Liputan6.com, Amman - Yordania telah mengeksekusi 15 terpidana mati, 10 di antaranya adalah narapidana kasus terorisme.
Para narapidana, yang semua berkewarganegaraan Yordania, dieksekusi dengan cara digantung di Penjara Suaga di wilayah sebelah selatan Amman.
Menteri Informasi Muhammad Momani seperti dikutip dari BBC, Sabtu (4/3/2017) mengungkapkan, eksekusi dilakukan pada dini hari.
Advertisement
Termasuk mereka yang dieksekusi mati adalah pelaku serangan terhadap Kedutaan Besar Yordania di Baghdad pada tahun 2003.
Ada juga pelaku penyerangan pada wisatawan di amfiteater Romawi di ibukota Amman pada tahun 2006.
Pelaku penyerangan pada perwira intelijen di kamp pengungsi Baqaa pada tahun 2016 dan pembunuh penulis Nahid Hattar juga dihukum mati.
Selain 10 napi kasus terorisme, ada lima narapidana yang dijatuhi hukuman mati atas kasus pemerkosaan, kejahatan seksual, dan lainnya.
Ada di antaraterpidana mati kasus non-terorisme adalah pelaku pembunuhan terhadap mahasiswa bernama Nour al-Awdhat yang ditemukan tewas dengan luka tikam di sebuah halte pada 2013 -- dalam kasus yang menyebabkan kemarahan publik secara meluas.
Pada 2005 Raja Abdullah II mengatakan, Yordania ingin menjadi negara pertama di Timur Tengah yang menghentikan eksekusi mati, sejalan dengan apa yang dilakukan negara-negara Eropa.
Namun, hal itu tak menghentikan pengadilan yang terus menjatuhkan hukuman mati, meski eksekusi tak kunjung dilakukan.
Namun, opini publik menyalahkan kebijakan tersebut sebagai pemicu peningkatan kejahatan.
Dan, pada Desember 2014 Yordania melaksanakan hukuman gantung pada 11 orang yang divonis mati atas kasus pembunuhan.
Eksekusi di Yordania itu memicu kritik dari kelompok hak asasi manusia.