Liputan6.com, New York - Pengakuan sepihak (unilateral decision) Amerika Serikat pada 6 Desember 2017, bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel dan keputusan untuk memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem bertentangan dengan resolusi PBB dan hukum internasional. Karenanya, langkah tersebut harus ditolak seluruh negara di dunia yang cinta damai.
Hal tersebut disampaikan oleh Dubes Dian Triansyah Djani, Dubes RI untuk PBB, di hadapan 192 negara anggota PBB di New York dalam Emergency Special Session (Sidang Khusus) Majelis Umum PBB mengenai "The Illegal Israel Actions in the Occupied East Yerusalem and the rest of the Occupied Palestinian People". Pertemuan darurat ini diselenggarakan pada Kamis, 21 Desember 2017.
Advertisement
Dalam sidang khusus tersebut, disahkan Resolusi Majelis Umum PBB (nomor A/ES-10/L.22) tentang "Status of Yerusalem", yang didukung oleh 128 negara.
Advertisement
Baca Juga
Sementara AS dan Israel serta 9 negara lainnya, yakni Guatemala, Togo, Kepulauan Marshall, Federasi Mikronesia, Nauru, Honduras, dan Palau menolak resolusi PBB atau dengan kata lain mendukung pengakuan Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Sedangkan negara yang abstain tercatat sebanyak 35 negara. Tercatat pula sebanyak 21 negara tidak hadir untuk memberikan suaranya.
Indonesia menjadi salah satu negara yang pertama menjadi co-sponsor resolusi tersebut. Demikian keterangan pers Kantor Perutusan Tetap Republik Indonesia di New York yang diterima Liputan6.com pada Jumat (22/12/2017).
Dubes Dian juga menegaskan, keputusan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sangat berbahaya bagi keamanan Timur Tengah dan melukai perasaan umat muslim. Bagi masyarakat dunia, status kota suci Yerusalem atau Al Quds-As Sharif dijamin oleh seluruh resolusi Dewan Keamanan maupun Majelis Umum PBB.
Karenanya, Indonesia mengimbau masyarakat internasional untuk menolak keputusan AS, sebagai sesuatu yang bertentangan dengan berbagai kesepakatan internasional.
Desakan Indonesia, bersama-sama negara-negara OKI, Liga Arab dan negara-negara GNB, yang meminta Majelis Umum PBB menyelenggarakan "Emergency Special Session General Assembly", diambil sebagai sikap terhadap langkah veto AS di Dewan Keamanan PBB terhadap resolusi status Yerusalem pada 18 Desember 2017.
Melalui resolusi yang telah disahkan di Majelis Umum PBB ini, kebijakan AS tidak sah karena bertentangan dengan seluruh keputusan PBB sebelumnya dan meminta semua negara tidak mengikuti atau mengakui langkah AS.
Negara-negara pendukung resolusi juga diharapkan dapat mencegah dampak keputusan, yang dapat mengancam proses perundingan damai, serta situasi perdamaian dan keamanan di Timur Tengah.
Peran Pemerintah Indonesia dalam menyikapi perkembangan isu ini adalah sikap konsisten yang diwariskan para pendiri bangsa hingga pemerintahan kini, yang didasarkan pada jiwa dan amanat konstitusi.
Gerak langkah diplomasi RI dalam mendukung perjuangan bangsa Palestina ini secara serentak dilakukan pada tingkat nasional, baik oleh Presiden RI maupun oleh Menlu RI yang mengawal langsung diplomasi total Indonesia, termasuk diplomasi di PBB untuk Yerusalem.
Hal ini sejalan dengan penegasan Dubes Dian di hadapan Sidang Majelis Umum PBB, "Indonesia tidak akan pernah mundur sejengkal pun dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina".
Ancaman Trump bagi Negara yang Menentang Pengakuan Yerusalem
Menyikapi sidang darurat Majelis Umum PBB, Trump pun melontarkan ancaman. Presiden AS ke-45 itu memperingatkan akan menahan kucuran bantuan "miliaran" dolar AS bagi negara-negara pendukung rancangan resolusi penolakan atas pengakuan Yerusalem.
Ancaman Trump tersebut muncul setelah Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, lebih dulu merilis ultimatum bahwa ia akan "mencatat" negara-negara mana saja yang mendukung lahirnya resolusi tersebut.
"Biarkan mereka memilih untuk melawan kita," ujar Trump. Demikian dikutip dari laman The Guardian.
Trump melanjutkan, "Kita akan banyak berhemat. Kami tidak peduli. Tapi ini tidak akan seperti dulu lagi di mana mereka memilih melawan dan kemudian kita memberi mereka ratusan juta dolar. Kita tidak lagi bisa dimanfaatkan."
"Saya menyukai pesan yang disampaikan Nikki (Dubes AS)," tegas Trump.
Pernyataan Trump tersebut dinilai ditujukan pada negara anggota PBB asal Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang dianggap lebih rentan terhadap tekanan AS. Termasuk, Mesir yang merancang resolusi di forum DK PBB. Tahun lalu, Negeri Piramida itu menerima bantuan dari AS senilai US$ 1,2 miliar.
Namun, tidak menutup kemungkinan ancaman Trump juga beresonansi di kawasan lain seperti Inggris misalnya. Negeri Ratu Elizabeth itu tengah harap-harap cemas agar dapat cepat menegosiasikan kesepakatan dagang dengan AS pasca-Brexit.
Advertisement