Liputan6.com, London - Saat kali pertama ruang makam Firaun Tutankhamun dibuka pada 1922, sejumlah kisah menarik menyeruak, dari topeng emas sang penguasa Mesir Kuno hingga kutukan yang mengancam siapapun yang berani mengusik tidur panjangnya.
Namun, tak sekedar mumi yang ada di dalam kamar makam. Tim arkeolog yang dipimpin Howard Carter menemukan sejumlah harta benda, termasuk trompet atau sangkakala.
Advertisement
Baca Juga
Seperti dikutip dari situs Ancient Origins, Jumat (17/3/2017), para arkeolog menemukan satu set trompet yang terbuat dari kayu, perak, dan perunggu -- dua yang terakhir ditemukan utuh.
Lebih dari 3.000 tahun, trompet-trompet itu terbaring membisu di Lembah Para Firaun atau Valley of the Kings, di dekat mumi penguasa yang yang mati muda.
Kedua terompet yang utuh itu dihias dengan penggambaran dewa Mesir -- yang terkait dengan aksi militer.
Suara salah satu terompet pernah direkam pada 1939 oleh BBC Radio -- sehingga seluruh orang di dunia bisa mendengar instrumen kuno itu.
Kala itu, badan urusan purbakala Mesir atau Egyptian Antiquities Service meyakinkan BBC, untuk menyiarkan suara salah satu trompet kuno -- sehingga 150 juta pendengar radio di seluruh dunia bisa mencicipi pengalaman kembali ke masa Mesir Kuno pada Minggu malam itu.
Pria yang bertugas memandu acara adalah Rex Keating, tokoh terkemuka dalam dunia radio kala itu.
Sebelumnya, Rex mewawancarai Alfred Lucas, anggota tim Howard Carter dalam ekskavasi artefak dari makam Tutankhamun pada 1922 -- tujuh tahun sebelumnya
Lima menit sebelum ia memainkan trompet, lampu di museum di Kairo, tempat sangkakala itu disiarkan mendadak padam.
Rex bahkan harus membaca naskah diterangi temaram cahaya lilin. Saat suara trompet akhirnya membahana -- yang dilantunkan seorang musisi James Tappern--pendengarnya pun terpesona.
Putra, James Tappern, Peter mengingat bagaimana peristiwa bersejarah itu jadi bagian masa kecilnya. Dikisahkan berulang bak dongeng.
"Ayahku sesungguhnya sangat bangga," kata dia, seperti dikutip dari BBC.
Beberapa bulan setelah alat musik tersebut dibunyikan, Perang Dunia II pecah -- yang kemudian melatarbelakangi legenda bahwa trompet Firaun Tutankhamun punya kekuatan magis memicu pertempuran juga konflik.
'Kutukan' Sangkakala Sang Firaun
Tak hanya berpredikat sebagai salah satu trompet tertua di dunia, instrumen tiup Firaun itu juga punya reputasi mistis: sebagai sangkakala perang.
Jika trompet tertua di dunia terbuat dari benda berongga seperti tanduk hewan, cabang kayu, maupun keong, instrumen milik Tutankhamun dibuat dari material kayu dan logam. Panjangnya sekitar 58 cm, dan lebar corongnya 4 cm.
Pada masa lalu, bunyi keras yang dikeluarkannya diduga digunakan untuk menakut-nakuti roh jahat. Itu mengapa trompet selalu punya konotasi magis dan kerap digunakan dalam konteks ritual.
Trompet juga digunakan dalam kegiatan militer -- untuk mengeluarkan peringatan atau mungkin mengarahkan para serdadu di medan perang.
Oleh karenanya, masuk akal para firaun dikuburkan bersama trompet-trompet -- mungkin ia akan membutuhkannya untuk berkomunikasi dengan tentaranya di alam baka.
Karena penggunaannya untuk kepentingan militer dalam sejarah Mesir Kuno, trompet berasosiasi dengan perang.
Menurut arkeolog Zahi Hawass, trompet Tutankhamun punya kekuatan magis terkait dengan perang.
Berdasarkan sejumlah laporan, tak hanya mendekati Perang Dunia II, salah satu trompet sang firaun juga konon dimainkan sebelum Perang Enam Hari pada 1967, dan sesaat sebelum pecah Perang Teluk pada 1990.
Salah satu trompet juga diduga dimainkan tak lama sebelum konflik pecah di Mesir -- saat massa prodemokrasi berhadapan dengan rezim Hosni Mubarak pada 2011.
Selama penjarahan yang terjadi di tengah konflik, trompet-trompet itu dijarah. Namun kemudian, benda-benda bersejarah akhirnya ditemukan.
Jika informasi bahwa trompet dimainkan sebelum perang-perang tersebut adalah benar, maka itu adalah kebetulan yang sangat menarik.
Masalahnya, tak semua informasi itu telah terverifikasi. Menurut ahli Mesir Hala Hassan -- pendukung ide trompet itu terkutuk -- salah satu sangkakala itu dimainkan pada 1967 dan 1990 oleh dua siswa yang melakukan studi soal artefak Tutankhamun.
Hassan menambahkan, sepekan sebelum revolusi pecah di Mesir, seorang staf -- lagi-lagi tanpa nama -- mendokumentasikan trompet-trompet tersebut dan diduga memainkannya.
Sejauh ini, tak ada bukti sahih dan meyakinkan terkait kutukan sangkakala tersebut.
Cara lain untuk mengkonfirmasi informasi adalah dengan melakukan kilas balik ke masa pemerintahan Tutankhamun.
Tutankhamun baru berusia sekutar 8 tahun saat menduduki takhta pada 1337 SM.
Ia mewarisi kekuasaan dari ayahnya, Akhenaten yang kontroversial -- karena menghancurkan keyakinan pada para dewa Mesir, dan mengarahkan penyembahan pada satu dewa, Aten, yang berbentuk lingkaran matahari.
Sibuk melakukan reformasi keyakinan, Akhenaten mengabaikan tugasnya sebagai penguasa Mesir. Dampaknya, kerajaan mengalami kemunduran di bidang militer.
Selama masa kekuasaannya yang singkat, Tutankhamun yang mati muda, merestorasi militer Mesir sekaligus posisinya di tingkat regional. Ia juga mengembalikan keyakinan lama.
Salah satu hal pertama yang dilakukannya adalah mengganti namanya dari Tutankhaten menjadi Tutankhamun.
Tutankhamun hidup di tengah masa yang dipenuhi ketidakpastian di kawasan yang dikenal dalam sejarah sebagai Timur Dekat (Near East).
Diduga kuat, ia harus berperang atau setidaknya menjadi komandan dalam sejumlah pertempuran menghadapi musuh.
Seandainya benar Tutankhamun yang menjadi panglima tertinggi, maka trompet-trompet itu pasti pernah digunakan.
Namun, apakah salah satu trompet itu adalah instrumen magis untuk memulai perang, tak diketahui.
Penyiaran suara trompet pada 1939 mungkin tak bakal berulang. Sebab, sebagian besar arkeolog berpendapat instrumen itu terlalu rapuh.
Trompet Tutankhamun tak akan kembali mengawali perang...
Advertisement