Liputan6.com, Kinshasa - Gelombang wabah kedua virus Ebola yang mematikan di Democratic Republic of Congo (RD Kongo) atau Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) terjadi, ketika wabah pertama tampaknya mulai berakhir. Hal itu dikonfirmasi oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) Senin 1Â Juni 2020.
Dalam sebuah pengarahan di Jenewa Senin 1 Juni 2020, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (2/6/2020), Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan wabah baru ini terjadi dekat Kota Mbandaka di Provinsi Equateur.Â
Berbicara lewat radio setempat, Gubernur Provinsi Bobo Boloko Bolumbu juga memastikan adanya empat korban meninggal dunia. Dia mengatakan sampel-sampel telah dikirim ke INRC, markas riset medis nasional di Kinshasa, untuk konfirmasi kedua. Dia mendesak warga untuk tetap tenang, menjaga kebersihan dan tidak bersalaman.
Advertisement
Tahun 2018, Provinsi Equateur mengalami wabah Ebola yang menewaskan 33 orang sebelum akhirnya dikendalikan.
Di tempat lain, RD Kongo timur telah berusaha memberantas wabah virus mematikan itu sejak 2018. Wabah itu menewaskan lebih dari 2.240 orang. RD Kongo juga berusaha mengatasi wabah campak, yang terbesar di dunia, serta Virus Corona yang menyebabkan penyakit COVID-19.
Hampir 3.200 penderita Virus Corona telah dilaporkan di RD Kongo, menurut Universitas Johns Hopkins, yang melacak perebakan COVID-19. 72 orang dilaporkan meninggal dunia.
Kasus Baru Ebola di Kongo Mundurkan Harapan Akhiri Epidemi
Pertengahan Mei lalu, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) menyatakan tetap berkomitmen mengakhiri wabah Ebola di bagian timur Republik Demokratik Kongo (DRC). Setelah ditemukan kasus baru penyakit itu beberapa hari sebelum pihak berwenang DRC menjadwalkan mengumumkan epidemi tersebut berakhir.
DRC mengumumkan epidemi Ebola berakhir setelah dua periode inkubasi atau 42 hari berlalu tanpa ada kasus penyakit itu yang dikukuhkan.
Setelah 52 hari tanpa kasus Ebola, seorang laki-laki, usia 26 tahun, meninggal akibat penyakit itu di kota Beni. Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, itu bukan kabar yang baik, tetapi, ia menambahkan, sudah diperkirakan.
"Selama ini kami bersiap, dan memperkirakan, akan terjadi kasus lagi. Sayangnya, itu berarti pemerintah DRC tidak akan bisa mengumumkan berakhirnya wabah itu hari Senin, seperti yang diharapkan. Tetapi WHO dan semua mitra tetap bersiap dan berkomitmen bekerja sama dengan pemerintah, di bawah pengarahan pemerintah, masyarakat yang terimbas, dan mitra-mitra lain, untuk mengakhiri wabah tersebut," kata Tedros.
WHO melaporkan 3.456 kasus Ebola, termasuk 2.276 kematian sejak wabah itu diumumkan pada 1 Agustus 2018. Itu adalah wabah terburuk kedua, setelah epidemi tahun 2014 di Afrika Barat, yang menulari lebih dari 28 ribu orang, menewaskan 11.300.
Ketua komisi darurat kesehatan WHO Michael Ryan mengatakan berita positif dari kemunduran itu adalah bahwa operasi internasional, yang melacak epidemi Ebola itu, waspada dan merespon dengan cepat.
"Setiap hari, kami menyelidiki 2.600 peringatan di kedua provinsi yang terdampak. Kami mengambil ribuan sampel setiap minggu dan kami akan melanjutkan pengawasan aktif itu sampai tuntas. Kami hanya harus melakukannya selama 42 hari lagi," ujarnya.
WHO melaporkan upaya sedang dilakukan untuk melacak semua orang yang mungkin telah melakukan kontak dengan orang yang tertular. Dikatakan, setiap orang akan ditawari vaksin pelindung dan status kesehatan mereka akan dipantau.
WHO mengatakan, tim tanggap internasional akan terus melacak setiap kasus di Provinsi Kivu Utara dan Ituri sampai epidemi itu berakhir.
Advertisement