Australia Kuak Isi SMS dan E-mail Jessica Terdakwa Kopi Sianida

Dokumen Australia yang berisi informasi rahasia Jessica Wongso telah diserahkan ke kepolisian Indonesia. Akankah titik terang ditemukan?

oleh Citra Dewi diperbarui 09 Agu 2016, 13:03 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2016, 13:03 WIB
Jessica Wongso
Jessica Wongso di persidangan PN Jakarta Pusat

Liputan6.com, Canberra - Kepolisian Australia atau Australian Federal Police (AFP) telah menyerahkan dokumen berisi informasi mengenai Jessica Wongso, terdakwa kasus pembunuhan Mirna Salihin, atau yang dikenal luas sebagai kasus kopi sianida.

Dokumen itu menyebut bahwa Jessica diduga menderita masalah kesehatan mental yang serius.

Jessica merupakan warga negara Indonesia yang telah tinggal di Australia selama tujuh tahun. Dalam satu kesempatan, ia berlibur ke Jakarta dan bertemu dengan Mirna, teman semasa kuliah di Billy Blue Design College, Sydney.

Kasus pembunuhan yang terjadi pada 6 Januari 2016 itu hingga kini masih belum menemui titik terang karena Kejaksaan Indonesia belum menemukan bukti cukup.

Menteri Kehakiman Australia, Michael Keenan, menyetujui pemindahtanganan dokumen AFP di mana terdapat rincian perilaku Jessica yang dinilai labil dan buruk selama setahun sebelum perempuan 27 tahun itu menjadi terdakwa pembunuhan.

Dokumen yang didapatkan oleh ABC 7.30--program TV nasional Australia-berisi laporan intelijen polisi rahasia yang merinci adanya empat kali percobaan bunuh diri oleh Jessica hingga ia memerlukan perawatan.

Dalam dokumen itu juga disebut Jessica pernah melakukan perilaku yang mengancam rekan kerjanya, mengalami kecelakaan akibat alkohol, dan menjadi korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh mantan kekasihnya.

Selain itu, dokumen tersebut juga menyebut bahwa Jessica diduga melakukan vandalisme, tapi tak ada cukup bukti untuk menuntutnya. Tak hanya itu, terdapat pesan singkat (SMS) bernada mengkhawatirkan yang dikirim Jessica kepada teman dan rekannya.

Rekaman kamera CCTV Cafe Olivier dipertontonkan di Pengadilan

Dalam sebuah pesan, ia memberi tahu temannya bahwa ia akan kabur dari Negeri Kanguru untuk menghindari biaya hukum dan denda 15.000 dolar Australia atau Rp 150,2 juta.

"Aku bisa memakai uang itu untuk liburan yang epik. Memiliki lisensi (SIM) baru di mana saja tempat ayahku memiliki kekuasaan. Daripada memberikan uang kepada para polisi bodoh," isi pesan singkat itu seperti dikutip dari ABC, Selasa (9/8/2016).

Dalam pesan lain Jessica menulis, "Aku ditekan lagi dan aku akan memberontak lagi."

Selain SMS, terdapat e-mail yang dikirim oleh Jessica ke seorang rekannya di Australia tiga minggu setelah ia menjadi tersangka pembunuhan.

"Aku pergi ke luar negeri karena orang-orang terus menggangguku dan orang tertentu membuatku terus berada dalam kesulitan," tulis Jessica.

"Aku tak yakin apa yang telah kulakukan sehingga aku menerima semua ini."

"Namun itu tak berakhir di sana. Bahkan ketika di luar negeri dan jauh dari semua orang, aku masih mengalami persoalan. Jadi sekali lagi. Aku kalah dalam pertempuran," ujarnya.

Tanggapan Pengacara Jessica atas Dokumen AFP

Tanggapan Pengacara Jessica Atas Dokumen AFP

Polisi di Jakarta menggunakan dokumen dari kepolisian Australia untuk menguatkan dugaan mereka terhadap Jessica. Mereka telah menyatakan secara terbuka, bahwa terdakwa sering berurusan dengan polisi di Australia.

Sementara itu pengacara Jessica, Yudi Wibowo, mengatakan dokumen itu telah disalahgunakan oleh polisi.

"Sebuah laporan ke polisi Australia telah diperlakukan sebagai kejahatan oleh polisi Indonesia, itu merupakan penyalahgunaan," ujar Yudi kepada ABC 7.30.

Yudi juga mengatakan bahwa jaksa menyebut adanya hukuman mati, meskipun terdapat jaminan dari pemerintah Indonesia bahwa Jesscia tak akan dihukum mati jika terbukti bersalah.

Pengacara Jessica Kumala Wongso, Yudi Wibowo Sukinto memberika keterangan saat kunjungi Polda Metro Jaya, Jakarta, (30/1). Yudi mengataka kliennya tidak melarikan saat memilih untuk menginap di suatu hotel. (Liputan6.com/JohanTallo)

Menteri Kehakiman Michael Keenan menyetujui adanya bantuan dari AFP setelah Indonesia berjanji bahwa hukuman mati tak berlaku dalam kasus ini.

Namun pengadilan mengatakan kepada ABC 7.30, pemerintah Indonesia tak memiliki kekuatan untuk memenuhi janji itu, karena yang memutuskan adalah hakim.

"Ya, mereka mencari hukuman mati, dan tugasku sebagai pengacara adalah mencoba menghindari hukuman mati dan membebaskannya, karena tak ada bukti yang cukup," ujar Yudi.

Hingga saat ini belum ditemukan cukup bukti atas kasus pembunuhan Mirna. Hal tersebut membuat dokumen AFP menjadi penting.

"Mirna Takut dengan Jessica"

Sementara, suami Mirna, Arief Soemarko mengaku yakin bahwa Jessica bersalah atas pembunuhan tersebut.

Arief mengatakan, Mirna takut terhadap Jessica setelah sempat berdebat pada tahun 2014.

Wayan Mirna dan Arief Soemarko tampak sedang di sebuah kapal. (Via: instagram.com/ariefsoemarko)

"Setiap kali Mirna mau bertemu dengan Jessica, ia selalu memintaku atau temannya untuk pergi bersamanya," ujar Arief kepada ABC 7.30.

"Ia tak nyaman jika hanya sendirian dengannya. Ia (Jessica) berperilaku aneh," imbuhnya.

"Kami hanya ingin keadilan untuk Mirna. Ia merupakan orang tersayang yang direnggut secara tiba-tiba dari kami," tutur Arief.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya