Liputan6.com, Madrid - Pada saat multilateralisme berada di bawah tekanan, dunia perlu memperkuat kerja sama global dan regional untuk mengatasi 'tantangan eksistensial' perubahan iklim. Hal tersebut dinyatakan Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air, Masagos Zulkifli.
"Seperti semua negara dengan pulau kecil seperti Singapura rentan terhadap efek pemanasan global. Kami mendapat seruan dari banyak orang untuk aksi dan kolaborasi lebih lanjut," katanya di Konferensi Perubahan Iklim UN COP 25 di Madrid, seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (12/12/2019).
Baca Juga
Saat menyampaikan pernyataan nasional Singapura di KTT, Masagos juga menegaskan kembali komitmen Singapura terhadap Perjanjian Paris 2015 untuk mengekang pemanasan global.
Advertisement
Konferensi yang dibuka Senin lalu itu, diharapkan dapat menyelesaikan masalah dalam mengimplementasikan kesepakatan Paris, di mana negara-negara telah menetapkan tujuan untuk mengurangi emisi karbon.
"Singapura akan memainkan perannya dan memperbarui tindakan iklim pasca-2020 sesuai kesepakatan dalam perjanjian tersebut," kata dia.
Singapura telah berjanji untuk mengurangi intensitas emisinya sebesar 36% dari tingkatan di 2005 pada 2030, dan menstabilkan emisinya dengan tujuan memuncak sekitar tahun itu. "Kami juga akan bekerja dengan orang lain untuk mendukung upaya negara-negara berkembang," tambahnya.
Dia mendesak negara-negara untuk memfinalisasi mekanisme di bawah Perjanjian Paris yang akan memungkinkan mereka untuk bekerja sama dalam mengurangi emisi karbon. "Sangat penting bahwa kita mengadopsi seperangkat aturan yang kredibel, jelas, dan koheren untuk mengatur penggunaan kredit karbon internasional secara efektif," katanya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Aksi Perubahan Iklim di Singapura
Berbicara tentang tindakan Singapura sejauh ini, Masagos mengatakan bahwa negara tersebut telah menerapkan pajak karbon, dan pendapatan dari pajak karbon itu akan digunakan untuk membantu perusahaan untuk membuat sumber daya dan energi menjadi lebih efisien, serta mendukung proyek-proyek untuk mengurangi emisi.
Ia juga mengadopsi Rencana Induk Nol Sampah dan Undang-Undang Keberlanjutan Sumber Daya untuk membangun “ekonomi sirkular” - sistem ekonomi yang bertujuan menghilangkan limbah. Penggunaan energi matahari akan meningkat. Instalasi surya telah meningkat seratus kali lipat dari 30 menjadi lebih dari 3.000 di Singapura selama dekade terakhir.
Singapura akan terus menemukan cara untuk mengatasi kendala lahannya, seperti menggunakan panel surya yang mengambang, kata Masagos seraya menambahkan bahwa negara itu bertujuan untuk meningkatkan target surya 2020-nya lebih dari lima kali menjadi setidaknya 2GWp pada 2030.
Pihak berwenang sebelumnya mengumumkan bahwa hal ini mewakili 4 persen dari permintaan listrik Singapura saat ini.
Singapura juga sedang mencari pilihan energi lain seperti menggunakan jaringan listrik regional, dan telah melakukan studi untuk mengevaluasi kelayakan alternatif seperti hidrogen dan teknologi penangkapan karbon yang dapat menggunakan gas untuk menghasilkan listrik.
Advertisement
Masa Depan Karbon Rendah
Dalam pernyataan lengkapnya, Masagos mengatakan bahwa Pemerintah juga memiliki rencana untuk membuat transportasi di kota yang lebih hijau pada 2040.
Singapura berjanji akan mendukung upaya internasional secara aktif untuk mengatasi emisi sektor penerbangan dan transportasi laut.
Sebagai pusat keuangan, Singapura juga telah menerbitkan lebih dari US$ 4,4 miliar (S$ 6 miliar) obligasi hingga saat ini. Pemerintah Singapura akan membantu memudahkan transisi ke ekonomi “tahan iklim” dan membantu pekerja beradaptasi dengan masa depan rendah karbon, tetapi Masagos menekankan perlunya tindakan multilateral yang kuat dalam perang melawan perubahan iklim.
Salah satu contoh upaya Singapura adalah dukungannya terhadap Fasilitas Asuransi Risiko Bencana Asia Tenggara untuk meningkatkan perencanaan pra-bencana, bantuan bencana, dan pendanaan rekonstruksi di wilayah tersebut.
“Untuk berhasil dalam upaya kita untuk mengatasi perubahan iklim, kita perlu bekerja bahu membahu dengan kaum muda, bisnis, dan organisasi sipil untuk bersama-sama menciptakan dan memberikan solusi untuk menyelesaikan tantangan lingkungan kita,” katanya.
Menteri menerima undangan dari Chilean COP 25, Carolina Schmidt untuk menjadi co-fasilitator dengan menteri Spanyol Teresa Ribera Rodriguez pada teks keputusan umum untuk konferensi tersebut.
Peran ini melibatkan pandangan dan masukan tentang kunci dari masalah yang ingin diadopsi oleh para pihak pada COP 25, serta menyajikan rancangan keputusan.
Reporter: Deslita Krissanta Sibuea