Liputan6.com, Banjul - Pernah merantau ke Inggris dan kerja jadi satpam, Adama Barrow pulang ke Gambia. Ia membangun bisnis properti yang sukses, kemudian berhasil merebut kekuasaan dari seorang presiden yang sudah lebih dari dua dekade memerintah.
Namun, lawannya, Yahya Jammeh tak rela dilengserkan dari jabatannya -- atas kehendak rakyat sekalipun. Upaya terakhir pemimpin regional Afrika Barat meyakinkan sang petahana untuk mundur gagal.
Jammeh menuntut hasil pemilu dibatalkan dengan dalih adanya kesalahan dalam proses pemilihan umum.
Advertisement
Demi keselamatan jiwanya, Economic Community Of West African States (ECOWAS) meminta Adama Barrow berlindung di negara tetangga, Senegal. Ia bahkan tak bisa menghadiri pemakaman putra bungsunya yang tewas digigit anjing.
Kini, Barrow juga tak bisa pulang ke Gambia untuk dilantik. Seperti dikutip dari BBC, Kamis (19/1/2017), lewat akun media sosialnya, ia mengaku akan disumpah sebagai presiden di kedutaan besar negaranya di Senegal.
Dalam pesannya, ia juga mengundang masyarakat umum untuk menghadiri acara tersebut.
Sebenarnya, pasukan militer Afrika Barat telah ditempatkan di perbatasan, siap memaksa dilakukannya suksesi pemerintahan di Gambia -- destinasi wisata pantai populer di kalangan turis Eropa.
Badan keamanan PBB juga mendukung intervensi tersebut, yang diupayakan Senegal dan ECOWAS.
Konflik Bakal Pecah?
Sementara itu, situasi di ibukota Gambia sepi dan mencekam. Jalanan kosong, toko-toko, bank, dan SPBU tutup.
Mayoritas penduduk memilih tinggal di rumah, menanti kepastian tentang apa yang bakal terjadi. Evakuasi terus dilakukan terhadap turis-turis Eropa dari hotel tempat mereka menginap.
Di sejumlah titik, sejumlah pria berdiri di tepi jalan, menyilangkan tangan, atau menatap layar ponsel.
Beberapa dari mereka berharap pasukan Afrika Barat secepatnya datang. Namun, mereka khawatir pihak Jammeh akan memberikan perlawanan. Jika itu terjadi, konflik tak akan terelakkan.
Kekhawatiran itu mungkin tak akan terjadi. Panglima militer Gambia, yang sebelumnya dikenal dekat dengan Jammeh, mengaku tak akan bertindak gegabah.
"Ini adalah soal perseteruan politik. Saya tak akan melibatkan pasukan dalam sebuah pertempuran konyol. Aku mencintai orang-orangku," kata Ousman Badjie, seperti dikutip dari AFP.
Namun, sebuah unit elite militer, Gambia National Guard, mungkin akan memilih untuk angkat senjata melawan pasukan Nigeria dan Senegal -- karena mereka satu etnis dengan Jammeh.
Sementara para pendukung Barrow menyetujui intervensi, namun melibatkan kekuatan asing ke Gambia akan berdampak bahaya.
Juru bicara Barrow mengatakan, presiden terpilih memilih untuk mencapai resolusi damai, namun tak menutup kemungkinan pihaknya akan menerima intervensi militer.
"ECOWAS ada di pihak Presiden Barrow -- dan jika telah dilantik maka seharusnya ia berada di Istana Negara. Jika pihak berseberangan menolak, maka itu berarti pernyataan perang," kata Halifa Sallah.