Liputan6.com, Jenewa - Pemilih di Jenewa, Swiss, telah setuju untuk memperkenalkan upah minimum di kanton atau wilayah yang setara dengan USÂ $25 atau sekitar Rp 370.875 per jam - diyakini sebagai yang tertinggi di dunia.
Menurut data pemerintah, 58% pemilih di kanton mendukung inisiatif untuk adanya penetapan upah minimum pada 23 franc Swiss per jam (sekitar Rp 371.000), yang didukung oleh koalisi serikat buruh dan hal ini bertujuan untuk "memerangi kemiskinan, mendukung integrasi sosial, dan berkontribusi pada penghormatan martabat manusia."
Baca Juga
Sementara Swiss tidak memiliki undang-undang upah minimum nasional, Jenewa adalah yang keempat dari 26 kanton yang memberikan suara mengenai masalah tersebut dalam beberapa tahun terakhir setelah Neuchâtel, Jura dan Ticino.
Advertisement
"Upah minimum baru ini akan berlaku untuk sekitar 6% dari pekerja di kanton per 1 November," kata Penasihat Negara Jenewa Mauro Poggia, dikutip dari CNN, Senin (5/10/2020).
Saksikan Video Pilihan Dibawah Ini
Kemenangan Bersejarah
Communauté genevoise d'action syndicale, organisasi payung serikat pekerja di Jenewa, menggambarkan hasilnya sebagai "kemenangan bersejarah, yang secara langsung akan menguntungkan 30.000 pekerja, yang dua pertiga di antaranya itu adalah perempuan."
Keputusan itu juga dipuji oleh Michel Charrat, presiden Groupement transfrontalier européen, asosiasi pekerja yang bepergian antara Jenewa dan Prancis.
Charrat mengatakan kepada The Guardian bahwa pandemi Virus Corona COVID-19 "telah menunjukkan bagian tertentu dari populasi Swiss tyang idak dapat tinggal di Jenewa," dan berpendapat bahwa upah minimum baru adalah "minimum untuk tidak jatuh di bawah garis kemiskinan dan menemukan diri Anda dalam situasi yang sangat sulit."
Dewan Negara Jenewa, cabang eksekutif lokal, mengatakan bahwa upah minimum baru akan menjadi yang "tertinggi di dunia."
Advertisement
Suatu Ukuran yang Diperkenalkan oleh Warga
Sistem demokrasi langsung Swiss mengimbau para pemilih untuk menggunakan hak mereka empat kali setahun, dan memungkinkan warga mengumpulkan tanda tangan untuk memperkenalkan "inisiatif populer" yang akan diberlakukan.
"Pada dua kesempatan di masa lalu, inisiatif untuk menetapkan upah minimum wajib di Jenewa telah diserahkan kepada penduduk dan ditolak," kata Poggia, yang bertanggung jawab atas Departemen Keamanan, Tenaga Kerja dan Kesehatan untuk kanton Jenewa.
Dua pemungutan suara sebelumnya dilakukan pada tahun 2011 dan 2014, dan dalam kasus terbaru, itu adalah referendum nasional untuk memperkenalkan upah minimum per jam 22 Franc Swiss (sekitar 355.00 rupiah), yang menemukan bahwa 76% pemilih menentang.
"Pada 27 September, pemungutan suara baru tentang masalah ini akhirnya diterima, dengan gaji 371.000 rupiah per jam, atau sedikit lebih dari 65 juta per bulan untuk aktivitas 41 jam per minggu," tambah Poggia.
Sementara upah minimum $ 25 (370.000 rupiah) per jam mungkin terlihat mengejutkan dari perspektif Amerika Serikat, di mana upah minimum federal adalah $ 7,25 (107.500 rupiah)per jam, konteks itu adalah kuncinya.
Kota Termahal Didunia
Jenewa adalah kota termahal ke-10 di dunia, menurut Survei Biaya Hidup Seluruh Dunia 2020 dari The Economist Intelligence Unit.
Kira-kira 4.000 franc Swiss (65 juta rupiah) yang sekarang akan diperoleh pekerja untuk menempatkan mereka sedikit di atas garis kemiskinan 3.968 franc Swiss (64 juta) untuk rumah tangga yang terdiri dari dua orang dewasa dan dua anak di bawah 14 tahun, seperti yang diperkirakan oleh Kantor Statistik Federal Swiss pada tahun 2018.
Swiss adalah salah satu negara terkaya di dunia, tetapi tidak terlindung dari dampak merusak pandemi Virus Corona COVID-19 Â terhadap ekonominya.
Secara keseluruhan, kelompok pakar ekonomi pemerintah Swiss memperkirakan PDB Swiss yang disesuaikan turun -6,2% pada 2020, dan pengangguran rata-rata menjadi sekitar 3,8%, kemerosotan ekonomi terendah sejak 1975
Advertisement
Apakah Virus Corona COVID-19 Berdampak pada Pemungutan Suara?
Michael Grampp, kepala ekonom Deloitte di Swiss, mengatakan dia percaya pandemi Virus Corona COVID-19 berdampak dalam menentukan berapa banyak pemilih yang mendukung lolos inisiatif upah minimum. Pekerja berpenghasilan rendah di sektor jasa adalah yang paling terpengaruh oleh langkah-langkah penguncian yang diberlakukan di Swiss
"Saya pikir banyak orang menyadari berapa banyak orang yang bekerja di sektor-sektor tersebut. Ini tidak seperti semua orang di sini bekerja untuk bank atau pabrik cokelat. Kami juga memiliki sektor layanan yang luas yang terpukul keras karena lockdown," kata Grampp.
"Ini jelas membantu mendorong suara menuju hampir 60%," tambahnya.
Grampp percaya lebih banyak kanton akan memberlakukan undang-undang upah minimum. Tetapi Poggia mengatakan dia tidak percaya pandemi memiliki dampak yang signifikan pada pemungutan suara.
"Dibandingkan dengan negara lain, mengingat cakupan jaminan sosial di Swiss yang kuat, efek ekonomi dari Virus Corona COVID-19 saat ini sedang terkandung, meskipun kerugian pekerjaan sudah terjadi di sektor-sektor yang terdampak langsung, seperti pariwisata, hotel dan restoran," katanya.
Antrean Panjang untuk Makanan Gratis
Kehilangan pekerjaan itu memaksa orang untuk mencari suatu bantuan.
Antrean sepanjang mil di distribusi makanan gratis di Jenewa menjadi berita utama di seluruh dunia, dan mereka terus berlangsung, menurut Charlemagne Hernandez, salah satu pendiri Caravane De Solidarité, sebuah kelompok aktivis di Jenewa yang telah memulai distribusi di kota, yang sebagian besar melalui sumbangan.
Hernandez mengatakan kepada kelompok tempatnya bekerja, Colis du Coeur nirlaba, membantu sekitar 6.000 hingga 9.000 orang setiap minggu selama musim panas, mendistribusikan hasil bumi dan barang-barang kering yang bersumber melalui sumbangan, bank makanan resmi Jenewa, dan berbagai kelompok amal. Colis du Coeur melanjutkan distribusi makanannya selama musim dingin.
Hernandez mengatakan dia percaya adopsi inisiatif upah minimum di Jenewa "diperlukan," karena pengangguran mewakili ancaman eksistensial bagi begitu banyak pekerja berpenghasilan rendah di kota itu. "Ini akan bermuara pada tidak memiliki cukup makan," katanya.
Jenewa dikenal sebagai ibu kota kemanusiaan dunia karena kehadiran begitu banyak organisasi internasional dan kantor PBB yang berfokus pada urusan kemanusiaan. Hernandez mengatakan solidaritas di kota "jauh lebih kuat hari ini dari biasanya," karena orang-orang menanggapi seruan untuk sumbangan dalam jumlah besar, membantu distribusi makanan untuk terus berlanjut.
Bagi mereka yang skeptis tentang kemiskinan menjadi masalah di negara kaya seperti Swiss, Hernandez mengajak orang untuk tidak menghakimi.
"Saya berasal dari daerah kumuh di Manila awalnya, jadi memang benar, itu bukan jenis kemiskinan yang sama, tetapi jika Anda lapar, Anda tetap lapar. Itu patokan yang tidak bisa Anda tolak," kata Hernandez.
Â
Reporter : Romanauli Debora
Advertisement