Picu Kontroversi, China Legalkan Kamp Pendidikan Ulang untuk Muslim Uighur

Keputusan melegalkan kamp pendidikan ulang untuk Muslim Uighur picu kontroversi di China dan dunia internasional.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 11 Okt 2018, 13:01 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2018, 13:01 WIB
Warga muslim Uighur melakukan aksi protes menentang tekanan pemerintah China (AP)
Warga muslim Uighur melakukan aksi protes menentang tekanan pemerintah China (AP)

Liputan6.com, Urumqi - Pemerintah provinsi Xinjiang di wilayah barat China menetapkan "pusat pelatihan kejuruan" bagi muslim Uighur sebagai aturan hukum, di tengah-tengah kecaman dunia internasional atas tudingan "penghapusan etnis non-Han" di sana.

Namun, pemerintah provinsi Xinjiang mengataka bahwa kebijakan itu bertujuan untuk menangani "risiko transfer pemahaman" ekstremisme.

Dampak aturan hukum itu, menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia, menjadikan para tahanan wajib bersumpah setia kepada Presiden Xi Jinping, dan memaksa mereka berhenti mengkritik, atau ancaman dilucuti keyakinannya.

Pada bulan Agustus, sebagaimana dikutip dari BBC pada Kamis (11/10/2018), China membantah tuduhan bahwa pihaknya telah menahan hampir satu juta orang muslim Uighur.

Namun, para pejabat yang menghadiri pertemuan hak asasi manusia PBB mengklaim bahwa masyarakat Uighur "ditipu oleh ekstremisme agama", dan oleh karenanya, mereka kini sedang menjalani pendidikan pemulihan.

Sementara itu, provinsi Xinjiang telah mengalami siklus kekerasan dan penindasan selama bertahun-tahun. China menuduh militan Islam dan separatis mendalangi masalah itu.

Perundang-undangan baru terkait adalah indikasi rinci pertama tentang apa yang dilakukan China di wilayah Xinjiang.

Aturan hukum tersebut memuat contoh-contoh perilaku yang mengarah pada penahanan, yakni seperti memperluas konsep halal di luar pemasaran produk pangan, menolak menonton siaran televisi dan radio negara, serta menghalangi anak-anak menerima pendidikan dari pemerintah pusat.

China mengatakan jaringan pusat penahanannya juga akan mengajarkan bahasa Mandarin, konsep hukum, dan pelatihan kejuruan.

Siapa Sebenarnya Muslim Uighur?

Masyarakat Uighur adalah penganut agama Islam terbesar di China, yang menurut sejarah, mewarisi gen dari penggembala Turki di Jalur Sutra lama. Mereka sebagian besar bermukim di provinsi Xinjiang, menempati sekitar 45 persen dari total populasi di sana.

Muslim Uighur melihat diri mereka secara budaya dan etnis dekat dengan negara-negara Asia Tengah, dan bahasa mereka mirip dengan Turki.

Dalam beberapa dekade terakhir, sejumlah besar China Han (etnis China) telah bermigrasi ke Xinjiang, dan orang Uighur merasa budaya dan mata pencaharian mereka terancam.

Xinjiang secara resmi ditetapkan sebagai daerah otonom di Cina, seperti Tibet di selatannya.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Tekanan China Menguat di Xinjiang

Ramadan 'Damai' di Xinjiang
Pria etnis Uighur di Urumqi, Xinjiang (Liputan6/Arie Mega Prastiwi)

China juga meluncurkan kampanye yang lebih luas terhadap praktek-praktek agama Islam di Xinjiang. Kebijakan itu ingin menghentikan penggunaan produk halal di luar makanan.

Salah satu surat kabar lokal mengatakan penggunaan istilah halal untuk barang-barang non pangan, seperti pasta gigi misalnya, mengaburkan batas antara kehidupan religius dan sekuler, di mana hal itu dianggap Beijing dapat memicu ekstremisme agama.

Pada hari Senin, menurut laporan kantor berita AFP, para pemimpin Partai Komunis di ibu kota provinsi Xinjiang, Urumqi, berkumpul untuk menyatakan sumpah dalam melawan "tren pan-halal"

Selain itu, peraturan baru tersebut juga memperjelas larangan wanita Muslim mengenakan cadar di ruang publik. Ditambahkan pula bahwa komunita Uighur yang menjadi pejabat pemerintahan, diwajibkan berbicara menggunakan bahasa Mandarin --bukan bahasa lokal-- di berbagai kesempatan.

Di lain pihak, mantan tahanan kamp mengatakan kepada BBC tentang penyiksaan fisik dan juga psikologis di sana. Seluruh keluarga telah menghilang, kata mereka.

Pada bulan Juli, seorang mantan guru di salah satu kamp --yang melarikan diri ke Kazakhstan-- mengatakan kepada pengadilan lokal bahwa "di China mereka menyebutnya kamp politik, tapi sebenarnya itu adalah penjara di pegunungan".

The New York Times mengutip mantan tahanan yang mengatakan bahwa mereka dipaksa untuk menyanyikan lagu-lagu kebangsaan China, dan mereka yang tidak dapat mengingat liriknya diancam hukuman lebih.

"Pada akhirnya, semua pejabat memiliki satu titik kunci. Kebesaran Partai Komunis China, keterbelakangan budaya Uighur dan superioritas bangsa Tionghoa," ujar mantan tahanan Abdusalam Muhemet kepada The Times.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya