Liputan6.com, Singapura - Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan Australia akan menjelaskan posisi resmi mengenai rencana pemindahan kedutaan negaranya untuk Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem, kepada Indonesia sebelum Natal.Â
Hal tersebut dikatakan PM Morrrison usai mengadakan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di sela-sela KTT ASEAN di Singapura hari Rabu, 14 November 2018.
Penjelasan resmi mengenai kepastian apakah Australia akan memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem sekarang menjadi batu sandungan besar bagi penandatanganan perjanjian perdagangan bebas antara Australia dan Indonesia atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA-CEPA).
Advertisement
Sementara itu menurut laporan harian Australia The Age, yang mengutip sumber-sumber yang dekat di kalangan pemerintah Australia, disebutkan bahwa hanya ada kemungkinan 5 persen bahwa Australia akan memindahkan kedutaan tersebut.
Baca Juga
The Age menyebutkan bahwa Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita mendapat pemberitahuan tersebut dari Menteri Industri Pertahanan Steve Ciobo dalam pembicaraan pribadi keduanya. Kalai itu PM Morrison mengatakan bahwa Australia akan memindahkan kedutaan.
Dalam juimpa pers dengan wartawan, PM Morrison mengatakan naskah final dari kesepakatan perdagangan bebas antara Australia dan Indonesia masih disusun.
"Jadi, pada tahap ini belum berada dalam posisi untuk ditandatangani," ujarnya dalam konferensi pers di Singapura, seperti dikutip dari ABC Indonesia, Jumat (16/11/2018).
Ia lalu menjelaskan kedua negara akan mencari kesempatan untuk melakukan hal tersebut dan akan ditentukan di kemudian hari.
Ketika ditanya apakah finalisasi kesepakatan dagang dengan Indonesia terganjal rencana Australia untuk memindahkan Kedutaan Besarnya di Israel ke Jerusalem, PM Morrison menyebut masalah kesepakatan dagang dan kebijakan luar negeri Australia dibahas secara terpisah.
"Itu tadi pembicaraan yang bersahabat dan saling menghormati. Kami memiliki hubungan jangka panjang dengan Indonesia dan kami punya Kemitraan Strategis Komperehensif yang berjalan dengan baik di masa depan," kata Perdana Menteri yang baru menjabat 3 bulan ini.
"Dan itu artinya, tiap kali ada masalah muncul, kami bisa membahas itu secara terbuka dan secara jujur dengan cara yang bersahabat," imbuhnya.
Namun, dalam keterangan pers terpisah, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, memberi sinyal adanya pembicaraan tentang kesepakatan dagang kedua negara di pertemuan bilateral tersebut.
"Indonesia dan Australia dalam pertemuan bilateral tadi membahas kemajuan kerja sama yang dilakukan sejak bulan Agustus lalu. Termasuk di antaranya ialah penyelenggaraan subregional meeting on counter terrorism yang diselenggarakan di Jakarta pada 6 November 2018 lalu," jelasnya.
Indonesia juga kembali menegaskan posisinya dalam konflik Palestina-Israel kepada Australia.
"Presiden Republik Indonesia kembali menyampaikan posisi Indonesia dan mengharapkan Australia dapat membantu mewujudkan perdamaian Palestina dan Israel berdasarkan two state solution (solusi dua negara)," ujar Menlu Retno.
Â
Simak video pilihan berikut:
IA-CEPA Tetap Diteken Akhir Tahun
Pada kesempatan dan waktu terpisah, juru bicara Kemlu RI Arrmanatha Nasir pada 18 Oktober lalu telah menegaskan bahwa penandatanganan IA-CEPA tetap akan dilakukan pada akhir tahun ini.
"Perundingan IA-CEPA sudah difinalisasi oleh Presiden Jokowi dan PM Morrison saat ia berkunjung ke Jakarta pada Agustus 2018. Kedua negara akan menandatangani IA-CEPA paling cepat akhir tahun 2018 ini," ujarnya di Jakarta.
Pada kesempatan yang sama, Arrmanatha juga mengatakan, "Isu Palestina sangat penting. Hubungan bilateral Indonesia dan Australia serta dengan para negara tetangga, juga sangat penting."
"Kami mengambil langkah (terkait kebijakan luar negeri) selaras dengan prioritas Indonesia. Hubungan bilateral Indonesia-Australia adalah salah satu prioritas. Tentu saja kita akan mengambil langkah dan kebijakan sesuai dengan prioritas itu."
"Isu Palestina juga salah satu prioritas, dan kita juga akan mengambil langkah serta kebijakan sesuai dengan prioritas itu," jelas Arrmanatha.
Menurut pakar hubungan internasional dari Universitas Airlangga, Joko Susanto, masalah kesepakatan perdagangan bebas dan rencana pemindahan Kedutaan Besar Australia ke Jerusalem adalah dua hal yang terkait.
"Kita tidak bisa memisahkan dua isu itu. Masalah Palestina bagi sebagian besar orang Indonesia selalu menjadi masalah yang penting. Dan penting bagi Australia untuk mengetahui hal tersebut. Apalagi mereka mau melakukan kesepakatan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia," katanya kepada ABC Indonesia, Rabu malam, 14 November 2018.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa masalah kesepakatan dagang dengan Australia bisa berdampak terhadap politik domestik apalagi jika negara tetangga Indonesia ini benar-benar memindahkan Kedutaan Besarnya di Israel ke Yerusalem.
"Dengan (Australia) memindahkan Kedutaan, dan di sisi lain Jokowi melakukan langkah terobosan terkait hubungannya dengan Australia ini, hal itu bisa menggerogoti basis sosial Jokowi sendiri," sebut pakar lulusan Inggris ini.
Â
* Nurina Savitri melaporkan untuk ABC.net.au.
Advertisement