Liputan6.com, Jakarta- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres meminta Israel dan Palestina untuk segera mengambil kesempatan negosiasi perdamaian. Langkah itu menyusul diresmikannya perjanjian diplomatik antara Israel dengan dua negera teluk Arab; Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.
Perjanjian tersebut menghasilkan penangguhan aneksasi Israel atas wilayah yang diinginkan Palestina untuk negara masa depan.
Dilansir Associated Press, Kamis (17/9/2020), Guterres menyampaikan dalam konferensi pers, "Aneksasi telah ditangguhkan, dan kami yakin inilah saat yang penting bagi Palestina dan Israel untuk memulai kembali dialog mereka guna menemukan solusi politik yang sejalan dengan resolusi Dewan Keamanan".
Advertisement
Kemudian, Guterres juga menyatakan PBB telah berusaha keras, tidak hanya untuk mempromosikan pertemuan langsung antara Israel-Palestina, namun juga termasuk menemukan format di mana mediator perundingan damai Timur Tengah - PBB, AS, Uni Eropa dan Rusia, atau sekelompok negara yang terkait dapat bertemu.
"Sampai saat ini, kami belum bisa mengumpulkan konsensus yang diperlukan untuk itu, tapi kami akan tetap berusaha," kata Guterres, seraya menambahkan, "Sangat penting untuk tidak menyerah pada proses perdamaian di Timur Tengah."
Selain itu, Guterres juga kembali membahas perjanjian bilateral normalisasi Israel-UEA-Bahrain yang ditengahi AS, dengan menyebutkan, "kerja sama internasional adalah aspek yang mutlak penting untuk menyelesaikan masalah."
Pada 15 September 2020, perjanjian yang ditandatangani di Gedung Putih itu dihadiri langsung oleh Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, serta Menteri Luar Negeri UEA dan Bahrain.
Saksikan Video Berikut Ini:
Solusi dari Kedua Negara Sebagai Cara Terbaik
Sekretaris Jenderal PBB tersebut juga menerangkan, "Kami selalu mengatakan bahwa aneksasi akan memiliki konsekuensi dramatis bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan, serta akan merusak solusi kedua negara".
"Dan kami percaya bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya cara untuk mengatasi masalah kedua bangsa yang perlu dapat hidup bersama dalam perdamaian dan keamanan," tambahnya.
Guterres mencatat bahwa Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz mengatakan pada 16 September "bahwa penting untuk memulai kembali negosiasi tersebut, yang menunjukkan bahwa ada kesepakatan dengan perspektif ini".
Gantz, yang diketahui juga menjabat sebagai Perdana Menteri "pengganti" Israel sampai ia diperkirakan bakal menggantikan PM Netanyahu akhir 2019 lalu, menyatakan bahwa perjanjian tersebut berhasil mengakhiri lebih dari satu tahun kekacauan politik antara negaranya dengan negara Teluk Arab.
Advertisement