10 Fakta Bangsawan yang Mandi Darah Perawan demi 'Cantik Abadi'

Countess Elizabeth Bathory de Ecsed adalah salah satu pembunuh berantai paling kejam. Ternyata kisah hidupnya lebih sadis.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 12 Sep 2016, 20:27 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2016, 20:27 WIB
Countess Elizabeth Bathory de Ecsed
Countess Elizabeth Bathory de Ecsed menjadi perempuan pertama yang diberi gelar 'pembunuh berantai' (Wikimedia)

Liputan6.com, Jakarta - Nama Erzsebet Bathory atau Countess Elizabeth Bathory de Ecsed tercatat sebagai salah satu pembunuh berantai paling terkenal sepanjang sejarah.

Kisah kekejamannya melegenda. Bangsawan tinggi Kerajaan Hungaria itu dijuluki 'Countess Berdarah'.

Perempuan itu, beserta tiga kaki tangannya dituduh menyiksa dan membantai ratusan gadis, jumlahnya antara 100 hingga 650 orang -- entah berapa pastinya -- antara tahun 1585 hingga 1610. Countess Elizabeth konon mandi dengan darah para korbannya.

Ia meyakini, darah perawan akan membuatnya memiliki kecantikan abadi.

Perilaku sadis Countess Elizabeth terus dikenang melintasi zaman, bahkan bermetamorfosis. Sejumlah orang bahkan menduga, novel 'Dracula' karya Bram Stoker pada 1897 terinspirasi kisah sadis itu.

Namun, tak banyak yang tahu, ada sejumlah fakta yang lebih mengerikan dari kebiasaannya mandi darah perawan. Apakah itu?

Berikut 10 fakta Countess Elizabeth Bathory seperti Liputan6.com kutip dari Listverse, Senin (12/9/2016):

Hamil di Luar Nikah

1. Saksi Mata Kekejaman

Tak banyak yang tahu soal apa yang terjadi pada masa kecil Bathory. Namun, sebuah insiden mungkin mengenalkannya pada sisi kejam dunia.

Ketika ia masih jadi bocah perempuan, berusia 6-11 tahun, datang kelompok penghibur gipsi untuk menghibur keluarganya.

Kala itu beredar kabar bahwa salah satu dari orang gipsi tersebut menjual anak-anaknya ke Turki. Karena saat itu Hungaria berperang dengan Turki, pria itu dianggap sebagai musuh dan divonis mati.

Bathory mendengar teriakan penuh amarah dan kutukan sepanjang malam. Hari berikutnya, ia menyelinap pergi dari penjagaan para pengasuhnya untuk melihat eksekusi.

Seekor kuda dibunuh dan dibelah. Para tentara kemudian menjejalkan terpidana yang masih hidup ke dalam perut kuda, hanya kepala orang tersebut yang dibiarkan keluar, lalu menjahitnya.

Seperti itu eksekusi yang biasa dilakukan pada era Romawi Kuno -- yang kemudian membiarkan bangkai kuda itu di bawah terik matahari.

Tak terbayangkan penderitaan terpidana yang ada di dalamnya saat bangkai kuda itu terurai.

2. Hamil di Luar Nikah

Menjadi kebiasaan pada Abad ke-16 untuk menikahkan anak-anak yang masih bau kencur.

Pada usia 10 atau 11 tahun, Bathory bertunangan dengan Ferenc Nadasdy -- yang usianya 5 atau 15 tahun lebih tua.

Countess Elizabeth Bathory de Ecsed saat masih muda (Bussinesinsider.my)

Setahun sebelum menikah, Bathory hamil, anak dari seorang pemuda desa yang berprofesi sebagai petani.

Setelah melahirkan, ia 'membuang' bayinya ke keluarga lain, untuk menghindari masalah dalam pernikahannya.

Bathory kemudian menikahi Nadasdy pada usia 15 tahun. Tak berapa lama kemudian, suaminya dikirim ke medan perang melawan Turki.

Perempuan itu pun sendirian, dan kala itu ia bisa melakukan apapun yang ia inginkan.

Diyakini, pada saat itulah mula-mula Bathory mulai bersikap kejam pada para para pembantu dan petani yang tinggal di tanah miliknya.

Penyiksaan Sadis

3. Bukan Pembunuh Biasa

Elizabeth Bathory bukan pembunuh biasa, tergolong 'unik'. Ia adalah perempuan pertama yang diketahui sebagai pembunuh berantai, juga satu-satunya wanita pembunuh berantai yang menghabisi korbannya untuk kepentingan seksual dan sadistik -- tanpa pengaruh dari pasangan laki-laki yang dominan.

Pembunuhan yang dilakukan Bathory tidak dimotivasi oleh keinginan untuk berkuasa atau faktor politik -- hal-hal yang biasa mendasari seorang bangsawan perempuan untuk melakukan pembunuhan.

Bathory membunuh demi kesenangan dan melakukannya tanpa penyesalan.

Ia diyakini membunuh sekitar 50-650 gadis. Makin biadab kematian korbannya, makin besar kepuasan yang ia rasakan.

4. Penyiksaan Biadab

Bathory tidak hanya terdorong untuk mandi darah perawan, ia merasa adalah kebutuhannya untuk menyiksa para korbannya.

Untuk memenuhi kesenangannya yang biadab itu, ia punya kamar khusus penyiksaan di dalam kastilnya yang disebut 'Her Ladyship’s Torture Chamber'.

Countess Elizabeth Bathory de Ecsed (Wikipedia)

Kekejaman yang tak terbayangkan dilakukannya pada korban-korbannya, para gadis muda. Terkadang, ia mengigit korbannya hingga tewas, atau merobek mulut mereka dengan kedua tangannya.

Lain kali, ia membakar korbannya dengan cara yang terlalu kasar untuk dilukiskan.

Pada musim dingin, ia mengeluarkan korbannya yang tanpa busana ke halaman kastil -- di mana air dingin diguyurkan ke tubuh mereka.

Atau air panas disiramkan ke gadis-gadis malang itu, hanya agar kulit mereka yang terkelupas 'mirip tomat' yang melepuh memuaskan nafsu Bathory.

Sosok Ibu yang Baik?

5. Ibu yang Baik

Pada era Bathory siapapun yang tak sederajat dianggap sebagai properti dan bisa dienyahkan. Sebaliknya, mereka yang dianggap berstatus tinggi akan diperlakukan sesuai kelasnya.

Maka tak mengherankan, jika Bathory dianggap istri yang baik dan penuh kasih untuk Nadasdy. Juga ibu yang sempurna bagi anak-anak mereka.

Satu dekade pertama pernikahan mereka belum dikaruniai anak karena Nadasdy dikirim ke medan perang.

Namun, akhirnya perempuan itu melahirkan tiga anak perempuan dan satu putra -- Anna, Ursula, Katherina, dan Paul.

Bertolak belakang dengan kekejamannya, Countess Elizabeth Bathory de Ecsed dianggap ibu yang baik bagi anak-anaknya (Pinterest)

Dalam surat-surat yang dikirimkan ke kerabatnya, Bathory bicara dengan penuh kasih tentang suami dan anak-anaknya.

Mereka diperlakukan sangat baik, terutama jika dibandingkan bagaimana perempuan itu memperlakukan bangsawan yang lebih rendah dan petani yang tinggal di atas tanahnya.

Anak-anak pasangan tersebut mungkin tak tahu perilaku kejam sang ibu. Bisa jadi mereka dititipkan ke kerabat.

Juga ada laporan bahwa suami Bathory juga menikmati kekejaman yang dilakukannya kepada para hamba. Satu-satunya perbedaan nyata dengan istrinya adalah, ia 'hanya' menyiksa para korbannya, tidak sampai membunuhnya.

6. Kisah Tragis Pola

Selama bertahun-tahun, Bathory dibantu sejumlah orang dalam melakukan tindakan sadisnya. Selama persidangan sejumlah mantan kaki tangannya, terkuaklah kisah tragis Pola.

Menurut pengakuan para terdakwa, Pola adalah gadis petani berusia 12 tahun yang bekerja di kastil Bathory. Tak tahan dengan kekejaman yang ia saksikan, Pola akhirnya kabur namun tertangkap tak lama kemudian.

Bathory marah bukan kepalang pada bekas pembantunya itu. Dengan bantuan Ficzko, orang bertubuh pendek, ia menyiksa Pola dengan yang dimasukkan ke kandang yang diayunkan ke arah paku logam yang menjorok.

Mengincar Darah Gadis Bangsawan

7. Penahanan Bathory

Darah para perawan desa dirasa kurang bagi Bathory. Demi mendapat darah yang menurutnya lebih berkualitas, ia mengincar darah para gadis bangsawan rendahan, menculik mereka untuk dijadikan korban.

Keluarga bangsawan rendahan memang tak punya banyak uang, namun mereka masih punya benang merah dengan penguasa.

Hal tersebut menjadi bumerang baginya. Hilangnya gadis-gadis bangsawan dengan cepat mendapatkan perhatian di kalangan kaum darah biru. Kabar itu pun sampai ke telinga raja.

Tanggal 30 Desember 1610, pasukan tentara dibawah pimpinan Palatine Georgy Thurzo, yang merupakan sepupu Bathory sendiri, menyerbu kastil Cachtice di malam hari. Atas titah Raja Hungaria.

Ilustrasi vampir (i-Stock)

Sesampainya di sana, mereka semua terkejut melihat pemandangan yang mengerikan. Mayat seorang gadis yang pucat kehabisan darah tergeletak di atas meja makan, seorang lainnya yang masih hidup namun sekarat ditemukan terikat di tiang dengan kedua urat nadinya disayat hingga meneteskan darah.

Di bagian penjara ditemukan belasan gadis yang sedang ditahan menunggu giliran dibunuh. Kemudian di ruang basement ditemukan lebih dari 50 mayat yang sebagian besar sudah mulai terurai.

Thurzo disebut menemukan daftar nama korban di meja Bathory -- diduga mereka adalah para gadis yang dihabisi secara kejam. Ada 650 nama yang tertera di sana.

8. Nasib Jasad Para Korban

Menghabisi 650 manusia, orang pun bertanya-tanya ke mana Bathory menyingkirkan jasad para korbannya.

Ia awalnya diduga mencoba memberikan korbannya pemakaman yang 'sepatutnya' para para gadis malang itu dengan menyerahkannya pada seorang pendeta Protestan untuk memakamkannya di halaman gereja.

Kematian mereka, pihak Bathory mengklaim, dikarenakan sebab yang tak diketahui.

Belakangan, pemuka agama curiga karena kematian demi kematian kerap terjadi. Ia menolak untuk memakamkan jasad kiriman Bathory.

Perempuan sadis itu pun berusaha mencari cara. Selain menguburkan korbannya di lantai ruang nawah tanah, sejumlah gadis malam dimakamkan di sekitar kastil, termasuk di taman.

Bangsawan kejam itu juga dibuang ke ladang, sungai, dan di lokasi rahasia.

Makin banyak jasad manusia yang tewas akibat kekejamannya, makin sulit untuk menyembunyikan mereka. Itu mungkin jadi alasan mengapa banyak bagian jenazah yang ditemukan di dalam dinding kastilnya.

Kebal Hukum

9. Tak Pernah Disidang

Jelas, Elizabeth Bathory adalah pembunuh berdarah dingin. Namun, meski para kaki tangannya dihadapkan ke pengadilan dan divonis berat, ia tak pernah diperkarakan.

Sebagai bangsawan tinggi ia kebal hukum. Ia kemudian dijadikan tahanan rumah.

Salah satu versi menyebut, Bathory ingin disidangkan. Namun, jika ia dinyatakan bersalah, semua tanah miliknya harus diserahkan ke kerajaan.

Agar segala harta tetap jadi milik keluarganya, maka para kerabatnya memaksanya tetap tinggal di dalam kastil.

Akhirnya, hanya para pembantunya yang divonis. Ficzko dinyatakan bersalah dan dihukum penggal. Sementara, Dorottya Szentes dan Ilona Jo dinyatakan sebagai penyihir. Keduanya dibakar hidup-hidup.

Sementara  Erszi Majorova dieksekusi, dan Katarina Beneczky dipenjara seumur hidup.

10. Inspirasi Drakula

Vlad III, Pangeran Wallachia mungkin bukan satu-satunya inspirasi Bram Stoker menciptakan tokoh horornya yang tenar sepanjang masa, Drakula.

Banyak sejarawan berpendapat, kisah Elizabeth Bathory ikut andil dalam penciptaan karakter tersebut.

Apalagi, ada sejumlah keterangan yang menyebut, Bathory menggigit dan memakan daging korbannya. Tak hanya mandi darah, perempuan itu juga konon mengisap cairan yang keluar dari luka korbannya.

Countess Elizabeth Bathory de Ecsed (Wikipedia)

Lebih jauh lagi, Bathory yang punya kaitan dengan Transylvania bahkan memiliki hubungan kekerabatan dengan Vlad III melalui perkawinan.

Kecantikan, juga orientasi seksualnya yang biseksual, mungkin juga menginspirasi sosok vampir.

Bahkan penampilannya cocok dengan gambaran vampir perempuan -- bola mata coklat tua, paras cantik, rambut hitam berkilau, dan lekuk tubuh yang feminin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya