Idul Fitri 2020, Taliban Sepakat Bakal Gencatan Senjata 3 Hari dengan Pemerintah

Kelompok Taliban akan merencanakan gencatan senjata dengan pemerintah Afghanistan dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 2020.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 24 Mei 2020, 13:21 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2020, 13:00 WIB
Militan Taliban dan warga desa digambarkan sedang merayakan perjanjian damai pada hari Senin.
Militan Taliban dan warga desa digambarkan sedang merayakan perjanjian damai pada hari Senin. (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok Taliban mengumumkan rencana gencatan senjata dengan pemerintah Afghanistan. Berlaku ketika perayaan umat Muslim Hari Raya Idul Fitri dimulai pada hari ini.

Hal ini mengikuti peningkatan serangan oleh kelompok Islam garis keras terhadap pasukan pemerintah dalam beberapa pekan terakhir.

Mengutip BBC, Minggu (24/5/2020), Presiden Ashraf Ghani menyambut baik pengumuman itu, dan mengatakan tentaranya akan menghormati ketentuan gencatan senjata.

Gencatan senjata selama tiga hari kemungkinan akan meningkatkan harapan pengurangan kekerasan jangka panjang di negara ini. Tetapi gencatan senjata serupa diumumkan untuk festival yang sama pada tahun 2018 dan tidak diperpanjang.

"Jangan melakukan operasi ofensif terhadap musuh di mana pun. Jika ada tindakan yang dilakukan terhadap Anda oleh musuh, bela diri Anda," kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid pada hari Sabtu.

Dia menambahkan bahwa gencatan senjata telah dinyatakan semata-mata untuk Idul Fitri, yang menandai akhir bulan suci Ramadhan.

"Saya menyambut pengumuman gencatan senjata," tulis Ghani di Twitter tak lama setelah itu. "Saya telah memerintahkan [militer] untuk mematuhi gencatan senjata tiga hari dan untuk melakukan aksi pembelaan hanya jika diserang."

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Harapan Kedua Pihak

Pasukan Komando Elite Afghanistan memerangi Taliban. (AFP)
Pasukan Komando Elite Afghanistan memerangi Taliban. (AFP)

Rakyat Afghanistan dan pengamat internasional mengharapkan kekerasan dapat berkurang di antara kedua pihak setelah penandatanganan perjanjian penarikan pasukan antara Taliban dan AS pada Februari lalu. 

Namun pembicaraan lebih lanjut terhenti karena pertukaran tahanan, dan serangan terhadap pasukan pemerintah meningkat dalam beberapa pekan terakhir.

Sebuah serangan terhadap bangsal bersalin di ibu kota, Kabul, awal bulan ini turut memicu kecaman luas. 

Sementara Taliban membantah terlibat dalam aksi tersebut, hal itu kemudian mendorong Presiden Ghani untuk memerintahkan dimulainya kembali operasi ofensif terhadap mereka serta kelompok-kelompok lain.

Dia menuduh para militan mengabaikan seruan berulang-ulang untuk mengurangi kekerasan.

Bulan lalu, Taliban menolak seruan pemerintah untuk gencatan senjata di Afghanistan untuk Ramadhan. Mereka mengatakan itu "tidak rasional" dan meningkatkan serangan terhadap pasukan Afghanistan.

Awal bulan ini, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan saingannya Abdullah Abdullah menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan, yang mengakhiri adanya ketidakpastian politik.

Kesepakatan AS-Taliban

Menlu RI Retno Marsudi menyaksikan penandatanganan kesepakatan perdamaian AS - Taliban di Doha, Qatar, 29 Februari 2020 (kredit: Kemlu RI)
Menlu RI Retno Marsudi menyaksikan penandatanganan kesepakatan perdamaian AS - Taliban di Doha, Qatar, 29 Februari 2020 (kredit: Kemlu RI)

Perjanjian yang ditandatangani oleh AS dan Taliban bertujuan untuk membawa perdamaian ke Afghanistan, mengakhiri perang 18 tahun sejak pasukan pimpinan AS menggulingkan kelompok Islam itu dari kekuasaan.

Di bawah perjanjian itu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan 5.000 tentara AS akan meninggalkan negara itu pada bulan Mei dan ia akan bertemu para pemimpin Taliban dalam waktu dekat. Pasukan AS dan NATO akan mundur dari negara itu dalam waktu 14 bulan, selama Taliban mendukung pihak mereka dalam kesepakatan.

AS juga setuju untuk mencabut sanksi terhadap Taliban dan bekerja dengan PBB untuk mencabut sanksi terpisah terhadap kelompok itu. Sebagai imbalannya, Taliban mengatakan mereka tidak akan membiarkan al-Qaeda atau kelompok ekstremis lainnya beroperasi di wilayah yang mereka kuasai.

Namun para pejabat AS juga sepakat untuk melakukan pertukaran tahanan sebagai langkah pertama dalam pembicaraan antara pemerintah Afghanistan dan Taliban - yang secara teknis masih berperang. Namun, pemerintah Afghanistan tidak termasuk dalam perundingan tersebut.

Kedua belah pihak pun mengadakan pembicaraan tatap muka bersejarah pada awal April, tetapi Taliban kemudian memutuskan untuk keluar dari diskusi.

Pemerintah Afghanistan mengatakan tuntutan para militan itu tidak masuk akal. Salah satu anggota tim perunding pemerintah bahkan mengatakan bahwa Taliban sedang mencari pembebasan 15 komandan yang diyakini terlibat dalam serangan besar.

Namun juru bicara Taliban menuduh pemerintah menunda pembebasan itu "dengan satu atau lain alasan".

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya