membayar Kafarat
Suami yang melakukan zihar wajib membayar kafarat (denda/tebusan) jika ingin kembali menggauli istrinya. Kafarat zihar harus dibayarkan sebelum suami kembali berhubungan intim dengan istri. Hal ini merupakan bentuk penebusan dosa dan pembelajaran bagi suami agar tidak mengulangi perbuatan tersebut.
3. Dosa Besar
Zihar termasuk dosa besar dalam Islam karena merupakan perkataan mungkar dan dusta, serta dapat menyakiti perasaan istri. Suami yang melakukan zihar harus bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Ia juga perlu meminta maaf kepada istrinya atas ucapan yang menyakitkan tersebut.
4. Merusak Hubungan Suami Istri
Zihar dapat merusak keharmonisan rumah tangga karena menyakiti perasaan istri. Diperlukan upaya serius untuk memperbaiki hubungan setelah terjadinya zihar. Suami perlu menunjukkan penyesalan dan komitmen untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut, sementara istri diharapkan dapat memaafkan dan memberi kesempatan kedua.
Kafarat Zihar: Cara Menebus Kesalahan
Kafarat zihar adalah denda atau tebusan yang wajib dibayarkan oleh suami yang melakukan zihar jika ingin kembali menggauli istrinya. Berdasarkan Al-Qur'an surah Al-Mujadilah ayat 3-4, kafarat zihar terdiri dari tiga pilihan yang harus dilakukan secara berurutan sesuai kemampuan:
1. Memerdekakan Budak
Pilihan pertama adalah memerdekakan seorang budak yang beriman. Namun di zaman sekarang yang sudah tidak ada perbudakan, pilihan ini sulit dilakukan. Oleh karena itu, para ulama kontemporer menyarankan untuk menggantinya dengan membebaskan orang dari perbudakan modern seperti membantu korban perdagangan manusia atau membebaskan orang dari jeratan hutang.
2. Puasa Dua Bulan Berturut-turut
Jika tidak mampu memerdekakan budak, maka wajib berpuasa selama dua bulan berturut-turut tanpa jeda. Jika terpaksa berbuka di tengah-tengah karena alasan syar'i seperti sakit atau haid, maka harus mengulang dari awal. Puasa ini harus dilakukan sebelum suami kembali menggauli istrinya.
3. Memberi Makan 60 Orang Miskin
Pilihan terakhir jika tidak mampu berpuasa adalah memberi makan 60 orang miskin. Setiap orang miskin diberi makanan sebanyak satu mud (sekitar 6 ons) atau senilai dengannya. Pemberian makanan ini bisa dilakukan sekaligus atau bertahap, namun tetap harus mencukupi 60 orang.
Kafarat zihar harus dibayarkan sebelum suami kembali menggauli istrinya. Jika suami tetap menggauli istri sebelum membayar kafarat, maka ia berdosa dan tetap wajib membayar kafarat. Urutan pilihan kafarat ini menunjukkan prioritas dalam Islam, yaitu membebaskan orang dari penindasan, melatih kesabaran diri, dan berbagi dengan sesama.
Advertisement
Perbedaan Zihar dan Talak
Meski sama-sama dapat memisahkan suami istri, zihar dan talak memiliki beberapa perbedaan mendasar:
1. Definisi
Zihar adalah menyamakan istri dengan mahram, sedangkan talak adalah melepaskan ikatan pernikahan. Zihar lebih bersifat penghinaan terhadap istri, sementara talak adalah pemutusan hubungan pernikahan.
2. Hukum
Zihar hukumnya haram, sementara talak hukumnya makruh (dibenci tapi boleh) dalam kondisi normal. Islam sangat membenci perceraian meski membolehkannya sebagai jalan terakhir.
3. Konsekuensi
Zihar tidak memutuskan ikatan pernikahan, hanya mengharamkan hubungan suami istri sampai dibayar kafarat. Talak dapat memutuskan ikatan pernikahan jika sudah jatuh talak tiga. Zihar masih memberi kesempatan untuk memperbaiki hubungan, sementara talak tiga sudah final.
4. Cara Rujuk
Setelah zihar, suami cukup membayar kafarat untuk kembali menggauli istri. Setelah talak, suami harus melakukan rujuk atau akad nikah baru (jika sudah talak tiga). Proses rujuk setelah talak lebih kompleks dibanding setelah zihar.
5. Masa Iddah
Zihar tidak mewajibkan masa iddah bagi istri. Talak mewajibkan istri menjalani masa iddah. Masa iddah setelah talak bertujuan memastikan kekosongan rahim dan memberi kesempatan rujuk.
Cara Mencegah Terjadinya Zihar
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya zihar antara lain:
1. Mengendalikan Emosi
Zihar seringkali terjadi karena suami tidak mampu mengendalikan emosi saat marah. Penting bagi suami untuk belajar mengelola emosi dengan baik. Beberapa teknik yang bisa dipraktikkan antara lain menarik nafas dalam-dalam, menghitung sampai sepuluh, atau mengalihkan perhatian ke hal lain saat merasa emosi memuncak.
2. Memahami Konsekuensi Zihar
Dengan memahami betapa beratnya konsekuensi zihar, diharapkan suami akan lebih berhati-hati dalam berucap. Suami perlu menyadari bahwa ucapan zihar bukan hanya menyakiti istri, tapi juga membawa dampak hukum dan spiritual yang serius.
3. Menjaga Lisan
Suami harus senantiasa menjaga lisannya agar tidak mengucapkan kata-kata yang menyakitkan istri, apalagi sampai melakukan zihar. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa diam lebih baik daripada berkata-kata yang tidak bermanfaat. Suami bisa berlatih untuk selalu berpikir sebelum berbicara, terutama saat sedang emosi.
4. Menghormati Istri
Suami yang menghormati dan menghargai istrinya akan cenderung tidak melakukan zihar yang merupakan bentuk penghinaan. Suami perlu memandang istri sebagai partner hidup yang setara, bukan objek yang bisa direndahkan. Sikap saling menghormati akan menciptakan hubungan yang harmonis.
5. Komunikasi yang Baik
Membangun komunikasi yang baik antara suami istri dapat mencegah kesalahpahaman yang berpotensi memicu zihar. Pasangan perlu belajar untuk mengungkapkan perasaan dan kebutuhan masing-masing dengan cara yang positif, serta mendengarkan dengan empati. Komunikasi yang terbuka dan jujur akan mengurangi risiko terjadinya konflik.
Advertisement
Dampak Psikologis Zihar pada Pasangan
Zihar dapat menimbulkan dampak psikologis yang serius bagi pasangan, terutama istri, antara lain:
1. Trauma
Istri yang mengalami zihar dapat mengalami trauma psikologis karena merasa direndahkan dan disamakan dengan mahram suami. Trauma ini bisa mempengaruhi kepercayaan diri dan pandangan istri terhadap dirinya sendiri. Dalam kasus yang parah, istri mungkin memerlukan bantuan profesional untuk mengatasi trauma.
2. Hilangnya Kepercayaan
Zihar dapat menghilangkan kepercayaan istri kepada suami karena merasa tidak dihargai sebagai pasangan. Kepercayaan yang sudah rusak akan sulit dipulihkan dan membutuhkan waktu serta upaya yang konsisten dari suami untuk memperbaikinya.
3. Stres dan Depresi
Perasaan direndahkan dan ketidakpastian hubungan akibat zihar dapat memicu stres bahkan depresi pada istri. Gejala-gejala seperti kesedihan berkepanjangan, kehilangan minat, gangguan tidur, atau perubahan nafsu makan mungkin muncul sebagai akibat dari zihar.
4. Menurunnya Harga Diri
Istri yang dizihar dapat mengalami penurunan harga diri karena merasa tidak berharga di mata suami. Hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan istri, termasuk interaksi sosial dan performa di tempat kerja.
5. Keretakan Rumah Tangga
Jika tidak ditangani dengan baik, zihar dapat menyebabkan keretakan bahkan kehancuran rumah tangga. Istri mungkin merasa tidak sanggup lagi melanjutkan hubungan dengan suami yang telah melakukan zihar, terutama jika hal tersebut terjadi berulang kali.
Pandangan Ulama tentang Zihar
Para ulama sepakat bahwa zihar hukumnya haram. Namun terdapat beberapa perbedaan pendapat dalam beberapa hal detail, antara lain:
1. Objek Zihar
Mayoritas ulama berpendapat zihar hanya berlaku jika suami menyamakan istri dengan mahram yang haram dinikahi selamanya. Namun sebagian ulama membolehkan zihar dengan menyamakan istri dengan wanita lain yang bukan mahram. Perbedaan ini berimplikasi pada cakupan perbuatan yang dianggap sebagai zihar.
2. Niat dalam Zihar Kinayah
Sebagian ulama berpendapat zihar kinayah tetap dianggap zihar meski tanpa niat, sementara ulama lain mensyaratkan adanya niat zihar. Hal ini berpengaruh pada penentuan apakah suatu ungkapan termasuk zihar atau bukan dalam kasus-kasus yang tidak eksplisit.
3. Hukum Menyentuh Istri Sebelum Kafarat
Mayoritas ulama mengharamkan suami menyentuh istri sebelum membayar kafarat. Namun Imam Syafi'i membolehkan sentuhan selain hubungan intim. Perbedaan ini berdampak pada batasan interaksi suami istri setelah terjadinya zihar.
4. Urutan Kafarat
Sebagian ulama mewajibkan urutan kafarat sesuai yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Namun ada pula yang membolehkan memilih salah satu dari tiga pilihan kafarat. Perbedaan ini berpengaruh pada fleksibilitas pelaksanaan kafarat zihar.
Advertisement
Pertanyaan Seputar Zihar
1. Apakah zihar otomatis menyebabkan perceraian?
Tidak. Zihar tidak otomatis menyebabkan perceraian, melainkan hanya mengharamkan hubungan suami istri sampai suami membayar kafarat. Berbeda dengan masa jahiliyah, Islam memberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan melalui kafarat.
2. Bagaimana jika suami tidak mampu membayar kafarat?
Jika benar-benar tidak mampu, suami tetap harus berusaha semampunya untuk membayar kafarat. Ia bisa meminta bantuan keluarga atau bersedekah semampunya. Yang terpenting adalah adanya upaya dan niat baik untuk menebus kesalahan.
3. Apakah istri bisa melakukan zihar kepada suami?
Tidak. Zihar hanya berlaku jika dilakukan suami kepada istri, tidak sebaliknya. Hal ini karena zihar terkait dengan hak suami untuk menggauli istri, bukan sebaliknya.
4. Berapa lama batas waktu membayar kafarat zihar?
Tidak ada batas waktu tertentu, namun sebaiknya disegerakan agar suami istri bisa kembali berhubungan. Semakin cepat kafarat dibayarkan, semakin baik untuk keharmonisan rumah tangga.
5. Apakah zihar bisa dibatalkan?
Zihar tidak bisa dibatalkan begitu saja. Suami tetap wajib membayar kafarat jika ingin kembali menggauli istrinya. Namun suami bisa menarik kembali ucapannya dan meminta maaf kepada istri sebagai langkah awal perbaikan hubungan.
Kesimpulan
Zihar merupakan perbuatan yang dilarang keras dalam Islam karena dapat merusak hubungan suami istri. Meski demikian, Islam memberikan jalan keluar melalui kafarat zihar bagi suami yang terlanjur melakukannya. Pemahaman yang baik tentang zihar diharapkan dapat mencegah terjadinya praktik ini sehingga terwujud keluarga yang harmonis sesuai tuntunan Islam.
Pasangan suami istri hendaknya senantiasa menjaga ucapan dan perilaku agar tidak sampai melakukan zihar yang berdampak buruk bagi rumah tangga. Jika terlanjur terjadi, suami harus segera bertaubat, membayar kafarat, dan berupaya memperbaiki hubungan dengan istri. Sementara istri diharapkan dapat memberi maaf dan kesempatan kedua jika suami menunjukkan penyesalan yang tulus.
Pada akhirnya, kunci utama pencegahan zihar adalah kesadaran akan pentingnya saling menghormati dan menjaga perasaan pasangan dalam kehidupan berumah tangga. Dengan pemahaman yang benar tentang zihar dan komitmen untuk menghindarinya, pasangan Muslim dapat membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah sesuai ajaran Islam.
Advertisement
