ISIS 'Membajak' Justin Bieber

ISIS merilis video mengerikan menggunakan hashtag atau tagar #JustinBieber di twitter. Waspada, ada tujuan di balik itu.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 23 Jan 2016, 21:03 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2016, 21:03 WIB
Justin Bieber
sumber foto: Instagram Justin Bieber

Liputan6.com, Canberra - Kelompok teror ISIS atau ISIL atau Daesh punya divisi online yang mumpuni. Tak hanya memproduksi video eksekusi sadis dalam format HD dan menyebarkan propaganda, mereka juga membajak sejumlah situs dan akun sosial media. Salah satunya milik penyanyi tenar Justin Bieber.

ISIS merilis video mengerikan menggunakan hashtag atau tagar #JustinBieber di twitter. Diduga, itu adalah bagian dari plot agar propaganda organisasi militan itu menyebar ke jutaan orang -- kebanyakan kaum muda -- yang menjadi pengikut sang megastar asal Kanada tersebut di jagat maya.

Justin Bieber punya hampir 74 juta follower di Twitter.


Diduga kuat ISIS sedang berupaya menyebarkan pengaruh mereka, untuk mendapatkan lebih banyak pengikut dari kalangan muda.

Video berjudul "Message to Islamic West" tersebut disebar dengan menggunakan hashtag #ISIS, #ISIL, juga #facebook.

Dalam rekaman berdurasi 15 menit dipertontonkan adegan sadis, termasuk eksekusi 4 pria, yang ditembak dari belakang kepala, dalam jarak dekat, saat mereka berlutut di tanah dalam kondisi tangan terikat.

Juga ada tayangan bomber ISIS yang bersiap melakukan serangan bunuh diri menggunakan mobil sarat bahan peledak, diakhiri dengan ledakan dahsyat.

Video itu juga sarat propaganda yang dikhwatirkan akan memikat kaum muda untuk bergabung dengan ISIS.

ISIS membajak akun Justin Bieber (Twitter)



Video tersebut dirilis setelah muncul peringatan dari Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, bahwa kampanye online melawan ISIS harus ditingkatkan.

"Pemerintah Irak dan kekuatan anti-ISIS yang lain tak bereaksi cepat untuk melawan kampanye ISIL di internet yang digunakan untuk merekrut anggota baru dan melemahkan mental lawan mereka," kata PM Turnbull seperti Liputan6.com kutip dari Straits Times, Sabtu (23/1/2016).

The Soufan Group, lembaga layanan keamanan intelijen yang bermarkas di New York, dalam laporan yang dirilis bulan lalu menyebut, rekruitmen ISIS bergantung pada media sosial.

Dalam laporan berjudul Foreign Fighters, yang dipublikasikan pada Juni 2014, lembaga itu mengidentifikasi 12 ribu militan asing dari 81 negara yang bergabung dengan ISIS.

"Dalam waktu 18 bulan, meski ada upaya internasional untuk melawan ISIS dan membendung aliran pendukungnya ke Suriah, jumlah militan asing yang bergabung lebih dari dua kali lipat," demikian ujar laporan itu. Itu berkat kampanye organisasi mengerikan itu di dunia maya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya