Liputan6.com, Jakarta Melihat anak muntah terus-menerus tentu membuat orangtua cemas. Muntah pada anak memang umum terjadi dan biasanya tidak berbahaya. Namun, jika berlangsung lama atau disertai gejala lain, bisa jadi tanda masalah kesehatan yang perlu penanganan medis. Kenali berbagai penyebab, gejala, cara menangani, serta pencegahan muntah pada anak dalam artikel lengkap ini.
Penyebab Utama Anak Muntah Terus
Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan anak mengalami muntah berulang, antara lain:
1. Infeksi Saluran Pencernaan
Penyebab paling umum anak muntah terus adalah infeksi virus atau bakteri pada saluran pencernaan, yang dikenal sebagai gastroenteritis atau flu perut. Virus rotavirus, norovirus, dan adenovirus sering menjadi penyebabnya. Infeksi ini menyebabkan peradangan pada lambung dan usus sehingga memicu mual dan muntah.
Gejala gastroenteritis biasanya muncul 12-48 jam setelah terinfeksi. Selain muntah, anak juga dapat mengalami diare, demam ringan, sakit perut, dan kehilangan nafsu makan. Kondisi ini umumnya membaik dalam 2-3 hari tanpa pengobatan khusus.
2. Keracunan Makanan
Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri seperti E. coli, Salmonella, atau Staphylococcus dapat menyebabkan keracunan makanan. Gejala biasanya muncul beberapa jam hingga 1-2 hari setelah makan makanan yang tercemar.
Selain muntah, anak dapat mengalami mual, kram perut, diare, demam, dan lemas. Keracunan makanan umumnya sembuh sendiri dalam 1-3 hari, namun penting untuk mencegah dehidrasi selama proses pemulihan.
3. Alergi atau Intoleransi Makanan
Reaksi alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu dapat memicu muntah pada anak. Makanan yang sering menyebabkan alergi antara lain susu sapi, telur, kacang-kacangan, gandum, kedelai, ikan, dan kerang. Gejala biasanya muncul dalam beberapa menit hingga 2 jam setelah mengonsumsi makanan pemicu.
Selain muntah, reaksi alergi makanan dapat disertai gatal-gatal, pembengkakan bibir atau lidah, sesak napas, dan dalam kasus berat dapat menyebabkan syok anafilaksis. Penting bagi orangtua untuk mengenali tanda-tanda alergi makanan dan menghindari pemicu yang diketahui.
4. Infeksi Saluran Pernapasan
Infeksi saluran pernapasan seperti flu, sinusitis, atau bronkitis dapat menyebabkan anak muntah akibat lendir yang mengalir ke tenggorokan. Batuk yang parah juga dapat memicu refleks muntah. Selain itu, demam tinggi yang sering menyertai infeksi pernapasan dapat menyebabkan mual dan muntah.
5. Migrain
Meski jarang, migrain dapat menjadi penyebab muntah berulang pada anak. Sekitar 10% anak usia sekolah pernah mengalami migrain. Selain sakit kepala, gejala migrain pada anak dapat berupa mual, muntah, sensitif terhadap cahaya dan suara.
6. Appendisitis
Radang usus buntu atau appendisitis dapat menyebabkan muntah disertai nyeri perut yang parah, terutama di bagian kanan bawah. Kondisi ini memerlukan penanganan medis segera dan biasanya membutuhkan tindakan operasi.
7. Obstruksi Usus
Penyumbatan atau obstruksi pada usus dapat menyebabkan muntah terus-menerus. Kondisi ini bisa disebabkan oleh intususepsi (bagian usus yang masuk ke bagian lainnya), hernia, atau perlengketan usus pasca operasi. Obstruksi usus merupakan kondisi darurat yang memerlukan penanganan medis segera.
Advertisement
Gejala yang Menyertai Muntah pada Anak
Selain muntah, perhatikan gejala lain yang mungkin menyertai, seperti:
- Diare
- Demam
- Sakit perut atau kram
- Kehilangan nafsu makan
- Lemas dan lesu
- Rewel atau mudah tersinggung
- Sakit kepala
- Pusing
- Dehidrasi (mulut kering, kurang buang air kecil, mata cekung)
Gejala-gejala tersebut dapat membantu mengidentifikasi penyebab muntah dan menentukan penanganan yang tepat. Perhatikan juga frekuensi, volume, dan warna muntahan anak.
Cara Menangani Anak yang Muntah Terus
Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menangani anak yang mengalami muntah:
1. Jaga Hidrasi
Hal terpenting saat anak muntah adalah mencegah dehidrasi. Berikan cairan dalam jumlah sedikit tapi sering. Mulai dengan 1 sendok teh setiap 5-10 menit, lalu tingkatkan perlahan jika anak dapat menahannya. Pilihan cairan yang baik:
- Air putih
- Larutan oralit
- ASI untuk bayi yang masih menyusu
- Sup atau kaldu bening
Hindari minuman manis atau berkarbonasi yang dapat memperparah mual. Jika anak menolak minum, berikan es loli yang dibuat dari cairan rehidrasi.
2. Istirahatkan Sistem Pencernaan
Beri jeda 30-60 menit setelah muntah sebelum memberikan makanan atau minuman. Ini memberi waktu lambung untuk tenang. Setelah itu, mulai dengan makanan ringan dan mudah dicerna seperti:
- Biskuit tawar
- Roti panggang
- Nasi tim
- Pisang
- Apel parut
Hindari makanan berlemak, pedas, atau sulit dicerna hingga muntah benar-benar berhenti.
3. Berikan Obat Sesuai Anjuran Dokter
Untuk anak di atas 2 tahun, dokter mungkin meresepkan obat antimuntah seperti ondansetron. Namun penggunaan obat ini harus sesuai petunjuk dokter. Jangan memberikan obat tanpa konsultasi medis terlebih dahulu.
4. Kompres Dingin
Kompres dingin di dahi atau tengkuk dapat membantu meredakan mual. Gunakan handuk yang dibasahi air dingin atau es yang dibungkus handuk.
5. Posisikan Anak dengan Nyaman
Saat muntah, miringkan kepala anak atau posisikan setengah duduk untuk mencegah tersedak. Setelah muntah, biarkan anak beristirahat dengan posisi yang nyaman.
6. Jaga Kebersihan
Bersihkan area mulut dan wajah anak setelah muntah. Ganti pakaian yang kotor. Cuci tangan dengan sabun untuk mencegah penyebaran infeksi.
Advertisement
Langkah Pencegahan Muntah pada Anak
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah muntah pada anak:
1. Praktikkan Kebersihan yang Baik
- Biasakan anak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, setelah dari toilet, atau setelah bermain di luar
- Cuci buah dan sayur sebelum dikonsumsi
- Masak makanan hingga matang sempurna, terutama daging, telur, dan seafood
- Simpan makanan pada suhu yang tepat
2. Hindari Kontak dengan Orang Sakit
Jaga jarak dari orang yang sedang mengalami gejala muntah atau diare untuk mencegah penularan infeksi.
3. Imunisasi
Pastikan anak mendapatkan imunisasi lengkap sesuai jadwal, termasuk vaksin rotavirus yang dapat mencegah infeksi penyebab muntah dan diare.
4. Kenali dan Hindari Pemicu Alergi
Jika anak memiliki alergi makanan, identifikasi dan hindari makanan pemicu. Baca label makanan dengan teliti.
5. Berikan Makanan Sesuai Usia
Untuk bayi, perkenalkan makanan padat secara bertahap sesuai usia. Hindari memberikan makanan yang berisiko tersedak.
6. Cegah Mabuk Perjalanan
Jika anak rentan mabuk perjalanan:
- Berikan makanan ringan sebelum perjalanan
- Hindari membaca atau menonton layar saat kendaraan bergerak
- Dudukkan anak di kursi depan atau tengah mobil
- Buka jendela untuk sirkulasi udara
Kapan Harus Membawa Anak ke Dokter
Segera bawa anak ke dokter jika mengalami:
- Muntah yang berlangsung lebih dari 24 jam
- Tanda-tanda dehidrasi (mulut kering, tidak buang air kecil selama 6-8 jam, menangis tanpa air mata)
- Muntah darah atau muntahan berwarna hijau
- Nyeri perut yang parah atau perut membengkak
- Demam tinggi (di atas 39°C)
- Lesu atau sulit dibangunkan
- Sakit kepala parah disertai kaku leher
- Muntah setelah cedera kepala
Untuk bayi di bawah 3 bulan yang muntah, sebaiknya segera konsultasi ke dokter karena risiko dehidrasi yang lebih tinggi.
Advertisement
Mitos dan Fakta Seputar Muntah pada Anak
Mitos: Anak muntah pasti karena masuk angin
Fakta: Meski masuk angin bisa menyebabkan mual, penyebab muntah pada anak lebih sering karena infeksi virus atau bakteri.
Mitos: Anak muntah harus dipuasakan
Fakta: Memberi jeda makan 30-60 menit setelah muntah memang baik, tapi setelahnya anak perlu asupan cairan dan makanan ringan untuk mencegah dehidrasi.
Mitos: Susu formula menyebabkan muntah pada bayi
Fakta: Jika diberikan dengan cara dan jumlah yang tepat, susu formula tidak menyebabkan muntah. Namun beberapa bayi mungkin sensitif terhadap protein susu sapi.
Mitos: Obat antimuntah aman diberikan pada semua anak
Fakta: Obat antimuntah hanya boleh diberikan sesuai resep dokter. Beberapa jenis tidak aman untuk anak di bawah usia tertentu.
Mitos: Anak muntah selalu butuh antibiotik
Fakta: Sebagian besar penyebab muntah adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan jika ada infeksi bakteri.
Pertanyaan Umum Seputar Anak Muntah
Berapa lama biasanya muntah pada anak berlangsung?
Muntah akibat infeksi virus biasanya berlangsung 1-3 hari. Jika lebih dari 24 jam dan disertai gejala lain, sebaiknya konsultasi ke dokter.
Apakah anak boleh tidur setelah muntah?
Ya, istirahat penting untuk pemulihan. Pastikan anak tidur dengan posisi miring untuk mencegah tersedak jika muntah kembali.
Bagaimana cara membedakan muntah dan gumoh pada bayi?
Gumoh adalah keluarnya sebagian kecil susu dari mulut bayi setelah menyusu, biasanya tanpa tenaga. Muntah lebih kuat dan volume yang keluar lebih banyak.
Apakah muntah bisa menular?
Jika penyebabnya adalah infeksi virus atau bakteri, muntah bisa menular melalui kontak dengan cairan tubuh penderita. Penting menjaga kebersihan untuk mencegah penyebaran.
Kapan anak boleh kembali ke sekolah setelah muntah?
Umumnya anak boleh kembali ke sekolah 24-48 jam setelah gejala muntah dan diare berhenti, dan tidak ada demam.
Advertisement
Kesimpulan
Muntah pada anak merupakan gejala yang umum terjadi dan biasanya tidak berbahaya. Penyebab tersering adalah infeksi virus pada saluran pencernaan yang akan membaik dalam beberapa hari. Namun, penting bagi orangtua untuk memahami penyebab, gejala yang menyertai, serta cara penanganan yang tepat.
Langkah utama dalam menangani anak muntah adalah menjaga hidrasi, memberikan istirahat pada sistem pencernaan, serta memantau gejala lain yang mungkin muncul. Jika muntah berlangsung lama, disertai tanda dehidrasi, atau gejala mengkhawatirkan lainnya, jangan ragu untuk segera membawa anak ke dokter.
Pencegahan melalui praktik kebersihan yang baik, imunisasi lengkap, serta pemberian makanan yang sesuai dapat membantu mengurangi risiko anak mengalami muntah. Dengan pemahaman yang tepat dan penanganan yang cepat, orangtua dapat membantu anak melewati episode muntah dengan lebih nyaman dan aman.
