Liputan6.com, Milan - Aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg, mengejek kata-kata pemimpin dunia soal iklim dalam pidatonya di konferensi Youth4Climate Milan. Para pemimpin dunia yang dimaksud termasuk Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Dilansir CNN, Rabu (29/9/2021), Thunberg meniru para pemimpin dengan mengulangi ungkapan yang biasa mereka gunakan terkait krisis iklim. Menyebutnya sebagai 'kata-kata dan janji kosong'.
"Net zero, blah blah blah. Iklim netral, blah blah blah. Ini semua yang kita dengar dari orang-orang yang kita sebut pemimpin. Kata-kata yang terdengar hebat tapi sejauh ini tidak menghasilkan tindakan atau harapan. Kata-kata dan janji kosong," kata Thunberg.
Advertisement
Pidato dan cemoohannya dilanjutkan pada PM Inggris Boris Johnson, Thunberg mencemooh retorika pemimpin tersebut terkait rencana 'pemulihan hijau' pemerintahannya.
"Kita harus menemukan transisi yang mulus menuju ekonomi rendah karbon. Tidak ada Planet B. Tidak ada Planet Blah Blah Blah ...," ia menambahkan, merujuk pada pidato yang diberikan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Kemudian dalam pidatonya, dia mendesak orang agar tidak putus asa, dengan mengatakan bahwa perubahan itu 'tidak hanya mungkin terjadi, tetapi sangat diperlukan'.
Pidato ini disampaikan Thunberg pada forum Youth4Climate, sebuah acara yang diadakan dua hari sebelum para menteri berkumpul di Milan untuk membicarakan KTT iklim COP26 di Glasgow November mendatang. Presiden COP26 Alok Sharma hadir di acara pemuda tersebut dan akan memimpin pertemuan para menteri.
Baca Juga
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Target Emisi dari Berbagai Negara
Banyak negara telah mengumumkan target ambisius untuk mengurangi emisi mereka untuk mengatasi perubahan iklim.
Seperti dikutip dari BBC, analis mengatakan beberapa pengumumpan baru-baru ini, seperti pernyataan China bahwa mereka tidak akan membangun batu bara lagi di luar negeri. AS, Uni Eropa, dan lainnya yang berjanji untuk mengurangi emisi metana hingga 30% pada 2030. Semua ini adalah tanda-tanda bahwa kemajuan sedang dibuat.
Namun, harus diperhatikan bahwa ada tantangan besar.
Inggris, misalnya, telah berjanji untuk mengurangi 78% emisinya pada 2035 dari baseline 1990. Namun, rencana pemerintah saat ini diproyeksikan hanya berkontribusi kurang dari seperempat upaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Â
Advertisement
Janji Iklim dari Si Kaya
Satu dekade lalu, para pemimpin dari negara-negara maju sepakat untuk mentransfer uang ke negara-negara berkembang sebagai bantuan bagi mereka mengurangi emisi karbon, juga untuk beradaptasi dengan krisis iklim. Janji tersebut ditegaskan kembali pada kesepakatan iklim Paris 2015.
Kesepakatan untuk mentransfer 100 miliar dolar AS (atau setara dengan 1.430 triliun rupiah) kepada Global South di 2020 telah melewati tenggat waktu.
Seorang aktivis dari Uganda, Vanessa Nakate mengatakan bahwa pemenuhan janji pendanaan iklim tersebut masih ditunggu oleh negara-negara berkembang.
"Ada terlalu sedikit bukti dari $100 miliar per tahun yang dijanjikan untuk membantu negara-negara rentan terhadap iklim. Namun, dana itu dijanjikan akan tiba pada 2020 dan kami masih menunggu," kata Nakate.
"Anda tidak dapat beradaptasi dengan budaya, tradisi, dan sejarah yang hilang. Anda tidak dapat beradaptasi dengan kelaparan. Sudah waktunya bagi para pemimpin untuk menempatkan kerugian dan kerusakan di pusat negosiasi iklim."
Â
Penulis: Anastasia Merlinda