Liputan6.com, Washington DC - The Washington Post, yang mengutip badan intelijen Amerika Serikat melaporkan, Korea Utara tengah membuat rudal baru. Hal ini menandai kemungkinan Pemimpin Tertinggi Kim Jong-un tidak tertarik untuk melakukan perlucutan senjata dan denuklirisasi --yang bertentangan dengan kesepakatan yang dibuatnya bersama Presiden AS Donald Trump.
Laporan the Washington Post juga merujuk pada sejumlah citra satelit yang menunjukkan bahwa Korea Utara "sedang mengerjakan satu atau mungkin dua misil balistik antar-benua yang berbahan bakar cair" di Sanumdong, sebuah fasilitas penelitian di luar Pyongyang. Demikian seperti dikutip dari Vox, Selasa (31/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Fasilitas Sanumdong adalah situs penelitian yang pernah digunakan untuk membuat rudal Hwasong-15. Ini adalah rudal terkuat dalam gudang senjata Korea Utara yang diyakini para ahli mampu menjangkau pantai timur Amerika Serikat.
Citra satelit itu merupakan hasil tangkapan Badan Intelijen Geospasial Nasional AS (NGA) -- satu dari total 16 lembaga intelijen federal AS -- yang bernaung di bawah Kementerian Pertahanan AS (Pentagon).
Menganalisis hasil citra satelit dari NGA dan mengutip seorang pejabat AS yang anonim, the Post melaporkan bahwa "Korea Utara sedang bekerja untuk membuat satu lagi Hwasong-15."
"Kami melihat bahwa mereka telah bekerja, sama seperti sebelumnya," kata seorang Pejabat AS kepada the Post, mengomentari citra satelit pembuatan rudal Korea Utara tersebut.
Simak video pilihan berikut:
Mengingkari Donald Trump?
Tanda-tanda pembangunan beberapa rudal Korea Utara terjadi hanya beberapa hari setelah Korea Utara mengembalikan sisa-sisa jasad tentara AS yang tewas selama Perang Korea 1950. Beberapa pengamat menafsirkan hal itu sebagai sikap positif dari pihak Kim Jong-un dan sinyal untuk menyetujui perlucutan senjata dan denuklirisasi, seperti yang ia janjikan dengan Donald Trump usai KTT di Singapura, Juni 2018 lalu.
Trump mengumumkan ancaman Korea Utara telah berakhir usai dirinya mengklaim kesuksesan dalam KTT di Singapura pada 12 Juni 2018. Namun, telah banyak pertanda bahwa klaim kesuksesan Trump adalah prematur.
Laporan pada Juni menjelaskan bahwa Korea Utara masih meningkatkan bahan bakar nuklirnya, yang tampaknya turut dikonfirmasi oleh Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo.
Dalam rapat dengar pendapat di Senat AS pekan lalu, Pompeo meyakinkan anggota parlemen bahwa Korea Utara sedang membuat kemajuan menuju denuklirisasi. Akan tetapi, dia mengakui bahwa negara itu masih memproduksi "bahan baku nuklir (fisil)."
Lebih lanjut, Pompeo menjelaskan bahwa dirinya tidak akan mengatakan secara terbuka apakah Korea Utara telah membuat rudal baru atau masih mencoba memajukan program nuklirnya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Korut mungkin masih mengejar teknologi nuklir dan rudal balistik.
Laporan lain pada Juni mengatakan bahwa Korea Utara masih membuat peralatan pendukung dan peluncur untuk misilnya.
Kim Jong-un juga dilaporkan mengabaikan Pompeo pada perjalanan sang Menlu AS ke Korea Utara baru-baru ini pada awal Juli. Bahkan Trump, dilaporkan terganggu tentang kurangnya kemajuan seputar denuklirisasi Korea Utara.
The Washington Post mencatat tanda lain bahwa Korea Utara tidak sepenuhnya jujur dengan pemerintahan Trump terkait janji perlucutan dan denuklirisasi.
"Para pejabat senior Korea Utara dilaporkan memfabrikasi angka cadangan nuklir mereka dalam upaya untuk tidak menyerahkan semua senjata mereka. Dengan kata lain, mereka akan menghancurkan senjata atau situs nuklir dan mencoba mengklaim bahwa mereka menyerahkan segalanya, padahal, mereka menimbun simpanan dan mungkin menipu para inspektur perlucutan senjata internasional," the Post melaporkan, seperti dikutip dari Vox.
Advertisement