Delegasi Palestina: Langkah Australia Soal Status Yerusalem Merusak Perdamaian

Delegasi pemerintah Palestina di Australia mengkritik keras keputusan Canberra mengakui Yerusalem barat sebagai ibu kota Israel.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 16 Des 2018, 13:00 WIB
Diterbitkan 16 Des 2018, 13:00 WIB
Bendera negara Australia - AFP
Bendera Australia (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Canberra - Delegasi pemerintah Palestina di Australia mengkritik keras keputusan Canberra mengakui Yerusalem barat sebagai ibu kota Israel pada Sabtu 15 Desember 2018 lalu, menyebut hal itu akan mampu memicu "peningkatan perang agama di kawasan."

"Itu juga menjadi resep untuk merusak dan menghancurkan dan merusak proses perdamaian di Timur Tengah," kata Izzat Abdulhadi, Kepala Delegasi Palestina untuk Australia, seperti dikutip dari 9News.com.au, Minggu (16/12/2018).

Australia tidak mengakui Palestina sebagai negara berdaulat dan tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengannya. Namun, Australia mengizinkan Palestina membuka Kantor Delegasi di Australia, Selandia Baru dan Pasifik yang berkedudukan di Canberra.

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mengumumkan sebelumnya pada hari Sabtu tentang pengakuan resmi negaranya atas Yerusalem barat sebagai ibu kota Israel, di tengah penolakan oposisi domestik serta kecaman Arab dan Muslim.

Morrison juga mengatakan akan membuka kantor pertahanan dan perdagangan di Yerusalem barat, serta mengakui masa depan negara Palestina dengan Yerusalem timur sebagai ibu kotanya.

Merespons hal itu, Izzat Abdulhadi memberi tahu 9News bahwa dia percaya, langkah Morrison sama buruknya dengan keputusan menggeser kedutaan --sesuatu yang juga telah direncanakan oleh Morrison pada Oktober lalu.

Abdulhadi memperingatkan negara-negara Arab siap untuk menarik Duta Besar-nya di Australia, dan dapat mempertimbangkan sanksi ekonomi.

"Reaksi kami akan keras," katanya. "Kami akan meminta pemerintah negara-negara Arab untuk mengambil tindakan sulit terhadap Australia."

"Kami akan berbicara dengan Arab Saudi, negara-negara Teluk, dan juga negara-negara OKI untuk memboikot daging dan gandum dari Australia."

Abdulhadi mengatakan dia berbicara tidak hanya dengan Menteri Luar Negeri Palestina dalam beberapa hari terakhir, tetapi juga Duta Besar dari negara-negara Arab dan mayoritas muslim lainnya, termasuk Indonesia.

"Saya dapat memberitahu Anda bahwa akan ada kerugian besar," katanya.

"Kami akan menganggap Australia sebagai negara yang mengadopsi semacam standar ganda."

Berdasarkan Perjanjian Liga Arab 1980, negara-negara Arab dapat memutuskan hubungan diplomatik dengan negara yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

 

Simak video pilihan berikut:

Pejabat Liga Arab Kecam Australia Akui Yerusalem Barat sebagai Ibu Kota Israel

Bendera Liga Arab (Wikimedia / Creative Commons)
Bendera Liga Arab (Wikimedia / Creative Commons)

Organisasi mulitilateral negara-negara Arab, Liga Arab, mengecam langkah Australia yang mengakui Yerusalem barat sebagai ibu kota Israel.

"Keputusan itu merupakan pelanggaran berbahaya terhadap status hukum internasional kota Yerusalem dan resolusi legitimasi yang relevan," kata Saeed Abu Ali, asisten sekretaris jenderal Liga Arab untuk wilayah Palestina dan Tanah Arab yang Diduduki, seperti dikutip dari Xinhua News Agency, Minggu (16/12/2018).

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mengumumkan sebelumnya pada hari Sabtu tentang pengakuan resmi negaranya atas Yerusalem barat sebagai ibu kota Israel, di tengah penolakan oposisi domestik serta kecaman Arab dan Muslim.

"Keputusan itu menunjukkan bias terang-terangan terhadap posisi dan kebijakan pendudukan Israel dan dorongan dari praktik dan agresi konstan," kata Abu Ali.

"Keputusan itu menunjukkan bias terang-terangan terhadap posisi dan kebijakan pendudukan Israel dan mendorongan praktik dan agresi konstan," kata Saeed Abu Ali.

Konflik Israel-Palestina telah berlangsung sejak penciptaan negara Israel yang didukung Barat dengan menduduki wilayah Palestina pada tahun 1948.

Kebuntuan proses perdamaian antara Palestina dan Israel sebagian besar disebabkan oleh perdebatan status Yerusalem, masalah pengungsi Palestina dan kebijakan ekspansi pemukiman Israel yang selalu ditolak bahkan oleh sekutu terkuatnya, Amerika Serikat.

Di sisi lain, sebagian besar negara asing menghindari mengumumkan perubahan atas status quo Yerusalem atau memindahkan kedutaan ke kota itu, agar tidak mengganggu jalannya perundingan perdamaian antara Palestina-Israel.

Namun, proses perundingan tampak semakin mengalami kemunduran setalah Presiden AS Donald Trump secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaannya ke sana pada akhir tahun 2017 lalu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya