Liputan6.com, Kyiv - Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen melakukan kunjungan ke Ukraina pada Senin (27/2/2023). Dia menyebutkan, lawatan perdananya tersebut menggarisbawahi komitmen Washington untuk melanjutkan dukungan ekonomi bagi negara itu.
Usai berbicara dengan Perdana Menteri Denys Shmyhal, Yellen mengungkapkan bahwa AS telah memberikan hampir US$ 50 miliar bantuan keamanan, ekonomi, dan kemanusiaan terhadap Ukraina.
Baca Juga
Shmyhal mengucapkan terima kasih kepada AS atas dukungannya dan memuji Yellen sebagai "teman Ukraina". Dia mengatakan, defisit anggaran Ukraina sekarang mencapai US$ 38 miliar.
Advertisement
Selain itu, Shmyhal mengungkapkan, AS akan memberikan tambahan bantuan US$ 10 miliar lagi. Yellen mengumumkan bahwa transfer tahap pertama dari paket bantuan US$ 10 miliar adalah sebesar US$ 1,2 miliar.
"Mempertahankan pemerintahan yang efektif sangat diperlukan demi kemampuan Ukraina menanggapi serangan Rusia dan keadaan darurat lainnya," terang Yellen seperti dikutip AP, Senin (28/2/2023). "Dukungan ekonomi kami menjaga layanan publik yang penting tetap berjalan. Layanan ini menjaga stabilitas ekonomi dan sosial di Ukraina."
Yellen dan Shmyhal juga membahas sanksi yang ditujukan untuk melemahkan ekonomi Rusia serta kemungkinan menggunakan aset Rusia yang dibekukan untuk membantu pemulihan ekonomi Ukraina.
Dalam lawatannya, Yellen mengulangi pesan Presiden Joe Biden bahwa Washington akan mendukung Ukraina selama diperlukan. Dia turut menekankan pentingnya memerangi korupsi, memuji Presiden Volodymyr Zelensky karena memberlakukan sejumlah langkah untuk memastikan transparansi dalam hal penggunaan bantuan.
Di sela kunjungannya, Yellen mendatangi sebuah sekolah yang direnovasi setelah jendelanya pecah akibat dirudal Rusia pada Maret.
Berbicara kepada siswa dan guru sekolah, Yellen menuturkan bahwa mereka membantu "menulis sejarah" di negara yang merupakan "kekuatan sentral dalam sejarah dunia bebas".
"AS mendukung Anda dalam perjuangan untuk kebebasan ini dan kami akan berada di sisi Anda dan membantu Anda bangkit kembali," ujarnya.
Yellen juga bertemu dengan Presiden Zelensky dan pejabat tinggi lainnya, termasuk kepala Bank Nasional Ukraina.
Dalam unggahannya di Telegram pasca pertemuan dengan Yellen, Zelensky menuliskan, "Perlu untuk memperkuat sanksi lebih lanjut demi menghilangkan kemampuan Rusia untuk membiayai perang."
Peringatan ke China
Berbicara kepada CNN, Yellen menjelaskan bahwa sementara ekonomi Rusia belum bertekuk di bawah sanksi besar yang dikenakan oleh Barat, namun itu akan tumbuh lebih lemah dari waktu ke waktu.
Kemampuan Rusia untuk mengisi kembali peralatan militer yang hancur, kata Yellen, secara bertahap terancam dan setiap langkah dari China untuk memasok persenjataan ke Rusia akan menimbulkan konsekuensi "parah".
"Kami telah sangat jelas bahwa kami tidak akan mentolerir pelanggaran sistematis oleh negara mana pun atas sanksi yang telah kami terapkan," ujarnya.
"Dan kami sudah sangat jelas dengan pemerintah China dan telah menegaskan kepada perusahaan dan lembaga keuangan China bahwa konsekuensi dari pelanggaran sanksi itu akan sangat berat."
Advertisement
Situasi di Bakhmut Semakin Sulit
Zelensky dalam pidato terbarunya mengungkapkan bahwa situasi di Kota Bakhmut, garis depan perang di timur, menjadi semakin sulit. Pasukan Rusia telah mencoba merebut kota itu selama lebih dari enam bulan.
"Musuh terus menerus menghancurkan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk melindungi posisi kita," ujar Zelensky.
Beberapa pertempuran paling sengit sejak invasi Rusia ke Ukraina lebih dari setahun lalu terjadi di Bakhmut, yang sebagian berada di bawah kendali Rusia dan sekutu separatisnya.
Baru-baru ini upaya pasukan Rusia untuk merebut kota industri itu telah diintensifkan.
Presiden Zelensky pun kembali memohon bantuan pesawat tempur modern agar "seluruh wilayah negaranya" dapat dipertahankan dari "teror Rusia".