Presiden Palestina: Mendiang Shimon Peres Adalah Mitra Perdamaian

Mantan Presiden Israel dan aktivis perdamaian dunia, Shimon Peres, meninggal dunia pada Rabu pagi waktu setempat.

oleh Nurul Basmalah diperbarui 28 Sep 2016, 23:21 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2016, 23:21 WIB
Mantan Presiden Israel
Shimon Peres (Reuters)

Liputan6.com, Yerusalem - Shimon Peres, mantan Presiden Israel, meninggal dunia pada Rabu (28/9/2016) di usia 93 tahun. Ia meninggal akibat stroke yang diderita dua minggu belakangan.

Sosok Peres dikenal sebagai seorang pahlawan politik Israel yang terus berjuang untuk mewujudkan hubungan erat antara negaranya dan Palestina.

Pria 93 tahun itu akan terus dikenal dalam sejarah perkembangan Israel dan dunia. Dia berperan aktif dalam negosiasi Oslo Peace Accords 1993 atau Perjanjian Oslo.

Tidak hanya itu, seperti yang dikutip dari Theconversation.com, Rabu (28/9/2016),Peres juga memenangkan penghargaan bersama dengan Perdana Menteri Israel kala itu Yitzak Rabin dan Yasser Arafat -- yang saat itu menjabat sebagai Ketua Organisasi Liberal Palestina.

Menanggapi berita meninggalnya pria yang telah bergulat dalam politik Israel selama 70 tahun itu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas ikut menyampaikan duka. Menurutnya, Shimon Peres merupakan mitra dalam memperjuangkan perdamaian.

"Dia berupaya dengan gigih untuk mencapai perdamaian. Tidak hanya pada 1993 di Oslo, tapi hingga saat-saat terakhir hidupnya," kata Presiden Abbas.

Sementara itu, di jalur Gaza, pemimpin kelompok militan Hamas juga ikut mengomentari meninggalnya Shimon Peres.

"Meninggalnya Peres merupakan akhir dari fase okupasi dalam sejarah dan awal dari masa kelemahan Israel," kata juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, seperti dikutip dari Independent.co.uk.

Peres meninggal pada Rabu pagi waktu setempat akibat komplikasi stroke di sebuah rumah sakit di dekat Tel Aviv. Penghormatan untuk negarawan senior Israel peraih Hadiah Nobel Perdamaian 1994 itu berdatangan dari seluruh penjuru dunia.

"Dia (Shimon) adalah seorang jenius berhati besar. Dia menggunakan kelebihan yang dimilikinya untuk membayangkan rekonsiliasi pada masa depan, bukannya konflik ... dunia damai yang saling berbagi dan peduli, bukannya ilusi perdamaian dan kebenaran," kata mantan Presiden AS, Bill Clinton dan capres AS Hillary Clinton dalam sebuah surat pernyataan.

"Pengkritik menyebut Peres sang pemimpi. Dia adalah pemimpi yang cerdas hingga akhir," kata suami istri Clinton itu.

Selama proses perdamaian Oslo, Peres yang mendukung solusi dua negara (two states solution) berpendapat bahwa Israel seharusnya mengakui Palestina sebagai mitra negosiasi.

"Palestina adalah tetangga terdekat kita, tidak ada alasan untuk tidak menjadikan mereka teman terdekat kita," kata Shimon Peres kala masih hidup. 

Perjanjian Oslo menyebabkan terbentuknya Otoritas Palestina, dan kesepakatan untuk bekerja  sama menuju rekonsiliasi terkait isu-isu seperti permukiman Israel di Tepi Barat, status Yerusalem, dan hak Palestina atas tanah yang mereka klaim sebelum Perang 1948.

Selain itu Peres juga mendirikan Peres Centre for Peace, yang mendemonstrasikan hidup berdampingan antara Israel-Palestina. Program tersebut bahkan tetap berjalan hingga Shimon Peres menutup mata untuk selamanya.

Sementara itu, beberapa tahun terakhir sebelum Peres meninggal, dia meninggalkan kesan yang lebih rumit dalam benak warga Palestina.

Karier Peres di Kementerian Pertahanan Israel mendapatkan kritik pedas dari media pro Palestina.

Khususnya terkait kebijakan Shimon Peres untuk membuat program senjata nuklir. Dukungannya pada pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat juga menuai tanggapan pedas.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya