Penandatanganan Perjanjian Dagang RI - Australia Terhambat Isu Yerusalem?

Indonesia memberi sinyal bahwa penandatanganan perjanjian dagang RI-Australia akan tertunda. Akibat isu Yerusalem dan Palestina?

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 13 Nov 2018, 11:31 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2018, 11:31 WIB
Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison di Istana Bogor (31/8) (Liputan6.com / Hanz Jimenez Salim)
Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison di Istana Bogor (31/8) (Liputan6.com / Hanz Jimenez Salim)

Liputan6.com, Singapura - Pemerintah Indonesia, pada 12 November 2018, memberi sinyal bahwa penandatanganan perjanjian dagang komprehensif dengan Australia akan tertunda dari waktu yang telah ditentukan.

Sinyal ini datang menyusul langkah pemerintah Australia yang berencana untuk memindahkan kedutaannya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem --kota yang dipersengketakan dalam konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan.

Palestina, yang menginginkan Yerusalem menjadi ibu kota negara mereka yang merdeka, melihat pemindahan kedutaan beberapa negara ke Yerusalem --seperti yang telah dilakukan AS dan mungkin hendak disusul Australia-- sebagai bentuk pengakuan diplomatik atas cengkeraman Israel di kota yang diperebutkan.

Sebelumnya, pada Agustus 2018, kedua pemimpin RI dan Australia mengumumkan telah merampungkan negosiasi perjanjian Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA). Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Scott Morrison juga mengatakan berencana menandatangani perjanjian itu pada pengujung tahun ini.

Perjanjian itu akan memungkinkan 99 persen ekspor barang Australia untuk masuk ke Indonesia, bebas pajak atau di bawah persyaratan istimewa yang meningkat secara signifikan. Sementara semua ekspor barang Indonesia akan memasuki Australia bebas pajak.

Namun, rencana itu mungkin akan terganggu, setelah pada 16 Oktober 2018 lalu, PM Morrison mengatakan dia akan mempertimbangkan memindahkan kedutaan Australia dari Tel Aviv ke Yerusalem. Indonesia, negara yang gamblang menyatakan keberpihakannya terhadap Palestina, mengkritik rencana Canberra.

Sejumlah media juga melaporkan bahwa rencana yang diumumkan oleh PM Morrison akan menghambat penandatanganan IACEPA di tataran pemerintah eksekutif.

Dalam komentar terbarunya soal hal tersebut, Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukito mengatakan:

"Itu (IACEPA) bisa ditandatangani kapan saja, tapi ketika kita akan menandatanganinya ... itu tergantung pada posisi Australia," ujar Mendag RI kepada sejumlah wartawan --di sela East Asia Summit (KTT Asia Timur) di Singapura-- yang bertanya apakah isu Yerusalem akan menunda penandatanganan perjanjian itu, seperti dikutip dari Nikkei Asia Review, Selasa (13/11/2018).

Lukito juga menambahkan bahwa Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi "telah menekankan, jika Australia bersikukuh untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem, penandatanganan (IACEPA) akan ditunda.

PM Australia: Terserah Indonesia

Di sisi lain, PM Morrison mengatakan akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo di sela-sela KTT Asia Timur di Singapura 14-15 November, namun keduanya tidak akan melakukan penandatanganan perjanjian perdagangan bebas tersebut.

Morrison juga menjelaskan bahwa penandatanganan IACEPA "sekarang terserah kepada pihak Indonesia," demikian seperti dilansir ABC Indonesia Senin 12 November 2018.

"Australia tidak terburu-buru untuk menandatangani kesepakatan itu. Niat kami adalah melihat bahwa menteri perdagangan kedua negara akan mencapai kesepakatan di akhir tahun, namun kami tidak terburu-buru," tambahnya.

Morrison juga menegaskan bahwa Australia tidak berusaha mengkaitkan masalah lain --semisal isu Yerusalem-- ke dalam perundingan perdagangan bebas.

"Australia selalu melihat masalah ini sesuai dengan kepentingannya. Kami tidak pernah mencampurkan masalah yang tidak berkenaan dengan kebijakan, ketika membicarakan perjanjain seperti ini." kata Morrison lagi seperti dikutip oleh media di Australia.

Namun, komentar kedua figur itu berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Juru Bicara Kemlu RI Arrmanatha Nasir pada 18 Oktober lalu. Merespons pertanyaan yang kurang lebih serupa, Arrmanatha menegaskan bahwa penandatanganan IACEPA tetap akan dilakukan pada akhir tahun ini.

"Perundingan IACEPA sudah difinalisasi oleh Presiden Jokowi dan PM Morrison saat ia berkunjung ke Jakarta pada Agustus 2018. Kedua negara akan menandatangani IACEPA paling cepat akhir tahun 2018 ini," ujarnya di Jakarta.

Pada kesempatan yang sama, Arrmanatha juga mengatakan, "Isu Palestina sangat penting. Hubungan bilateral Indonesia dan Australia serta dengan para negara tetangga, juga sangat penting."

"Kami mengambil langkah (terkait kebijakan luar negeri) selaras dengan prioritas Indonesia. Hubungan bilateral Indonesia-Australia adalah salah satu prioritas. Tentu saja kita akan mengambil langkah dan kebijakan sesuai dengan prioritas itu."

"Isu Palestina juga salah satu prioritas, dan kita juga akan mengambil langkah serta kebijakan sesuai dengan prioritas itu," jelas Arrmanatha.

 

Simak video pilihan berikut:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Menlu Palestina: Rencana Australia Akan Mengganggu Hubungan Bisnis

Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di Kemlu RI, Jakarta (16/10) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di Kemlu RI, Jakarta (16/10) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Menyuarakan penolakannya atas rencana Ausralia yang hendak memindahkan kedutaannya untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengatakan bahwa langkah itu "melanggar hukum internasional."

Maliki juga mengatakan bahwa niat tersebut "berisiko mengganggu hubungan bisnis Australia dengan seluruh dunia, terutama negara Arab dan negara dominan muslim," ujarnya dalam pernyataan pers bersama dengan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, usai keduanya melaksanakan konsultasi bilateral di Kemlu RI Jakarta, Selasa 16 Oktober 2018.

"(Jika terlaksana) langkah Australia juga melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB, terutama Resolusi 478 Tahun 1980. Australia juga menempatkan dirinya di posisi yang berbeda dengan mayoritas komunitas internasional yang mematuhi dan menghargai hukum internasional dan Resolusi Dewan Keamanan PBB," dia melanjutkan.

Lebih lanjut, Maliki mengatakan, jika rencana itu terlaksana, keputusan Australia "berisiko mengganggu hubungan bisnisnya dengan seluruh dunia, terutama, negara Arab dan negara muslim."

"Oleh karenanya, saya harap Australia akan mempertimbangkan kembali posisinya, sebelum mereka benar-benar melakukannya."

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Retno mengatakan, "Indonesia menyatakan kekhawatirannya terhadap pengumuman Australia dan kami mempertanyakan maksud dari pengumuman itu."

"Indonesia menegaskan kembali posisinya terkait Solusi Dua Negara. Ini adalah prinsip dasar yang harus dipegang untuk terciptanya perdamaian berkelanjutan Israel-Palestina," kata Retno.

"Karena itu Indonesia meminta Australia dan negara lain untuk terus mendukung proses perdamaian Palestina-Israel sesuai dengan kesepakatan yang sudah disepakati dan tidak ambil langkah yang dapat mengancam proses perdamaian dan stabilitas keamanan dunia."

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya