Liputan6.com, Amman: Tenda-tenda pengungsian di perbatasan Irak-Yordania, masih tampak sepi. Bahkan, belum seorang pengungsi Irak yang memanfaatkan kamp pengungsian yang dibangun Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi (UNHCR). Tenda-tenda darurat tersebut justru ditempati sejumlah pengungsi asal Somalia. Demikian pemantauan reporter SCTV Merdi Sofansyah hingga Sabtu (29/3) petang waktu setempat [baca: Tenda Pengungsian di Yordania Masih Melompong].
Keadaan tenda pengungsian yang masih kosong melompong itu boleh jadi lantaran pemerintah Yordania masih memperketat izin masuk bagi para pengungsi Irak [baca: Pengungsi Irak Menyerbu Negeri Tetangga]. Tapi, yang paling mungkin adalah, sepinya kamp pengungsian itu disebabkan kembalinya ribuan warga Irak. Ini terjadi setelah Syekh Abdul Karim Al-Mudarif, seorang ulama besar Negeri 1001 Malam menyerukan jihad. Akibatnya, setiap hari, sekitar lima ribu warga Irak pulang ke negerinya untuk turut mengangkat senjata melawan pasukan Amerika Serikat dan sekutunya.
Di kalangan rakyat Irak belakangan ini memang tergalang semangat untuk membela Tanah Air mereka. Meski menyadari bahwa Saddam Hussein adalah seorang pemimpin yang keras, saat negeri mereka diserang membabi-buta oleh koalisi pimpinan AS, rakyat Irak tak akan tinggal diam. Itulah sebabnya mereka akan membela mati-matian untuk mempertahankan gempuran musuh.
Di Kota Amman, siang tadi, sejumlah mahasiswa memprotes invasi AS dan Inggris ke Irak. Unjuk rasa dilakukan seusai salat berjamaah di Masjid Al-Hussein. Para demonstran juga mempertanyakan keterlibatan pemerintahnya dalam Perang Teluk II, terutama soal bantuan militer sebesar US$ 1,2 miliar yang akan diterima dari Gedung Putih. Pemerintah Yordania bersikeras bahwa bantuan itu hanya berupa pengoperasian tiga baterai sistem rudal patriot di wilayahnya.(ANS/Merdi Sofansyah)
Keadaan tenda pengungsian yang masih kosong melompong itu boleh jadi lantaran pemerintah Yordania masih memperketat izin masuk bagi para pengungsi Irak [baca: Pengungsi Irak Menyerbu Negeri Tetangga]. Tapi, yang paling mungkin adalah, sepinya kamp pengungsian itu disebabkan kembalinya ribuan warga Irak. Ini terjadi setelah Syekh Abdul Karim Al-Mudarif, seorang ulama besar Negeri 1001 Malam menyerukan jihad. Akibatnya, setiap hari, sekitar lima ribu warga Irak pulang ke negerinya untuk turut mengangkat senjata melawan pasukan Amerika Serikat dan sekutunya.
Di kalangan rakyat Irak belakangan ini memang tergalang semangat untuk membela Tanah Air mereka. Meski menyadari bahwa Saddam Hussein adalah seorang pemimpin yang keras, saat negeri mereka diserang membabi-buta oleh koalisi pimpinan AS, rakyat Irak tak akan tinggal diam. Itulah sebabnya mereka akan membela mati-matian untuk mempertahankan gempuran musuh.
Di Kota Amman, siang tadi, sejumlah mahasiswa memprotes invasi AS dan Inggris ke Irak. Unjuk rasa dilakukan seusai salat berjamaah di Masjid Al-Hussein. Para demonstran juga mempertanyakan keterlibatan pemerintahnya dalam Perang Teluk II, terutama soal bantuan militer sebesar US$ 1,2 miliar yang akan diterima dari Gedung Putih. Pemerintah Yordania bersikeras bahwa bantuan itu hanya berupa pengoperasian tiga baterai sistem rudal patriot di wilayahnya.(ANS/Merdi Sofansyah)