Cerita WNI yang Terima Perlakuan Rasisme di Amerika Serikat

Salah seorang diaspora ikut menerima perlakuan rasisme di Amerika Serikat.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 28 Mar 2021, 17:20 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2021, 16:35 WIB
Ilustrasi bendera Amerika Serikat (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Amerika Serikat (AFP Photo)

Liputan6.com, Washington D.C - Perlakuan rasisme terhadap komunitas Asia di Amerika Serikat rupanya turut menimpa salah satu WNI yang tinggal di sana. 

Ia adalah Oliver Pras, warga Amerika Serikat keturunan Indonesia dimana ayahnya berasal dari Yogyakarta dan ibunya dari Manado. Ia merupakan salah seorang diaspora Indonesia yang juga menerima perlakuan rasisme di sana. 

Rupanya, selama tinggal di Amerika Serikat, dia juga tidak lepas dari perundungan berlatar ras sejak kecil.

Mengutip BBC, Minggu (28/3/2021), kalimat seperti 'Ayo kita tutup mata Ollie dengan benang gigi' atau saat saya membawa bekal nasi dengan rendang, mereka akan bilang 'Ih, apa itu?'," ujarnya, sambil mengenang masa lalu.

Lelucon bernada rasis itu membuat Oliver merasa rendah diri sebagai keturunan Indonesia, dia bahkan sempat merasa malu akan latar belakangnya.

Namun kekerasan terhadap warga Asia dan keturunan Asia di AS yang terus meningkat, terutama saat pandemi membuat Oliver tidak bisa tinggal diam.

Dia pun menggelar kampanye anti kebencian terhadap Asia di Kota New York yang dihadiri ribuan orang.

Saksikan Video Berikut Ini:

Kampanye Anti Kebencian

FOTO: Ratusan orang di Atlanta demo pascapenembakan fatal di spa
Lucy Lee memegang bendera Amerika saat unjuk rasa "Stop Asian Hate" di luar Gedung Kongres Georgia di Atlanta, Sabtu (20/3/2021). Ratusan demonstran berkumpul mendukung komunitas Asia-Amerika setelah penembakan di tiga tempat spa yang menewaskan 8 orang, termasuk 6 wanita Asia. (AP Photo/Ben Gray)

Bersama dengan komunitas Asia dan ras lainnya, Oliver menggelar kampanye anti kebencian tersebut dengan tujuan untuk meredam kebencian bermotif rasial terhadap warga Asia.

Dalam kampanye tersebut, hadir pula calon kandidat presiden AS yang merupakan keturunan Asia, Andrew Yang.

Tindakan rasis semacam ini telah meningkat di Amerika Serikat selama pandemi, terlebih terhadap warga Asia yang kerap dijuluki "pembawa virus" atau "kungflu".

Tingkat rasisme terhadap warga Asia juga menimpa banyak wanita Asia.  

"Untuk alasan apapun, mereka pikir semua orang Asia harus pulang di mana pun rumah itu berada. Mereka tidak mengerti bahwa rumah kita di sini," ujar Susan Li, seorang pensiunan yang tinggal di AS selama bertahun-tahun.

"Wanita Asia tidak lemah, wanita Asia bukan penakut, wanita Asia bukan pendiam," ujar Siyan Wong, seorang pengacara yang turut hadir dalam kampanye tersebut juga. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya