Liputan6.com, Kuching- Wilayah Sarawak, Malaysia, akan memberlakukan kebijakan "menetap di rumah" bagi semua pengunjung asing dan domestik yang datang ke sana. Kebijakan itu sebagai langkah pengendalian pandemi Virus Corona COVID-19.
Langkah ini juga dikatakan berlaku untuk penduduk Sarawak yang kembali ke negara bagian tersebut, serta pemegang paspor jangka panjang dan jangka pendek.
Kebijakan untuk pengendalian penyebaran Virus Corona ini akan mulai berlaku pada Rabu, 18 Maret 2020.
Advertisement
Lembaga terkait dikatakan akan memantau pemegang pemberitahuan menetap di rumah melalui kunjungan acak, panggilan telepon, dan melalui aplikasi lain, menurut Kepala Menteri Abang Johari Openg.
Johari mengatakan, "Pengecualian hanya akan diberikan oleh Departemen Kesehatan Negara kepada mereka yang diminta untuk melakukan perjalanan dalam keadaan khusus (tugas resmi dan bisnis)."
Johari juga menambahkan, semua fungsi resmi pemerintah Sarawak dan fungsi publik yang melibatkan lebih dari 50 orang harus dibatalkan atau ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut, seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (17/3/2020).
Saksikan Video Berikut Ini:
Pembatasan Aktivitas Publik
Mulai Selasa, 17 Maret 2020, semua pusat pengasuhan anak, taman kanak-kanak, dan sekolah-sekolah agama di Sarawak juga telah diperintahkan untuk ditutup selama 2 minggu.
Kepala Menteri Abang Johari mengatakan, "Institusi pendidikan tinggi, baik pemerintah maupun swasta, akan menunda sesi akademik baru mereka 2 minggu lagi, efektif besok. Semua sekolah diperintahkan untuk memperpanjang liburan sekolah mereka selama seminggu lagi (sampai 29 Maret 2020)."
Penutupan juga dilaporkan telah diarahkan ke fasilitas olahraga umum termasuk kolam renang, stadion, dan gimnasium, hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Advertisement
Situasi Terkini
Dalam tiga hari terakhir, Sarawak mencatat 34 kasus positif COVID-19. Dari jumlah tersebut, 29 adalah kasus impor, menurut Kepala Menteri Abang Johari.
Kementerian Kesehatan Malaysia juga mengatakan bahwa sebanyak 243 kasus telah dikaitkan dengan pertemuan keagamaan dengan sembilan kasus sakit kritis di perawatan intensif.