Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan fakta bahwa pandemi Virus Corona COVID-19 tidak menghentikan konflik bersenjata di berbagai belahan dunia. Data yang ada bahkan menunjukkan sebaliknya, dimana konflik semakin meningkat.
Maka dari itu, ia menyampaikan pentingnya melakukan gencatan senjata walaupun harus dilakukan di tengah pandemi.
"DK PBB memiliki kewajiban moral untuk melindungi warga sipil saat konflik bersenjata di masa pandemi," demikian disampaikan Menlu RI, Retno Marsudi, pada Pertemuan Terbuka Tingkat Tinggi Dewan Keamanan (DK) PBB mengenai Perlindungan Warga Sipil dalam Konflik Bersenjata, yang dilakukan melalui video teleconference, 27 Mei 2020.
Advertisement
"Pandemi COVID-19 menambah penderitaan penduduk di wilayah konflik dan semakin mempersulit upaya kita dalam melindungi warga sipil," ujar Menlu Perempuan Pertama Indonesia ini.
Baca Juga
Dalam pernyataannya di hadapan negara-negara anggota DK PBB, Menlu RI menekankan tiga hal penting yang perlu dilakukan saat ini guna menjawab tantangan perlindungan warga sipil dalam konflik bersenjata di tengah pandemi COVID-19.
Pertama, pentingnya pemberlakuan jeda kemanusiaan di masa pandemi COVID-19. Indonesia mendukung seruan Sekjen PBB untuk melakukan gencatan senjata global di seluruh situasi konflik, termasuk di Afghanistan.
"Indonesia bersama dengan Norwegia, Jerman, Qatar dan Uzbekistan meluncurkan Joint Statement yang mendukung gencatan senjata di Afghanistan," ujar Menlu RI.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
Taat Pada Hukum Internasional
Kedua, memastikan ketaatan terhadap hukum kemanusiaan internasional. Konflik Palestina merupakan contoh konkret dimana hukum humaniter sangat dibutuhkan.
“Palestina tidak hanya menghadapi pandemi COVID-19, namun juga harus menghadapi aneksasi yang masih terus dilakukan. Oleh karenanya, masyarakat internasional harus mencegah aneksasi lebih lanjut terhadap Palestina" tegas Menlu RI.
Ketiga, pemberdayaan perempuan merupakan elemen penting dalam perlindungan warga sipil.
Perempuan harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan dan implementasi strategi perlindungan warga sipil.
Menlu RI juga berbagi pengalaman ketika melakukan kunjungan ke Kabul dan memimpin dialog antara perempuan Indonesia dan Afghanistan pada bulan Februari 2020. Selain itu, Indonesia juga berkomitmen dalam meningkatkan jumlah pasukan perdamaian perempuan yang saat ini berjumlah 154 orang.
Pertemuan Tingkat Tinggi Dewan Keamanan PBB mengenai Perlindungan Warga Sipil dalam Konflik Bersenjata adalah pertemuan tahunan yang pada tahun ini dipimpin Estonia, selaku Presiden DK PBB bulan Mei 2020, dihadiri oleh Sekjen PBB.
Menlu Retno memimpin pertemuan serupa di tahun sebelumnya, pada saat Indonesia menjadi Presiden DK PBB bulan Mei 2019.
Advertisement