Kekerasan di Irak: Tobat atau Mati

Kekerasan di kawasan utara Irak seperti menjadi bagian dari cerita bersambung yang belum akan memasuki babak akhir.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 13 Jun 2014, 10:45 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2014, 10:45 WIB
Kekerasan di Irak: Tobat atau Mati!
Kekerasan di kawasan utara Irak seperti menjadi bagian dari cerita bersambung yang belum akan memasuki babak akhir.

Liputan6.com, Baghdad Kekisruhan di Irak semakin merebak. Setelah berabad-abad menjadi kawasan tarik-menarik antara mazhab-mazhab yang bersengketa, kekerasan di kawasan utara Irak seperti menjadi bagian dari cerita bersambung yang belum akan memasuki babak akhir.

ISIS, kelompok Al Qaeda yang telah merebak di Irak bagian utara, mengeluarkan daftar peraturan yang harus ditaati oleh para penduduk, termasuk perintah “bertobat atau mati”. Demikianlah kabar yang dikutip dari The Telegraph, 12 Juni 2014.

Negeri Islam Irak dan al-Sham (ISIS) telah menerbitkan daftar aturan bagi penduduk Mosul dalam upayanya menerapkan syariat Islam di kota tersebut.

Dengan menyebutkan nama kota itu sesuai namanya di masa lalu, Niniwe, kelompok itu mengatakan bahwa mereka telah mengeluarkan perintah yang jelas bagi penduduk kota itu dan sekitarnya.

Pertama-tama, kepada yang menanyakan tentang siapa mereka sesungguhnya dan mau apa dengan semua ini, mereka mengatakan, “Kami adalah para tentara Islam dan kami melakukan tanggungjawab kami untuk mengembalikan kehormatan khilafah Islamiyah.”

Semua kaum muslim di kota itu telah diperintahkan untuk pergi ke masjid untuk melakukan salat lengkap.

Kelompok itu juga menegaskan telah menyita uang sejumlah hampir US$429 juta dari Bank Irak cabang Mosul, tapi mengatakan bahwa mereka bisa dipercaya menangani uang sebanyak itu. Siapapun anggota yang melanggar janji itu akan dipotong tangannya “Dilarang ada narkoba, alkohol, dan rokok,” tambahnya.

Juga dilarang berkumpul dalam jumlah berapapun selain yang diatur oleh ISIS. Tidak boleh ada senjata yang bukan dipegang oleh anggota-anggota kelompok itu.

Semua kepala suku dan syekh di daerah itu diperingatkan untuk tidak bekerjasama dengan negara.

Dalam suatu peringatan kepada polisi, tentara, dan badan-badan ‘kafir’ lainnya, pilihan yang tersedia adalah untuk bertobat atau mati. Kelompok itu juga mengatakan akan membuka “tempat-tempat khusus” untuk pertobatan itu.

Selanjutnya, kelompok itu menyatakan bahwa semua tugu, makam, dan monumen akan dihancurkan. Terakhir, semua wanita harus berpakaian dengan pakaian tertutup demi kepantasan. Kaum wanita hanya boleh keluar rumah “seperlunya saja.”

Dikatakan bahwa kota itu sudah pernah mereka-reka percobaan sekuler dengan rezim republik kelompok Baath, dan juga dengan pemerintahan “Safavid” di Baghdad yang mendapat dukungan Iran. “Sekaranglah saatnya untuk negara Islam,” demikian tertulis dalam suatu catatan yang ditandatangani oleh Abu Bakr El Qurashi. (Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya