Deportasi Etnis Uighur ke China, Pejabat Thailand Kena Sanksi AS

Langkah ini diyakini bertujuan mencegah Thailand dan negara-negara lain melakukan deportasi serupa di masa depan.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 16 Mar 2025, 07:01 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2025, 07:01 WIB
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio. (Dok. AP/Alex Brandon)... Selengkapnya

Liputan6.com, Washington, DC - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio pada Jumat (14/3/2025), mengumumkan sanksi berupa pembatasan visa terhadap sejumlah pejabat Thailand yang tidak disebutkan namanya karena peran mereka dalam mendeportasi setidaknya 40 orang Uighur ke China, di mana Washington mengatakan kelompok muslim tersebut akan menghadapi penganiayaan.

Pernyataan Kementerian Luar Negeri AS seperti dikutip dari CNA menyebutkan, "AS berkomitmen untuk memerangi upaya China yang menekan pemerintah-pemerintah untuk secara paksa mengembalikan Uighur dan kelompok-kelompok lain ke China, tempat mereka akan disiksa dan menghilang secara paksa."

Deportasi Uighur oleh Thailand pada Februari lalu, yang telah ditahan selama satu dekade, terjadi meskipun ada peringatan dari pakar hak asasi manusia PBB yang menyatakan bahwa mereka berisiko disiksa, diperlakukan dengan buruk, dan menghadapi "dampak yang tidak dapat diperbaiki" jika dipulangkan.

Reuters melaporkan bulan ini bahwa Kanada dan AS menawarkan untuk menampung 48 etnis Uighur, namun Thailand khawatir akan memicu ketegangan dengan China.

"Saya segera melaksanakan kebijakan ini dengan mengambil langkah untuk memberlakukan pembatasan visa terhadap pejabat pemerintah Thailand saat ini dan yang terdahulu yang bertanggung jawab atas, atau terlibat dalam, pengembalian paksa 40 Uighur dari Thailand pada 27 Februari," bunyi pernyataan Rubio.

"Dengan mempertimbangkan tindakan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan China terhadap Uighur, kami mendesak pemerintah-pemerintah di seluruh dunia untuk tidak memaksa mengembalikan Uighur dan kelompok-kelompok lain ke China," tambah Rubio, dengan menyebutkan bahwa sanksi juga bisa mencakup anggota keluarga tertentu dari mereka yang dikenakan sanksi.

Thailand merespons pada Sabtu (15/3) dengan mengatakan mereka telah menerima jaminan dari China mengenai keamanan orang Uighur tersebut dan akan terus memantau kesejahteraan kelompok ini.

"Thailand selalu menjunjung tinggi tradisi kemanusiaan, terutama dalam memberikan bantuan kepada orang-orang yang terpaksa mengungsi," kata Kementerian Luar Negeri Thailand, menambahkan bahwa negara tersebut sangat menghargai aliansi perjanjian yang lama dan erat dengan AS.

Promosi 1

Mengukur Reaksi Thailand

Ilustrasi bendera Thailand.
Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)... Selengkapnya

Minggu ini, Parlemen Eropa juga mengutuk Thailand atas deportasi tersebut, dengan menyerukan Uni Eropa untuk menggunakan negosiasi perjanjian perdagangan bebas sebagai alat tekanan untuk menghentikan tindakan serupa di masa depan.

Murray Hiebert, seorang ahli di Program Asia Tenggara di Washington’s Center for Strategic and International Studies, menuturkan bahwa dia tidak ingat pernah ada sanksi AS terhadap pejabat pemerintah Thailand.

Menurutnya, Thailand sensitif terhadap kritik, namun reaksi mereka mungkin akan lebih terukur mengingat ancaman tarif dari Presiden Donald Trump terhadap negara-negara dengan surplus perdagangan besar terhadap AS.

"Mereka mungkin ingin menahan diri," ungkap Hiebert. "Mereka sudah menjadi target karena memiliki surplus perdagangan terbesar ke-11 dengan AS ... Tidak jelas apakah Thailand sudah aman dari tarif balasan yang akan diberlakukan Trump pada awal April."

Para analis mengatakan bahwa AS menghindari mengambil langkah yang lebih tegas terhadap Thailand di masa lalu karena kekhawatiran bahwa hal itu bisa mendorong sekutu lama mereka lebih dekat dengan China.

Kelompok advokasi Campaign for Uyghurs yang berbasis di Washington memuji langkah Rubio dan pemerintahan Trump, dengan mengatakan hal ini "mengirimkan pesan kuat bahwa siapapun yang memungkinkan penyalahgunaan hak asasi manusia oleh Partai Komunis China akan menghadapi konsekuensi atas kejahatan mereka."

Rubio, yang merupakan pendukung setia Uighur saat menjabat sebagai senator AS, telah mengulang bahwa perlakuan China terhadap kelompok tersebut mencapai tingkat "genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan", sebuah penetapan yang pertama kali dilakukan AS pada akhir masa jabatan Presiden Trump pada 2021.

China membantah tuduhan penyiksaan dan kerja paksa terhadap Uighur, dengan alasan bahwa mereka telah mendirikan "pusat pelatihan vokasi" dalam beberapa tahun terakhir untuk mengurangi terorisme, separatisme, dan radikalisasi agama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya