Sejak November 2018, Demo Rompi Kuning Prancis Masih Berlanjut hingga Hari Ini

Polisi Prancis menembakkan gas air mata dan menangkap lebih dari 100 demonstran, ketika massa gerakan "rompi kuning" turun ke jalan-jalan di Paris, pada Sabtu 20 September 2019 waktu lokal.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 22 Sep 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2019, 15:00 WIB
Kenaikan Harga BBM Picu Kerusuhan di Prancis
Demonstran mengibarkan bendera Prancis saat kerusuhan menentang kenaikan harga bahan bakar di Paris, Prancis, Sabtu (24/11). Demonstrasi terjadi oleh dorongan gerakan "rompi kuning". (AP Photo/Michel Euler)

Liputan6.com, Paris - Polisi Prancis menembakkan gas air mata dan menangkap lebih dari 100 demonstran, ketika massa gerakan "rompi kuning" turun ke jalan-jalan di Paris, pada Sabtu 20 September 2019 waktu lokal.

Ini merupakan rangkaian demo yang rutin terselenggara setiap akhir pekan sejak November 2018, di mana massa menyuarakan persepsi mereka atas ketidakadilan ekonomi dan pemerintahan Prancis di bawah Presiden Emmanuel Macron --Agence France-Presse melaporkan, seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (22/9/2019).

Paris ditempatkan di bawah keamanan tinggi dengan sekitar 7.500 petugas polisi dikerahkan, ketika ratusan demonstran --sebagian besar tak lagi mengenakan rompi neon kuning yang khas dengan nama gerakan mereka-- berunjuk rasa pada hari Sabtu.

Polisi dengan perlengkapan anti huru-hara membubarkan para pengunjuk rasa, menggunakan gas air mata di dan sekitar jalan Champs-Elysees, stasiun kereta Saint-Lazare dan alun-alun Madeleine - daerah di mana protes dilarang akhir pekan ini.

"Apa yang kita lakukan? Kita berkumpul hanya untuk mengatakan bahwa kita tidak dapat memenuhi kebutuhan. [Protes] tidak hanya terhadap presiden, itu juga melawan sistem," kata seorang pengunjuk rasa wanita, yang tidak menyebutkan namanya.

Polisi Paris mengatakan setidaknya 106 orang ditangkap.

Protes rompi kuning bertepatan dengan demonstrasi oleh aktivis iklim dan pawai terpisah oleh serikat pekerja sayap kiri menentang reformasi pensiun yang direncanakan.

Para demonstran bertopeng yang berhubungan dengan gerakan anarkis "blok hitam" menyusup ke demonstrasi iklim, secara sporadis bentrok dengan polisi sepanjang hari. Para pengunjuk rasa berpakaian hitam juga membakar tempat sampah dan sepeda motor dan melemparkan cat ke bagian depan bank selama pawai damai.

Sabtu juga menandai akhir pekan warisan tahunan Prancis, sebuah acara populer di mana banyak situs budaya terbuka untuk umum.

Sementara beberapa lokasi tetap dapat diakses, monumen lain, termasuk Arc de Triomphe, yang telah mengalami kerusakan selama protes rompi kuning sebelumnya, tetap ditutup.

Macron pada hari Jumat menyerukan "tenang", mengatakan bahwa "baik jika orang mengekspresikan diri", mereka tidak boleh mengganggu protes iklim dan acara budaya terjadwal lainnya.

Simak video pilihan berikut:

Sejak November 2018

Unjuk rasa kelompok Rompi Kuning kembali terjadi di Prancis, memicu seranagn terhadap kantor-kantor pemerintahan (AFP/Abdul Abeissa)
Unjuk rasa kelompok Rompi Kuning kembali terjadi di Prancis, memicu seranagn terhadap kantor-kantor pemerintahan (AFP/Abdul Abeissa)

Gerakan demonstrasi rompi kuning pada November tahun lalu, awalnya dipicu oleh kenaikan pajak bahan bakar.

Protes sejak itu berubah menjadi seruan yang lebih besar untuk mengakhiri ketidaksetaraan, dengan kemarahan yang meningkat dalam beberapa pekan terakhir atas rencana Macron untuk merombak sistem pensiun Prancis yang mahal dan berbelit-belit.

Tetapi partisipasi dalam protes turun tajam pada musim semi, dan hanya protes sporadis yang terlihat selama musim panas.

Demonstrasi pada Sabtu 21 September relatif jauh lebih sedikit jika dibandingkan pada 17 November 2018, dengan hampir 300.000 yang berdemonstrasi.

Pemerintah Macron telah membuat banyak konsesi sejak gerakan dimulai, termasuk paket tindakan 11 miliar dolar untuk meningkatkan daya beli bagi mereka yang berpenghasilan rendah.

Dalam sebuah wawancara dengan majalah Time pada hari Kamis, Macron mengatakan gerakan itu "sangat baik bagi saya" karena membuatnya mendengarkan dan berkomunikasi lebih baik.

"Tantangan saya adalah mendengarkan orang-orang jauh lebih baik daripada yang saya lakukan di awal," kata presiden, yang popularitasnya menderita setelah kerusuhan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya