Penulis Ini Sebut Korea Utara Tempat Paling Menyedihkan di Dunia

Seorang penulis yang pernah tinggal enam bulan di Korea Utara mengungkap betapa terkurungnya masyarakat di sana.

oleh Citra Dewi diperbarui 15 Agu 2017, 18:00 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2017, 18:00 WIB
Ilustrasi Korea Utara (AFP)
Ilustrasi Korea Utara (AFP)

Liputan6.com, Pyongyang - Seorang penulis, wartawan, dan juga guru bernama Suki Kim menghabiskan enam bulan tinggal di Korea Utara. Perempuan keturunan Korea Selatan dan warga AS itu menyebut bahwa negara tersebut merupakan tempat paling menyedihkan di dunia.

Di Korea Utara, Suki menjalani kehidupannya sebagai misionaris dan guru di Pyongyang University of Science and Technology pada 2011. Ia juga mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak elite Korut.

Penulis Without You There is no Us itu mengatakan kepada CNN, orang Korea Utara sebenarnya ramah. Namun, mereka dibesarkan untuk menjadi tentara tanpa memiliki kebebasan.

"Hidup mereka benar-benar dipetakan sesuai dengan perintah pemimpin tertinggi," ujar Suki.

"Semua informasi dari luar dilarang dan tak diperlihatkan kepada mereka. Di sana benar-benar berlaku sistem kontrol absolut," imbuh dia.

Dikutip dari News.com.au, Selasa (15/8/2017), ia juga mengungkap bagaimana orang-orang hidup seperti di dalam gelembung. Di Korea Utara, masyarakatnya hanya belajar soal pemimpin tertinggi mereka melalui surat kabar dan stasiun televisi.

"Untuk mencoba memahami Korea Utara, pada dasarnya itu adalah sekte pemimpin tertinggi," ujar Suki yang mendeskripsikan bahwa negara itu berada dalam pengawasan total.

"Merupakan masalah yang menyedihkan bahwa dunia semacam ini benar-benar ada dalam sejarah kita."

"Ini adalah tempat paling menyedihkan di dunia," kata Suki.

Suki bukan satu-satunya jurnalis dan penulis yang pernah mengangkat isu Korea Utara.

Seorang kepala biro Washington Post di Tokyo, Anna Fifield, mengungkap sejumlah hal di negeri yang tertutup itu. Perempuan yang pernah mengunjungi Korut puluhan kali itu, mengatakan bahwa di sana tak diperbolehkan adanya perbedaan pendapat dan pencucian otak telah dimulai sejak dini.

Fifield juga mengungkap bahwa kemungkinan besar tak akan terjadi kudeta terhadap rezim Kim Jong-un.

"Korea Utara bertahan melalui ketakutan ini: orang-orang takut mempertanyakan sistem, itu semua karena adanya hukuman yang bisa dihadapi mereka dan keluarganya," tulis Fifield.

Ia menambahkan bahwa itu semua membantu warga Korea Utara untuk tunduk.

 

Simak video berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya