Perempuan Sudan Ditangkap Gara-Gara Pakai Celana Panjang

Sudan memiliki aturan hukum tersendiri terkait pemakaian kostum di ranah umum, dengan melarang perempuan mengenakan celana panjang.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 11 Des 2017, 06:54 WIB
Diterbitkan 11 Des 2017, 06:54 WIB
Ilustrasi pakaian perempuan Sudan
Ilustrasi pakaian perempuan Sudan (queenkim_nyakim/instagram.com)

Liputan6.com, Khartoum - Dua puluh empat wanita telah didakwa atas tuduhan ketidaksenonohan setelah tertangkap mengenakan celana panjang di sebuah pesta di dekat ibu kota Sudan, Khartoum.

Acara yang digelar pada Rabu 6 Desember itu digerebek oleh polisi moral Sudan.

Dikutip dari BBC, Senin (11/12/2017), para wanita yang tertangkap dapat dikenai hukuman berupa 40 cambukan dan denda karena dianggap memakai pakaian yang tidak senonoh.

Aktivis hak asasi manusia melaporkan, puluhan ribu wanita setempat telah ditangkap dan dicambuk atas tuduhan ketidaksenonohan setiap tahunnya. Mereka mengutarakan, peraturan seperti itu diterapkan dengan sewenang-wenang.

Para aktivis juga mengatakan bahwa undang-undang hukum di negara mayoritas muslim seperti Sudan telah mendiskriminasi warga pemeluk agama lain seperti Kristen, dengan adanya larangan terkait penggunaan celana panjang serta rok pendek dan ketat. 

Aktivis perempuan Amira Osman mengatakan kepada Radio Dabanga yang bermarkas di Belanda, bahwa kebijakan terkait ketertiban umum seperti itu telah melanggar hak-hak perempuan.

"Pesta berlangsung di aula tertutup di sebuah gedung di El Mamoura di selatan Khartoum. Gadis-gadis itu kemudian ditangkap karena mengenakan celana panjang, meski pestanya sendiri telah mendapat izin dari pihak berwenang," tegasnya.

Sudan memiliki aturan hukum tersendiri terkait tindakan di depan publik. Itu tertuang dalam Pasal 152 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana setempat, yang berlaku untuk "tindakan tidak senonoh di depan umum", mengenakan "pakaian cabul" atau "mengganggu perasaan publik".

Secara tradisional, perempuan-perempuan di Sudan kerap memakai jubah longgar yang khas.

13 Tentara Sudan Selatan Diadili atas Kasus Kejahatan Seksual

Beberapa bulan lalu, Sudan juga menjatuhkan hukuman pada beberapa tentaranya ketika terjadi perang saudara di Sudan Selatan.

Tiga belas tentara Sudan Selatan menjalani proses pengadilan atas tuduhan memperkosa lima perempuan yang bekerja sebagai pekerja bantuan asing. Tak hanya terseret kasus pemerkosaan, para tentara tersebut juga diduga membunuh salah satu rekan kerja mereka yang bernama John Gatluak.

Perseteruan internal tersebut meletus pada 11 Juli 2016 akibat eskalasi pertempuran di ibu kota negara tersebut. Hal itu bermula saat terjadi bentrokan antara loyalis Presiden Salva Kiir dengan pasukan pembela mantan Wakil Presiden Riek Machar.

Saat menggambarkan insiden kejadian di meja pengadilan, manajer Hotel Terrain Mike Woodward mengatakan, sekitar 50-100 tentara tiba di hotel pada sore hari tanggal 11 Juli 2016 dan mulai melakukan penjarahan sejam kemudian.

"Lima wanita yang bekerja pada organisasi kemanusiaan kemudian diperkosa dan John Gatluak ditembak pada pukul 18.15 malam," kata Woodward.

Peter Malual, selaku pengacara terdakwa, menolak tuduhan tersebut. Ia mengatakan bukti yang diberikan oleh Woodward tidak cukup.

"Hal yang saya ketahui para tentara tersebut sedang beroperasi pada saat itu karena pemberontak tengah mengendalikan daerah tersebut," kata Malual.

Sementara itu, dalam proses pengadilan pihak jaksa menuntut para tersangka dengan hukuman minimal 10 tahun penjara dengan denda yang harus dibayarkan kepada pihak keluarga korban, atau hukuman maksimal yaitu hukuman mati.

Adapun, bagi mereka yang dituduh melakukan pemerkosaan didakwa hukuman penjara hingga 14 tahun. Pejabat pengadilan mengatakan persidangan akan dilanjutkan pada 6 Juni 2017.

Salah satu saksi mata mengatakan, pada saat terjadi peristiwa penyerangan hotel, salah seorang korban mencoba menghubungi pihak perdamaian PBB yang berjarak 1 mil untuk meminta bantuan. Namun tak ada satupun pihak perdamaian PBB yang datang.

Akibat kasus penyerangan tersebut, kepala misi pemeliharaan perdamaian PBB dipecat dan kepala politik mengundurkan diri.

Pihak penyidik PBB dan kelompok hak asasi manusia telah sering menemukan kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang diduga dilakukan oleh pihak tentara Sudan Selatan.

Kasus penyiksaan dan pemerkosaan tersebut sebetulnya telah ditemukan sejak 2013. Namun, pihaknya mengatakan bahwa tak ada satu pun pelaku yang menerima hukuman.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya