Ridwan Kamil Ungkap Jurus Gaet Kaum Gen Z untuk Perdagangan Karbon Via Komunitas dan Media Sosial

Perihal strategi meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam perdagangan karbon khususnya kaum Gen Z, pria yang karib disapa Kang Emil ini menyebut jalur komunitas sebagai salah satu kuncinya. Berikut ini alasannya.

oleh Alya Felicia Syahputri Diperbarui 01 Mar 2025, 19:31 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2025, 19:31 WIB
Ridwan Kamil mantan gubernur Jawa Barat 2018-2023 di acara Climate Talk, Bisnis Karbon, Solusi Atau Perangkap Bagi Indonesia. (Liputan6.com/Alya Felicia Syahputri)
Ridwan Kamil mantan gubernur Jawa Barat 2018-2023 di acara Climate Talk, Bisnis Karbon, Solusi Atau Perangkap Bagi Indonesia. (Liputan6.com/Alya Felicia Syahputri)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Perubahan iklim masih menjadi tantangan global yang mendesak. Perjanjian Kyoto 1997 dan Perjanjian Paris 2015 dirancang untuk menekan laju emisi gas rumah kaca. Namun, implementasi kedua perjanjian ini masih jauh dari optimal dalam memperbaiki kondisi lingkungan secara global.

Salah satu solusi yang mulai diterapkan adalah mekanisme ekonomi berbasis karbon, yakni kredit karbon dan perdagangan karbon. Indonesia, sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, memiliki peran strategis dalam mitigasi perubahan iklim. Kombinasi teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) atau Penangkapan dan Penyimpanan Karbon serta inisiatif lain diharapkan mampu mengurangi emisi karbon secara signifikan.

Kredit karbon memungkinkan individu, perusahaan, maupun negara untuk mengkompensasi emisi mereka dengan mendanai proyek-proyek yang mampu menyerap atau mengurangi karbon. Setiap kredit karbon mewakili satu ton emisi karbon dioksida yang berhasil dicegah atau diserap dari atmosfer. Sementara itu, perdagangan karbon memungkinkan kredit karbon diperjualbelikan di pasar, memberi kesempatan bagi negara dan perusahaan untuk mengambil langkah konkret dalam pengelolaan emisi.

Jika kebiasaan ini terus berkembang, masyarakat akan lebih sadar terhadap lingkungan dengan cara yang mudah dan populer.

Ridwan Kamil selaku Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Daerah Penghasil Migas (ADPM) periode 2020-2025 kemudian buka suara soal tiga golongan masyarakat dalam menghadapi masalah karbon.

"Pertama, mereka yang menghasilkan karbon tetapi tidak peduli. Kedua, mereka yang sadar akan emisi karbonnya dan mengkompensasinya. Ketiga, mereka yang menciptakan solusi untuk menyerap karbon,"  papar Ridwan Kamil kepada Liputan6.com di acara Climate Talk, Bisnis Karbon, Solusi Atau Perangkap Bagi Indonesia beberapa waktu lalu.

Kesadaran ini sejatinya harus terus didorong agar diterapkan masyarakat luas. Untuk itu, edukasi mengenai dampak perubahan iklim dan pentingnya mengurangi emisi karbon harus terus disebarluaskan melalui berbagai platform, termasuk media sosial, seminar, dan kampanye lingkungan.

Selain edukasi, keterlibatan aktif pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat lokal juga sangat dibutuhkan dalam menciptakan kebijakan serta program berkelanjutan. Dengan kerja sama semua pihak, perubahan perilaku menuju gaya hidup rendah karbon diharapkan dapat benar-benar diwujudkan.

Perihal strategi meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam perdagangan karbon khususnya kaum Gen Z,  pria yang karib disapa Kang Emil ini menyebut jalur komunitas sebagai salah satu kuncinya.

Di Indonesia, kata Kang Emil, budaya berkumpul dan membangun komunitas yang kuat dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran akan isu karbon dan lingkungan. Misalnya, komunitas pencinta sepeda yang tersebar di berbagai kota dapat menjadi wadah efektif dalam kampanye pengurangan emisi karbon. "Dengan pendekatan komunitas, isu lingkungan bisa lebih mudah diterima oleh masyarakat," ujar Ridwan Kamil.

Dari sinilah, jelas Kang Emil, muncul gagasan untuk membentuk "Komunitas Peduli Karbon" atau "Komunitas Peduli Iklim" yang menghimpun berbagai elemen masyarakat, mulai dari pegiat lingkungan, kreator konten, hingga media. Dengan mengandalkan solidaritas dan semangat kebersamaan yang sudah mengakar dalam budaya lokal.

Komunitas ini dapat menjadi katalisator perubahan menyebarkan informasi, mengedukasi publik, serta mendorong aksi nyata dalam menekan dampak perubahan iklim.

"Jadi, poin saya adalah basisnya komunitas. Komunitas itu tidak ada paksaan, selama dia peduli, apapun profesinya, apapun power nya, silahkan bergabung. Ada power of knowledge, ada power of influencing seperti saya, ada power media, power capital, dan sebagainya. Kita bisa berkumpul dalam satu komunitas peduli itu. Mungkin itu cara saya untuk membuat isu ini lebih merakyat dan lebih populer secara luas," tutur Kang Emil.

Untuk menggaet kaum Gen Z ikut serta dalam perdagangan karbon, Ridwan Kamil yang merupakan mantan Gubernur Jawa Barat periode 2018–2023, juga menekankan pentingnya pemanfaatan media sosial. "Tiktoker tidak hanya joget-joget, tapi bisa juga mengedukasi. Misalnya, ‘Yuk, tanya ke kafe, mana kompensasi karbonnya?’ Hal sederhana seperti ini bisa mengubah pola pikir masyarakat," ucap Kang Emil.

Dengan berbagai inisiatif ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam energi hijau dan mitigasi perubahan iklim di tingkat global. Namun, keberhasilan upaya ini bergantung pada kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam mengadopsi gaya hidup rendah karbon serta mendukung regulasi yang lebih ketat terhadap emisi karbon.

Ke depan, Ridwan Kamil berharap perdagangan karbon dapat menjadi kebiasaan yang diterapkan secara luas oleh individu, komunitas, maupun sektor bisnis. "Jangan sampai hanya oligarki dan korporasi besar yang mendapatkan keuntungan dari perdagangan karbon. Kita ingin masyarakat kecil juga bisa merasakan manfaatnya," pungkasnya.Dengan berbagai inisiatif ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam energi hijau dan mitigasi perubahan iklim di tingkat global. Namun, keberhasilan upaya ini bergantung pada kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam mengadopsi gaya hidup rendah karbon serta mendukung regulasi yang lebih ketat terhadap emisi karbon.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya