Liputan6.com, Jakarta - Konflik berkepanjangan di Suriah hingga provokasi uji coba rudal dan nuklir Korea Utara memicu ketegangan. Sejumlah negara ditarik dalam pusaran konflik: Amerika Serikat dan sekutunya, Rusia, juga China.
Seperti dikutip dari The Sun (3/5/2017), ketegangan di Semenanjung Rusia dipicu uji coba senjata pemusnah massal Pyongyang.
Pada 2016, Korut telah melakukan 2 tes nuklir dan 24 uji coba misil jarak jauh. Tindakan itu telah melanggar enam resolusi Dewan Keamanan PBB tentang uji coba misil dan rudal nuklir.
Advertisement
Sementara pada 2017, Pyongyang juga kembali melakukan tes misil. Meski beberapa di antaranya mengalami kegagalan.
Meski tekanan dari dunia internasional kian besar, rezim Kim Jong-un tak gentar bahkan berkoar siap melakukan perang terbuka.
Baca Juga
Korea Utara, dengan penuh kepercayaan tinggi, menyatakan mampu menghancurkan Jepang dengan senjata nuklirnya. Pun dengan Korsel dan bahkan Amerika Serikat.
Kim Jong-un juga mengancam bahwa 'perang nuklir dapat terjadi kapanpun'. Namun, sejumlah ahli berpendapat, Korea Utara tidak akan mampu memulainya.
Alasannya, karena negara di utara Semenanjung Korea itu tak akan mampu menerima serangan balasan dari negara dengan kuantitas hulu ledak nuklir yang jauh lebih banyak ketimbang Pyongyang, terutama AS.
Baru-baru ini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga melakukan sejumlah tindakan militer di Semenanjung Korea. Rencananya, presiden ke-45 AS itu akan mengirim USS Ronald Reagan dan USS Nimitz untuk menemani USS Carl Vinson pada minggu kedua Mei 2017.
Sementara, Rusia, bersama China, dilaporkan mengirim sejumlah pesawat intai mata-mata sebagai langkah pengawasan ke wilayah yang sama. Selain itu, Presiden Rusia Vladimir Putin juga meminta Negeri Paman Sam untuk menahan diri.
Sejumlah pihak pun khawatir, konflik akan meluas menjadi pertempuran global, yang melibatkan negara-negara di dunia. Menjadi Perang Dunia III.
Keterlibatan Rusia dan Amerika Serikat di Perang Suriah juga menciptakan situasi yang cukup menegangkan. Muncul berbagai laporan bahwa angkatan bersenjata kedua negara sempat hampir bersinggungan pada sejumlah operasi militer.
Dan, negara pimpinan Presiden Bashar al-Assad itu diprediksi jadi salah satu lokasi konflik jika Perang Dunia III terjadi.
Namun, sang pakar menyangsikan konflik global Abad ke-21 akan bermula di Semenanjung Korea atau Suriah.
Sang pakar, Profesor Paul D Miller dari National Defence University di Washington DC-- memprediksi bahwa konflik berskala global akan bermula di Latvia.
Profesor Miller --sebelumnya telah secara akurat memprediksi konflik di Ukraina sebelum terjadi-- memprediksi bahwa Rusia akan melakukan hal serupa seperti di Ukraina pada Latvia.
Moskow akan menghasut kelompok pro-Latvia dengan kelompok nasionalis pro-Rusia untuk memecah belah salah satu negara pecahan Uni Soviet itu.
"Konflik itu akan diprediksi terjadi sekitar dua tahun lagi," ujar sang profesor seperti yang dikutip The Sun, Rabu, (3/5/2017). Benarkah demikian? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Pertanyaan lainnya, jika Perang Dunia III terjadi, siapa berpeluang sebagai pemenang?
Prediksi Pemenang Perang Dunia III
Saat jarum jam menunjuk ke pukul 08.15, 6 Agustus 1945, bom atom 'Little Boy' dijatuhkan ke Hiroshima. Akibatnya, 80 ribu orang tewas, 69 persen bangunan di kota di Jepang itu luluh lantak.
Tiga hari kemudian, bom kedua dijatuhkan ke Nagasaki, menewaskan 40 ribu orang. Tak hanya itu, puluhan juta manusia di dua kota tersebut kehilangan nyawa akibat cedera dan radiasi.
Dua bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki mengakhiri Perang Dunia di Asia. Jepang menyerah pada Sekutu hanya beberapa bulan setelah bos Nazi, Adolf Hitler bunuh diri di dalam bunkernya di Jerman.
Dan belakangan, dipicu ketegangan di Suriah hingga Korea Utara, sejumlah orang mengklaim, konflik global atau Perang Dunia III bisa menjelang dalam waktu dekat.
Jika itu sampai terjadi, akibatnya sungguh tak terbayangkan. Saat ini, satu senjata termonuklir yang bobotnya melebihi 1.000 kilogram punya daya ledak setara 1,2 juta ton TNT.
Kabar buruknya, hampir semua kekuatan tempur utama di dunia saat ini punya kekuatan destruktif. Diperkirakan ada sekitar 22.000 hulu ledak nuklir -- yang bisa memicu sebuah 'kepunahan massal' di muka Bumi jika digunakan secara bersamaan.
Bom atom yang dijatuhkan AS ke Hiroshima dan Nagasaki adalah kejadian kali pertama dan terakhir senjata nuklir digunakan dalam perang -- sebuah kebijakan militer paling kontroversial secara moral, politis, dan historis.
Meski demikian, fakta menunjukkan, sejumlah negara terus memperbesar anggaran militer mereka untuk segala jenis persenjataan -- dari yang 'kurang' mengerikan hingga diam-diam mengembangkan senjata nuklir.
Hingga kini, sulit untuk menentukan siapa pemenang perang yang belum terjadi.
Namun, secara kasat mata, Amerika Serikat diprediksi akan memenangi konflik terbuka, mengingat banyaknya aset militer yang dimiliki oleh Negeri Paman Sam.
Menurut The Sun, AS memiliki 187 jet tempur F-22 dan F-35; 14 kapal selam pembawa 280 rudal berhulu ledak nuklir, 4 kapal selam pembawa 154 misil Tomahawk, dan 54 kapal selam tempur bertenaga nuklir.
Jumlah itu jauh lebih digdaya jika dibandingkan dengan negara besar lain seperti Rusia dan China. Sampai 2014, AS juga diduga mempunyai 7.300 senjata nuklir.
Itu belum termasuk dukungan dari para sekutu Washington.
Kini Rusia dilaporkan tengah mengembangkan satu jet tempur siluman. Sedangkan, untuk kapal selam, Negeri Beruang Merah hanya memiliki 60 unit.
Meski jumlah itu jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang dimiliki Presiden Trump, namun Moskow diduga memiliki sejumlah kapal selam dengan kemampuan siluman.
Selain itu, untuk meningkatkan kapabilitas persenjataan nuklir, mantan seteru AS pada Perang Dingin tersebut dilaporkan tengah mengembangkan torpedo nuklir berbobot 100 megaton.
Untuk senjata nuklir, negara pecahan Uni Soviet itu diperkirakan memiliki 8.000 senjata nuklir.
Negeri Tirai Bambu juga tengah meningkatkan kapasitas alutsistanya. Menurut laporan, China sedang mengembangkan empat jet dengan kemampuan siluman.
Sementara itu, untuk kapal selam, Negeri Tiongkok memiliki 5 unit bertenaga nuklir, 53 unit bertenaga diesel, dan 4 unit berhulu ledak nuklir. Saat ini, China diduga memiliki 240 senjata nuklir.
Masing-masing negara masih terus mengembangkan kapasitas alat tempurnya. Selain AS, Rusia, dan China, sejumlah kekuatan dunia juga aktif mengembangkan sistem militernya.
Enam negara -- Inggris, Prancis, India, Pakistan, Korea Utara, Israel -- juga diam-diam diduga kuat mengembangkan nuklirnya. Yang bukan untuk tujuan damai.
Advertisement