Liputan6.com, Jakarta - International Day for the Elimination of Sexual Violence in Conflict atau Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik telah ditetapkan oleh PBB, jatuh pada 19 Juni sejak tahun 2015. Hari internasional ini diperingati dari poin Security Council resolution 1820 (2008), di mana kekerasan seksual kerap kali jadi salah satu taktik perang yang dikecam, seperti dikutip dari Time and Date, Jumat (19/6/2020).
PBB mendeskripsikan kekerasan seksual ini seperti; pemerkosaan, perbudakan seks, pemaksaan prostitusi, kehamilan secara paksa, arborsi paksa, pemaksaan sterilisasi, pernikahan paksa, dan berbagai kekerasan seksual lainnya.
Hari internasional ini tak hanya untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya mengakhiri kekerasan seksual terkait konflik, namun juga untuk menghargai para korban kekerasan seksual, dan juga mengenang mereka yang telah kehilangan nyawa sebagai dampaknya.Â
Advertisement
"Kekerasan seksual saat ini telah dikenal sebagai salah satu strategi yang digunakan untuk menghancurkan struktur masyarakat; mengintimidasi komunitas dan memaksa orang-orang pergi dari rumah mereka. Ini sangat terlihat sebagai ancaman perdamaian dan keamanan, sebuah pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia, dan hambatan besar terhadap rekonsiliasi pasca-konflik dan pembangunan ekonomi," kata Ban Ki-Moon, Sekretaris Jenderal PBB.
Saksikan Juga Video Ini:
Peringatan Tahun 2020 di Tengah Pandemi
Akibat pandemi SARS CoV-2 banyak acara yang harus ditunda, bahkan dibatalkan. Peringatan Hari internasional untuk Kekerasan Seksual dalam Konflik pun juga.
Tahun ini, peringatan tersebut dilaksanakan secara virtual.
Tahun 2020 ini menjadi perayaan kelima Hari internasional untuk Kekerasan Seksual dalam Konflik. Dipandu oleh Kantor Special Representative of the Secretary-General (SRSG) tentang Kekerasan Seksual dalam Konflik, Kantor SRSG untuk Anak-anak dan Konflik Bersenjata, dan Misi Permanen Argentina ke PBB.
Tujuan acara ini adalah untuk menguraikan sejumlah implikasi dan konsekuensi yang terkait efek COVID-19 pada kehidupan para penyintas, serta pada pemberian mandat conflict-related sexual violence (CRSV) atau kekerasan seksual terkait konflik dan pekerjaan sistem PBB secara keseluruhan, seperti dikutip dari UN.
Reporter: Yohana Belinda
Advertisement