Liputan6.com, Jakarta Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menerapkan tarif resiprokal terhadap negara-negara mitra dagang pada 4 April 2025 mengguncang pasar saham global. Langkah ini memicu kepanikan investor karena dikhawatirkan akan memicu eskalasi perang dagang, mengganggu rantai pasok, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia.
Baca Juga
Tarif resiprokal ini merupakan bentuk kebijakan proteksionis, di mana Amerika Serikat mengenakan tarif setara terhadap negara-negara yang menerapkan tarif tinggi atas produk-produk asal AS. Dampaknya terasa seketika. Di bursa saham Amerika Serikat, indeks Nasdaq ambruk 11,4%, diikuti Small Cap 2000 (-10,7%), S&P 500 (-10,5%), dan Dow Jones (-9,3%) hanya dalam dua hari perdagangan.
Advertisement
“Reaksi pasar menunjukkan bahwa pelaku keuangan di AS sendiri merespons negatif kebijakan ini. Kekhawatiran utama adalah margin korporasi yang tertekan, hambatan arus perdagangan, serta potensi aksi balasan dari negara-negara mitra,” ujar Pengamat Pasar Modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardhana dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, dikutip Senin (7/4/2025).
Efek domino dari kebijakan ini meluas ke bursa saham di seluruh dunia. Indeks MSCI World yang mencerminkan pasar global turun 9,3%. Di Eropa, FTSE MIB Italia terkoreksi hingga 9,9%, DAX Jerman merosot 7,8%, dan Euro Stoxx 50 jatuh 8,3%. FTSE 100 Inggris juga tak luput, turun 6,4%, sementara WIG20 Polandia mencatat penurunan paling tajam dengan anjlok 10,2%.
Di Asia, dampak kebijakan ini menunjukkan pola yang lebih beragam. Indeks Nikkei 225 Jepang merosot 5,5%, KOSPI Korea Selatan turun 1,6%, dan pasar saham Australia melemah 3,4%. Menariknya, pasar Tiongkok relatif stabil, dengan Shanghai Composite hanya terkoreksi 0,4% dan China A50 hampir tak bergerak.
Menurut Hendra, ketahanan pasar Tiongkok ini bisa disebabkan oleh kesiapan menghadapi skenario semacam ini atau ekspektasi kuat bahwa pemerintah mereka akan mengambil langkah cepat untuk menahan dampak jangka pendek. Sementara itu, Indonesia belum melihat dampak langsung karena pasar modal tengah libur. Namun, tekanan diperkirakan akan muncul dalam beberapa hari mendatang.
Nasib IHSG
“IHSG kemungkinan akan bergerak dalam tren pelemahan. Support berada di kisaran 6.290–6.312, sementara resistance ada di sekitar 6.660,” ujar Hendra. Ia menambahkan bahwa meskipun sebelum libur tren jangka pendek IHSG sempat menguat, kebijakan tarif Trump menjadi katalis negatif utama.
Lebih jauh, kebijakan ini juga memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Dengan ekspektasi pelemahan ekspor dan ketidakpastian neraca perdagangan, rupiah diprediksi dibuka di kisaran Rp 16.900 dan bisa menembus Rp17.000 per dolar AS dalam waktu dekat.
“Surplus dagang Indonesia dengan AS, yang mencapai sekitar USD 16,84 miliar atau 54% dari total surplus tahun 2024, kini terancam terkikis akibat tarif baru sebesar 32% terhadap produk asal Indonesia,” tambah Hendra.
Sebagai respons, pemerintah Indonesia diimbau untuk segera mengambil langkah konkret. Strategi yang disarankan antara lain mempercepat diversifikasi pasar ekspor, memperluas insentif bagi industri domestik, dan mendorong hilirisasi agar ekspor bernilai tambah tinggi.
“Jika langkah-langkah tersebut dijalankan dengan cepat dan tepat, Indonesia masih memiliki peluang untuk menjaga stabilitas ekonomi. Tapi, dalam jangka pendek, pasar keuangan tetap akan dibayangi sentimen negatif selama tensi perdagangan global belum mereda,” tutup Hendra.
Advertisement
Saham Asia Anjlok Usai Donald Trump Naikkan Tarif Impor
Pasar Asia-Pasifik memperpanjang aksi jualnya pada hari Senin karena kekhawatiran atas perang perdagangan global yang dipicu oleh tarif Presiden AS Donald Trump memicu sentimen penghindaran risiko.
Bursa saham Jepang memimpin penurunan di kawasan tersebut pada awal perdagangan. Indeks acuan Nikkei 225 anjlok 8,03% sementara indeks Topix yang lebih luas anjlok 8,64%.
Di Korea Selatan, indeks Kospi turun 4,34% saat pembukaan, sementara indeks saham Kosdaq berkapitalisasi kecil turun 3,48%.
S&P/ASX 200 Australia turun 6,07% saat pembukaan. Indeks acuan tergelincir ke wilayah koreksi dengan penurunan 11% sejak level tertinggi terakhirnya pada bulan Februari, pada sesi sebelumnya.
Kontrak berjangka indeks Hang Seng Hong Kong berada pada level 22.772, menunjukkan pembukaan yang lebih kuat dibanding penutupan terakhir HSI pada level 22.849,81.
Kontrak berjangka AS anjlok karena harapan investor terhadap keberhasilan negosiasi pemerintahan Trump dengan negara-negara untuk menurunkan suku bunga pupus.
